A. SOSIALISASI
Secara sederhana sosialisasi dapat
diartikan sebagai sebuah proses seumur hidup yang berkenaan dengan bagaimana
individu mempelajari cara-cara hidup serta norma dan nilai social yang terdapat
dalam kelompoknya agar dapat berkembang menjadi pribadi yang dapat diterima
oleh kelompoknya. Adapun definisi sosialisasi menurut para ahli antara lain
sebagai berikut.
Charlotte Buhler
Sosialisasi adalah proses yang
membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup
dan berpikir kelompoknya agar dia dapat berperan dan berfungsi dalam
kelompoknya.
Peter Berger
Sosialisasi adalah suatu proses
ketika seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpanrtisipasi dalam
masyarakat.
Bruce J. Cohen
Sosialisasi adalah proses-proses
manusia mempelajari tata cara kehidupan dalam masyarakat, untuk memperoleh
kepribadian dan membangun kapasitasnya agar berfungsi dengan baik sebagai
individu maupun sebagai anggota suatu kelompok.
Sosialisasi sebagai proses social
mempunyai tujuan untuk:
-
Memberi keterampilan dan pengetahuan yang
dibutuhkan untuk melangsungkan kehidupan seseorang kelak di tengah-tengah
masyarakat tempat dia menjadi salah satu anggotanya.
-
Menambah kemampuan berkomunikasi secara efektif
dan efisien serta mengembangkan kemampuannya untuk membaca, menulis, dan
bercerita.
-
Membantu pengendalian fungsi-fungsi organic yang
dipelajari melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat.
-
Membiasakan individu dengan nilai-nilai dan
kepercayaan pokok yang ada pada masyarakat.
1. Proses sosialisasi
Penyesuaian diri terjadi secara
berangsur-angsur, seiring dengan perluasan dan pertumbuhan pengetahuan serta
penerimaan individu terhadap nilai dan norma yang terdapat dalam lingkungan
masyarakat tempat ia berada. Perubahan lingkungan dapat menyebabkan terjadinya
perubahan perilaku dan tindakan seseorang karena telah terjadi penerapan
nilai-nilai dan norma-norma baru yang berbeda dari nilai dan norma yang ia
miliki sebelumnya. Beraneka nilai dan norma itu diserap manusia melalui
sosialisasi.
Sejumlah sosiolog menyebut
sosialisasi sebagai teori mengenai peran (role theory), karena dalam proses
sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu. George
Herbert mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat
dibedakan melalui tahap-tahap sebagai berikut.
a. Tahap persiapan (prepatory stage)
Tahap ini dialami sejak manusia
dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia
sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri sendiri. Pada tahap
ini juga, anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.
Contoh:
Kata ‘’makan’’ yang diajarkan ibu
kepada anaknya yang masih balita diucapkan ‘’mam’’. Makna kata tersebut juga
belum dipahami secara tepa oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat
makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.
b. Tahap meniru (play stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin
sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang
dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang nama diri dan siapa
nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa
yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anaknya.
Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga
mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang
dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak
menyerap nilai dan norma. Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut
orang-orang yang amat berarti (significant other).
c. Tahap siap bertindak (game stage)
Peniruan yang dilakukan sudah
mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan
sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang
lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara
bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan
bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin
banyak dan hubungannya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan
teman-teman sebaya diluar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar
keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak
mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku diluar kelurganya.
d. Tahap penerimaan norma kolektif
(generalized stage)
Pada tahap ini seseorang telah
dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat
secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan
orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat secara
luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama,
bahkan dengan orang lain tidak dikenalnya. Manusia dengan perkembangan diri
pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.
Charles H. cooley menekankan peran
interaksi dalam proses sosialisasi. Menurut cooley, konsep diri (self concept)
seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Diri yang
berkembang melalui interaksi dengan orang lain dinamakan looking-glass self
(diri yang bercermin / memandang diri sendiri) yang terbentuk melalui tiga
tahap, yaitu:
1.
Kita membayangkan bagaimana kita dimata orang
lain.
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak
yang paling hebat dan yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di
kelas dan selalu menang di berbagai lomba.
2.
Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai
diri kita.
Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak
yang hebat, sang anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa
orang lain selalu memuji dia dan selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini
bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. Misalnya, gurunya selalu
mengikut sertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu
memamerkannya kepada orang lain. Igatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar.
Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang
lain, ia tidak ada apa apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau sang
anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari
dia.
3.
Bagaimana perasaan kita sebagai akibat penilai
tersebut.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak
adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri.
Ingatlah selalu bahwa pandangan negative juga memiliki efek
yang sama. Seorang anak yang selalu diejek ejek atau nakal dapat merasa dirinya
jelek atau mahal. Padahal pandangan itu beum tentu benar.
Table 1 perbedaan
ciri ciri tahap perkembangan diri dalam sosialisasi
kriteria
|
Tahap
persiapan
|
Tahap
meniru bertindak
|
Tahap
siap bertindak
|
Tahap
penerimaan norma kolektif
|
Jumlah orang yang berinteraksi
|
Sedikit
|
Sedikit bertambah
|
Agak banyak
|
Banyak
|
Keragaman orang dalam interaksi
|
Rendah
|
Agak rendah
|
Agak tinggi
|
Tinggi
|
Kesadaran diri yang dimiliki
|
belum
|
Hanya meniru
|
Mampu bekerja sama
|
Mampu bekerja sama dalam masyarakat luas secara tatap muka
|
2.
Agen sosialisasi
Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau
melakukan sosialisasi. Ada empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga,
kelompok bermain, lembaga pendidikan sekolah, dan media masa.
a.
Keluarga (kinship)
Bagi keluarga inti (nuclear family), agen sosialisasi
meliputi ayah, ibu, saudara kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan
tinggal secara bersama-sama dalam suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang
menganut system kekerabatan diperluas (extended family), agen sosialisasinya
menjadi lebih luas karena dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa
keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi, disamping anggota
keluarga inti.
Pada masyarakat perkotaan yang padat penduduknya,
sosialisasi dilakukan oleh orang-orang yang berada diluar anggota kerabat
biologis seorang anak. Kadangkala terdapat agen sosialiasi yang merupakan
anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pengasuh bayi. Menurut gertudge jaeger,
peran para agen sosialisasi dalam system keluarga pada tahap awal sangat besar,
karena anak sepenuhnya berada dalam lingkungan keluarganya terutama orang
tuanya sendiri.
b.
Teman bermain
Disebut juga ‘’kelompok sebaya’’ dialami anak setelah ia
mampu bepergian keluar rumah. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai
kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula sangat berpengaruh dalam
proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada
masa remaja. Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian
seorang inidividu.
Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang
melibatkan hubungan tidak sederajat, sosialisasi dalam kelompok bermain
dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang
sederajat dengan dirinya karena sebaya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain,
anak dapat mempelajari peraturan dan mengatur peranan orang-orang yang
kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan.
c.
Sekolah
Dalam lembaga pendidikan sekolah (pendidikan formal),
seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain yang juga
dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian (independence), prestasi
(achievement), universalisme, dan kekhasan (specificity). Di lingkungan rumah,
seorang anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam melaksanakan berbagai
pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugas sekolah harus dilakukan
sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab.
d.
Media massa
Yang termasuk kelompok media masa disini adalah media cetak
(surat kabar, majalah, tabloid), dan media elektronik (radio, televisi, video,
film). Besarnya pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi
pesan yang disampaikan.
Contoh:
-
Penayangan berita-berita peperangan, film-film,
dan adegan-adegan kekerasan atau sadisme diyakini telah banyak memicu
peningkatan perilaku agresif pada anak-anak yang menontonnya.
-
Adegan adegan yang cenderung berbau pornografi
telah mengikis moralitas dan meningkatkan pelanggaran susila di dalam
masyarakat.
-
Iklan produk produk tertentu telah meningkatkan
pola konsumsi atau bahkan gaya hidup masyarakat pada umumnya.
Pesan pesan yang disampaikan agen sosialisasi berlainan dan
tidak selamanya sejalan satu sama lain. Apa yang diajarkan keluarga mungkin
saja berbeda dan bisa jadi bertentangan dengan yang diajarkan oleh agen
sosialisasi lain. Misalnya, disekolah anak-anak diajarkan untuk tidak merokok,
meminum minuman keras, dan menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba), tetapi
mereka dengan leluasa mempelajarinya dari teman-teman sebaya atau media massa.
Proses sosialisasi akan berjalan lancer apabila pesan-pesan
yang disampaikan oleh agen-agen sosialisasi itu tidak bertentangan atau
selayaknya saling mendukung satu sama lain. Akan tetapi, dalam masyarakat,
sosialisasi dijalani oleh individu dalam situasi konflik pribadi karena
dikacaukan oleh agen sosialiasi yang berlainan.
e.
Agen-agen lain
Selain keluarga, sekolah, kelompok bermain, dan media massa,
sosialisasi juga dilakukan oleh institusi agama, tetangga, organisasi
rekresional, masyarakat, dan lingkungan pekerjaan. Semuanya membantu seseorang
membentuk pandangannya sendiri tentang dunianya dan membuat persepsi mengenai
tindakan-tindakan yang pantas dan tidak pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus,
pengaruh pengaruh agen agen ini sangat besar.
3.
Factor factor yang memengaruhi sosialisasi
Proses sosialiasi tidak pernah berhasil secara lengkap
sehingga pengaturan kebutuhan individu seluruhnya disesuaikan dengan
persyaratan peran dan orientasi nilai masyarakat itu sendiri. Di dalam
masyarakat selalu ada kemungkinan terjadinya suatu ketegangan antara perilaku
yang secara budaya sudah terbentuk dengan kebutuhan dan dorongan-dorongan dari
setiap individu. Dalam banyak hal, hasilnya adalah perilaku menyimpang.
Beberapa penyimpangan ini bisa mengancam integrasi atau keseimbangan system
social yang sudah ada sehingga mekanisme control social harus dikembangkan.
Factor factor yang memengaruhi keberhasilan suatu proses
sosialisasi adalah sebagai berikut.
a.
Kematangan fisik seseorang
Sebagai suatu proses, sosialisasi sangat memerlukan
kematangan fisik individu. Kematangan fisik ini berkaitan erat dengan usia
seseorang. Kematangan fisik terutama diperlukan untuk mensosialisasi cara cara
berbahasa dan melakukan beberapa keterampilan dasar. Seorang individu mengalami
periode masa kecil yang cukup lama, periode ketika ia belum mandiri dan tingkat
ketergantungannya pada orang lain sangat tinggi. Oleh karena itu, prosedur
prosedur sosialisasi harus disusun sedemikian rupa agar dapat diterima dengan
baik.
Selain itu, mekanisme sosialiasi diperlukan untuk menjamin
bahwa para anggota setiap generasi baru akan menginternalisasikan pola-pola
budaya yang penting untuk membimbing dan mengatur perilakunya. Hal ini penting
karena perilaku manusia tidak dapat diatur terlebih dahulu melalui struktur
genetic (keturunan) atau sifat-sifat biologis lainnya.
b.
Lingkungan atau sarana sosialisasi
Lingkungan atau sarana sosialisasi ini antara lain adalah
sebagai berikut.
1.
Interaksi dengan semua
Hal ini diperlukan untuk pertumbuhan kecerdasan dan
emosional, serta untuk mempelajari pola-pola kebudayaan dan cara-cara
berpartisipasi dalam masyarakat. Melalui interaksi dengan orang lain, seseorang
mempelajari tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam hidup bermasyarakat,
serta tindakan tindakan yang sesuai atau tidak sesuai dengan norma norma dasar
masyarakat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa interaksi social sangat
penting dalam proses sosialisasi karena merupakan suatu cara untuk melatih
seseorang hidup bermasyarakat.
2.
Bahasa
Bahasa merupakan produk kebudayaan manusia yang sangat
penting karena berisi symbol symbol dan dipergunakan untuk memahami symbol
symbol kebudayaan lainnya. Selain itu, bahasa juga dapat dipergunakan untuk
memahami realitas social, mengkomunikasikan gagasan gagasan, da n menyatakan
pandangan pandangan maupun nilai nilai seseorang kepada orang lain dalam rangka
hidup bermasyarakat.
3.
Kasih sayang
Kasih sayang menciptakan lingkungan social yang kondusif
bagi proses sosialisasi, ketika individu dan kelompok saling memperhatikan,
saling memberi, dan saling melindungi. Kasih sayang diperlukan bagi kesehatan
mental dan fisik seseorang. Selain itu, kasih sayang juga diperlukan sebagai
sarana berkomunikasi dan bekerja sama dengan cara yang saling menguntungkan.
c.
Keinginan yang kuat
Menurut D.C. McClelland (1963), factor terpenting dalam
proses sosialisasi adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dengan baik,
kepuasan untuk mencapai prestasi pribadi, atau kebutuhan akan prestasi (need
for achievement). Bagi seorang siswa, memperoleh nilai bagus dalam tugas dan
ujian merupakan hal yang sangat penting. Jika menyadari pentingnya nilai bagus,
seorang siswa cenderung akan berusaha untuk belajar lebih rajin dank eras lagi
agar selalu mendapatkan nilai yang bagus.
Begitu pula seorang karyawan. Ia akan berusaha bekerja
sebaik mungkin apabila menganggap peningkatan prestasi kerja sangat penting.
Sebaliknya, ia akan malas dan tidak produktif jika menganggap prestasi kerja
kurang penting dibandingkan dengan gaji yang diterima.
4.
Jenis sosialisasi
a.
Sosialisasi primer
Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan sosialisasi
primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan
belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi primer berlangsung
saat anak berusia 1- 5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai
mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai
mampu membedakan dirinya dengan orang lain disekitar keluarganya.
Dalam tahap tersebut peran orang orang yang terdekat dengan
anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara
terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna
kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga
terdekatnya. Di usia dini seperti ini, otak anak berkembang sangat pesat dan
menyerap segala hal (dari kegiatan fisik sampai keterampilan social dan
emosiaonal) dengan sangat cepat pula.
Dengan demikian, sosialisasi primer mengacu
bukan saja pada masa awal anak mulai menjalani sosialisasi, tetapi lebih dari
itu. Alasannya, apa pun yang diserap anak di masa tersebut akan menjadi ciri
mendasar kepribadian anak setelah dewasa.
b.
Sosialisasi sekunder
Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi
lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam
kelompok tertentu dalam masyarakat. Bentuknya dapat berupa kelompok tertentu
dalam masyarakat. Bentuknya dapat berupa resosialisasi dan desosialisasi. Dalam
proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitias diri yang baru. Sedangkan
dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami ‘’pencabutan’’ identitas diri
yang lama.
Menurut goffman, kedua proses tersebut berlangsung dalam
institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua institusi
tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari
masyarakat luas dalam jangka waktu tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang
terkungkung, dan diatur secara formal. Dengan berada pada lingkungan yang
tertutup dalam jangka waktu tertentu, intensitas sosialitasnya akan lebih
tinggi.
c.
Sosialisasi represi
Sosialisasi dengan cara represi ini menekankan pada
penggunaan hukuman (punishment) terhadap kesalahan yang dilakukan oleh
individu. Ciri ciri lain dari sosialisasi ini adalah penekanan pada penggunaan
materi dalam hukuman dan imbalan ; kepatuhan akan terhadap orang tua ;
komunikasi yang bersifat satu arah ; nonverbal ; dan berisi perintah ; titik
berat sosialisasi pada keinginan orang tua ; dan peranan keluarga sebagai
significant other.
d.
Sosialisasi partisipasi
Sosialisasi dengan cara partisipasi (participatory
socialization) merupakan suatu pola ketika seorang anak diberikan imbalan
(reward) jika berperilaku baik dan hukuman (punishment) jika berperilaku
sebaliknya. Hukuman dan imbalan ini lebih bersifat simbolis. Penekanan diletakkan
pada interaksi, komunikasi bersifat lisan, dan anak menjadi pusat sosialisasi. Kebutuhan
anak dianggap penting, dan keluarga menjadi generalized other.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar