Senin, 26 September 2016

Dinamika Kebijakan Publik



Dinamika Kebijakan Publik

1.    Dinamika Kebijakan Publik
Memahami dinamika kebijakan publik berarti memahami perubahannya. Fokus tersebut terletak pada perumusan kebijakan dan proses implementasi kebijakan. Apakah memahami dinamika kebijakan publik itu penting?
Tidak semua sistem itu dinamis, tapi dinamika bisa terjadi dalam suatu sistem. Robert Jervis mendefinisikan sistem sebagai serangkaian unit elemen yang saling berhubungan sehingga perubahan dalam satu elemen akan merubah keseluruhan sistem tersebut (Jervis, 1997: 6). Terkait dengan dinamika, terdapat sistem yang terbuka sistem yang tertutup. Sistem yang tertutup yakni sistem yang responsif terhadap perubahan yang diawali dari dalam sistem itu sendiri. Sistem yang terbuka ialah sistem yang reponsif tidak hanya dari dalam tetapi juga dari lingkungan di sekitarnya.
Struktur suatu sistem terdiri dari: (1) konstituennya, (2) peraturan yang mengatur masukan tertentu ke dalam sistem, dan (3) informasi yang dibutuhkan sistem untuk menerapkan peraturan-peraturan. Penyelenggaraan sistem menciptakan ‘feedback’ yang mungkin mengubah struktur pada sistem tersebut.

2.    Keseimbangan Monopoli dan Keseimbangan yang terputus
Frank R. Baumgartner dan Bryan D. Jones telah mengambil langkah penting di luar pencitraan dan teori keseimbangan berosilasi (Baumgartner dan Jones 1993). Mereka memberi patokan kondisi kontrol monopoli agenda di daerah yang diterbitkan oleh didirikannya kepentingan. Sebuah pencitraan yang lebih tua menggambarkan hal yang sama adalah ‘‘iron triangle’’ dari kelompok kepentingan, (birokrat) lembaga eksekutif, dan alokasi kongres dan kebijakan komite. Jika ketiganya ini sepakat pada kebijakan, tidak ada orang lain yang bisa masuk ke dalam permainan. Dan bahkan jika mereka tidak setuju, mereka punya kepentingan dalam menjaga orang lain yang keluar saat mereka menetapkan masalah di antara mereka sendiri. Mengetahui hal ini, beberapa bahkan mencoba. Baumgartner dan Jones menyebut kondisi keseimbangan, meskipun sebenarnya tidak menyeimbangkan apapun. Ini adalah “keseimbangan” hanya dalam arti yang sama bahwa kematian adalah negara yang “damai”. Menolak kedua teori yang salah tentang budaya dan korporasi, David Vogel berpendapat bahwa reformis gerakan Xourish ketika ekonomi berkinerja relatif baik dan menjadi lebih diam saat itu mulai memburuk (Vogel 1989).
Namun demikian, istilah ini berguna diterapkan di sini karena meruntuhkan sistem dominasi, tidak seperti yang dibangkitkan dari kematian, sebenarnya mungkin. Mengadopsi bahasa biologi evolusi, yang mereka sebut proses meruntuhkan sebuah “tanda baca” dari keseimbangan yang ada. Dalam keberangkatan yang berguna dari pencitraan osilasi, mereka menganggap bahwa kekuatan yang disebabkan oleh tanda baca dapat dimulai pada hampir setiap saat dan pergi dalam banyak arah. Setelah penyalahgunaan alkohol, misalnya, mendapatkan masalah dalam agenda sosial yang entah bagaimana pemerintah harus memperhatikan berbagai solusi dalam berbagai tempat. Bir dan lobi penyuling tidak dapat menekan semua pembicaraan di mana-mana. Kebijakan pendekatan menjalankan gamut dari pendukung dalam penelitian pengemudi yang sedang mabuk untuk mendapatkan pendidikan terhadap penyalahgunaan alkohol. Selain itu, lembaga yang ditetapkan, seperti National Institute on Alcohol Abuse dan Alkoholisme, yang menjamin untuk terus meningkatkan  perhatian untuk menerbitkan bahkan setelah kepopuleran mungkin telah surut (Baumgartner dan Jones 1993, 161-4, 84). Baumgartner dan Jones menjelaskan “models of issue expansion”. Dalam satu kasus antusiasme yang populer untuk menangani masalah novel atau kesempatan menyebabkan penciptaan kebijakan baru dan lembaga baru. Dalam kasus lain, ada  “mobilization of criticismyang menyerang gambut yang teradapat monopoli dan merebut kendali agenda. Dalam kedua kasus tersebut, media perhatian adalah perkembangan katalis pusat dan awal, diikuti dengan perhatian terpilih. Meskipun Baumgartner dan menghitung Jones kedua kasus sebagai ”pattern[s] of punctuated change’’ (1993, 244) yang seharusnya tidak dianggap sebagai sebuah instance dari ‘‘punctuated equilibrium”. Jika memang ada kebaruan, tidak ada yang substantif untuk menekankan. Perubahan terputus hanya sehubungan dengan laju perubahan itu sendiri.

3.    Sistem Osilasi
          Istilah osilasi seringkali digunakan dalam ranah ilmu pengetahuan alam, khususnya fisika, untuk menjelaskan adanya gerakan periodik di sekitar titik keseimbangan. Akan tetapi, dalam kaitannya dengan ilmu perpolitikan, istilah sistem osilasi berarti keseimbangan kekuasaan politik di arena internasional (Bardach 2006, 354). Sejumlah fitur yang penting dalam sistem osilasi yakni mencakup: (1) munculnya koalisi pengimbang sebagai penantang bagi setiap koalisi negara yang muncul dan (2) adanya xuidity dalam pembentukan koalisi, atau dengan kata lain musuh kita hari  ini bisa jadi akan beraliansi atau bersekutu dengan kita suatu hari nanti. Sistem ini senantiasa berosilasi antara perdamaian relatif dan perang. Perang akan terjadi apabila kekuatan penyeimbang (countervailing threats) gagal untuk mengimbangi kekuatan pihak lainnya.
Keseimbangan kekuasaan (balance of power) dalam beberapa kondisi memang telah berhasil mencegah terjadinya perang seperti misalnya yang terjadi di era Renaissance
Eropa hingga era Perang Dunia II. Namun demikian, hal ini bukan berarti bahwa sistem keseimbangan kekuasaan tersebut dapat mencegah terjadinya perang sepanjang masa. Perang akan meletus dan sistem keseimbangan akan runtuh khususnya apabila penguasa (rulers) bersifat sangat ambisius atau salah perhitungan, ataupun ketika kekuatan pengimbang (countervailing power) lambat dalam memobilisasi kekuatan sehingga  sistem keseimbangan runtuh dan terjadilah perang. Kegagalan sistem lebih sering terjadi karena dipengaruhi oleh faktor eksogen seperti misalnya faktor psikologi pemimpin maupun pengaruh dari kondisi perpolitikan domestik (Bardach 2006, 355).
Osilasi kekuatan politik bahkan kerapkali juga terjadi dalam perpolitikan domestik suatu negara khususnya di antara para pembuat keputusan atau aturan (regulatory agencies). Osilasi terjadi antara partai-partai maupun antar kelompok kepentingan. Untuk mencapai kondisi ini dibutuhkan seorang regulator yang baik yang dapat membuat kebijakan publik secara bijak serta dapat memperkirakan segala kondisi ketidakpastian yang mungkin terjadi. Bendor, sebagaimana dikutip dalam Bardach (2006, 355), mengatakan bahwa “jika regulasi yang lama berhasil menciptakan suatu keadaan osilasi maka regulasi itu dapat dipertahankan, namun apabila regulasi yang lama tidak berhasil maka seorang regulator yang baik haruslah mengencangkan (tighten) ataupun mengendurkan (loosen) aturan tersebut menyesuaikan dengan kondisi yang terjadi.
Selain para pembuat aturan (regulatory agencies), masyarakat juga berperan penting dalam mempengaruhi sistem osilasi politik. Bardach mengasumsikan masyarakat sebagai sebuah ‘thermostat’ dimana masyarakat akan memberikan respon ‘naik’ atau ‘turun’ terhadap setiap kebijakan publik yang dibuat oleh para pembuat aturan. Respon ini akan menyesuaikan dengan kebutuhan belanja (spending) dari mayoritas masyarakat.   Tidak hanya itu, sistem osilasi juga dipengaruhi oleh partai-partai (parties) yang terdapat di suatu negara dan sistem pemilihan umum (elections) yang dianut oleh negara tersebut. Huntington, dalam Bardach (2006), menambahkan bahwa siklus reformasi (reformation cycle) politik juga akan berpengaruh terhadap sistem osilasi. Para pengamat mencatat bahwa terdapat sejumlah episode reformasi tertentu dalam sejarah politik Amerika dari masa ke masa seperti misalnya reformasi anti korupsi, anti-bisnis, dan bahkan juga anti-pemerintah yang mana kesemua hal ini berpengaruh terhadap system osilasi.
Dengan demikian, dari keseluruhan penjelasan di atas terdapat sejumlah hal yang dapat mempengaruhi sistem osilasi, diantaranya: (1) para pembuat aturan (regulatory agencies); (2) kebutuhan (spending) masyarakat; (3) partai-partai dan pemilihan umum (parties and elections); dan (4) siklus reformasi (reformation cycle).

4.    Momentum
Momentum mempengaruhi berbagai proses politik, contohnya adalah pemilu. Fakta struktural utama dari proses momentum yaitu bahwa setiap langkah-langkah proses memiliki dua aspek. Dengan kata lain, momentum merupakan pergerakan dalam mencapai tujuan, yang mampu memberi dorongan kepada yang lain untuk sama-sama maju pada tujuan tersebut. Dinamika yang lebih rumit tidak hanya melibatkan pemberian isyarat namun juga berinteraksi, sebagai contoh, proses pembangunan konsensus komunitas, stiap rekrut baru berperan sebagai pembangun kepercayaan diri pada sebuah broadcast channel, sebagai seorang pembicara dan sebagai pembujuk bagi mereka yang berkomunikasi dengannya pada jaringan narrowcast. Dinamika momentum adalah jantung dari fenomena kompleks sebuah revolusi. Susanne Lohmann telah mendalilkan model “informational cascades” untuk menerangi kegiatan protes masa yang mengarah pada runtuhnya rezim dan menerapkannya secara persuasif terhadap Jerman Timur di tahun 1989-1991.

5.    Selective Retention
Menurut evolusi biologi, ingatan selektif biasa dikenal sebagai sebuah proses kompetitif. Pada kenyataannya, model ini berlaku pada hasil dari kompetisi elektoral. Aplikasi nyata lainnya adalah penentuan agenda. John Kingdon telah menerapkan model tersebut, yang menghasilkan eVect yang luar biasa (Kingdon 1995). Pemisahan arus menyebabkan munculnya beberapa permasalahan kebijakan, seperti kursus politik melalui komunitas elit politik, pemotongan secara sembrono apabila tidak dilakukan secara acak. Elemen-elemen dari masing-masing arus dapat dikombinasikan dengan satu sama lain dan Xourish (“penggabungan” menurut Kingdon) dapat mendatangkan keuntungan melalui sebuah “window of oppurtunity”, hal tersebut terbentuk dari peristiwa mikro dan makro. Hasilnya adalah bahwasanya di dalam subset relevan para aktor politik, suatu masalah tertentu, atau suatu kebijakan pencalonan tertentu, harus didiskusikan terlebih dahulu, dan hal itulah yang disebut dengan suatu agenda permasalahan.

6.    Path-Dependency Shaping of Policy Options
Dalam proses pemberian kritik dan saran terhadap sebuah kebijakan terdapat dua cara, yaotu positif dan negatif. Kritik yang positif memiliki sifat yang lebih rumit dan berlawanan dari tujuan kritik. Namun, pada dasarnya kritik yang positif merupakan dasar dari perkembangan dan pertumbuhan sebuah kebijakan.
Kebijakan-kebijakan yang diciptakan di jaman sekarang dapat dikatakan merupakan pengulangan dari kebijakan-kebijakan yang pernah diciptakan sebelumnya.  Konsep pengulangan ini dalam perkembangannya dapat menghambat proses pembuatan kebijakan (lock-in) atau dapat mempercepat (opportunity-enhancing).
Contoh kasus untuk konsep ini adalah wacana kebijakan kesehatan di Amerika Serikat. Para pemilik perusahaan akan terpaksa membayar pekerjanya lebih tinggi sebagai kompensasi bagi mereka karena pendapatan mereka akan dipotong oleh pajak kesehatan yang lebih tinggi dari sebelumnya untuk keperluan jaminan kesehatan. Hal tersebut akan memberikan biaya pengeluaran lebih kepada atasan dibandingkan apabila mereka membayar asuransi premium. Dalam konsep pengulangan diatas, kasus diatas akan menimbulkan dua sisi yaitu dari segi pembayar pajak kesehatan, pekerja atau subsidi pajak kesehatan oleh pemilik perusahaan.
7.    Dinamik tanpa Putaran Arus Balik (Feedback Loops)
Tidak semua proses di dalamnya terkait putaran arus balik. Beberapa di antaranya hanya satu arah.

8.    Retensi (hak kepemilikan) Selektif dan Penyaringan (Filtering)
Dalam model kerajaan, agenda berasal dari perpaduan kebijakan, politik, dan masalah sebagaimana mereka diinterseksi dan dipertahankan sebuah proses kompetitif yang untung-untungan. Seseorang dapat melihat keseluruhan proses sebagai pembuatan secara esensial dari sebua retensi subsistem dan perpaduan susbsistem. Perpaduan susbsistem tersebut didominasi oleh srus balik positif dan memberinya karakter bagi seluruh sistem. Bagaimanapun, sangat mungkin melihat retensi selektif sebagai sebuah proses yang bekerja, pada batasan tertentu, tanpa manfaat putaran arus balik sama sekali.
Evolusi aturan hukum kebiasaan misalnya terkait property, kerugian, dan kontrak, yang mana bukan “kebijakan” dalam tradisional, namun merupakan fungsi ekuivalen “kebijakan” dalam lingkungan mereka sendiri. Yang mana sering salah pengertian dengan kebijakan. Kemudian secara singkatnya, bagi hukum yang tidak efisien akan diajukan ke tingkat yang lebih tinggi daripada hukum efektif. Hal karena hukum tersebut tidak mampu memberi kontribusi yang cukup bagi memajukan kemakmuran masyarakat.
Dalam proses ini terjadi pula penyaringann, sebuah motif dibalik pengajuan perkara, semacam proses evolusioner. Beberapa aturan hukum kebiasaan yang mana dianggap cukup efesien untuk diperkaran dan diklaim, ditambahkan dalam kebijakan, namun yang lain (yang dianggap kurang efisien) akan tersapu sejarah.
             
9.    Kejadian Riam (Event Cascade)
Event Cascade adalah kelas signifikan dalam proses dinamika satu arah sebagaimana kejadian sebuah batu yang lonsor dari atas dan mencabut batu-batu yang lebih bawah atau sebagaimaan cara kerja mesin Rube Goldberg. Satu kejadian yang berlangsung akan memancing kejadian-kejadian lainnya dan berlangsung tak terelakkan melalui medium yang menghubungkan mereka

10. Sistem Kompleks
Sistem kompleks sulit untuk dipahami, sehingga ia pun sulit untuk diprediksi. Kompleksitas itu sendiri bersumber pada banyaknya interaksi di dalam sistem, yang oleh Jervis disebut sebagai 'interkoneksi' (Eugene Bardach, :352). Sedangkan menurut Jay W. Forrester (1968) dan George P. Richardson (1991), sistem yang kompleks adalah sistem dengan feedback loops yang multiple, non-linear, dan high-order. Sistem ini sangat mudah terpengaruh pada perubahan, dikarenakan perilaku sistem yang didominasi oleh struktur interkoneksi baik antar komponen maupun antara komponen dengan sistem itu sendiri.
Forrester (1968) juga menambahkan bahwa terdapat suatu mekanisme “compensating feedback” di dalam sistem kompleks, yang nantinya akan menggagalkan intervensi kebijakan. Misalnya ketika pemerintah menyediakan perumahan bagi warga berpenghasilan rendah dan program lapangan kerja bagi pengangguran, maka kebijakan ini justru menambah tingkat ketergantungan masyarakat, menjadi 'jebakan' kemiskinan, dan mengurangi prospek kota. Sebaliknya ketika pemerintah tidak memberikan kebijakan-kebijakan intervensi seperti itu, maka akan terjadi peningkatan jumlah lapangan pekerjaan dan perekonomian kota secara keseluruhan. Sehingga, meskipun kasus seperti ini menunjukkan proyeksi yang baik, tetapi ia juga bisa memberikan sisi proyeksi yang buruk. Oleh karena itu, secara umum dapat dikatakan bahwa sistem yang kompleks memang sulit diprediksi.
Jika kasus di atas mencerminkan model “top-down”, maka di sisi lain Robert Axelrod (1984, 1997) mengembangkan suatu model “bottom-up” dalam sistem, di mana ia menjadikan agen-agen independen sebagai unit yang berinteraksi berdasarkan strategi tertentu. Dalam model berbasis agen ini, rata-rata kepadatan penduduk mengalami perubahan diakibatkan oleh perbedaan strategi yang digunakan. Dari sini kemudian adanya pemilihan aturan menjadikan perubahan kepadatan tersebut sebagai suatu cara untuk menyebarkan perubahan yang lebih jauh lagi dalam populasi. Sedangkan di dalam bukunya, Axelrod dan Cohen (1999) memberikan saran kepada para manajer organisasi tentang bagaimana memanfaatkan kompleksitas. Caranya yaitu merasa nyaman dengan ide-ide baru, adaptasi sebagai salah satu bagian dari populasi, nilai varietas dan eksperimen, serta potensi desentralisasi dan tumpang tindih kekuasaan.
Dari penjelasan-penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa hampir setiap kebijakan yang mencakup hal-hal penting akan dikaitkan dengan suatu sistem sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang kompleks. Dan dalam hal ini, simulasi komputer dianggap sebagai alat bantu yang tepat dalam memproyeksikan desain kebijakan alternatif (Bardach, 2005 :353).

11. CHAOS THEORY
Jika sistem kompleks dikatakan tidak sensitif terhadap parameternya, maka tidak semuanya adalah benar (Eugene Bardach, :354). Output sistem yang meningkat merupakan hasil perkalian antara pertumbuhan dengan perbedaan antara actual growth dan potential growth. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat sejumah jenis perilaku bergantung pada bagaimana mereka bereaksi secara intensif terhadap produk. Pada tingkat reaktivitas rendah, mereka mendekati titik keseimbangan; pada tingkat yang lebih tinggi, mereka terombang-ambing; pada tingkat yang lebih tinggi lagi mereka goyah dan meledak, dan pada level tertinggi, mereka terurai dan acak (disebut sebagai 'chaotic'). Hal ini terjadi meskipun perilaku mereka sebenarnya sudah ditentukan. Himpunan titik yang menuju ke mana sistem bergerak sepanjang waktu, itulah yang disebut sebagai attractor. Dalam suatu waktu, profil suatu sistem bisa berubah sebagaimana perkembangan perilakunya. Hal inilah yang menyebabkan perilaku sistem berbeda-beda. Di sini, sistem dikatakan sensitif terhadap “initial condition” (Eugene Bardach, :354)
Ketika mempelajari kebijakan, maka kita akan mengalami kesulitan saat harus memilih antara model perubahan chaotic yang diinduksi secara endogen dengan multivariat yang diinduksi secara eksogen. Model chaos hanya dapat diterapkan untuk sistem yang tertutup secara substansial dengan sejarah yang cukup panjang, dan tidak jelas apakah fenomena tersebut eksis dalam jumlah yang besar. Sistem makroekonomi adalah yang paling jelas dalam hal ini. Sayangnya karena chaos sering digunakan secara longgar, mengakibatkan chaos justru menggambarkan tiap proses kompleks yang non linier.
Sistem desentralisasi dengan rangkaian interaksinya dan arus informasi yang kuat di antara para komponennya, dianggap mampu mengembangkan koordinasi dan produktivitas internal. Mereka bersifat “self-organizing”. Kemungkinan terbesar mereka dalam mencapai self-organization terjadi ketika interaksi mereka telah menyentuh tepi dari chaos (Kauffman, 1995). Proposisi ini mungkin berlaku paling efektif untuk sistem non-manusia. Manusia dapat secara purposif menciptakan interaksi, varietas, dan komunikasi yang dibutuhkan dalam suatu sistem yang kompleks tanpa harus mendorong mereka ke titik berbahaya. Yang perlu diperhatikan yaitu bahwa Axelrod dan Cohen (1999, 72) memanfaatkan kompleksitas hampir tanpa mengacu pada chaos.

KESIMPULAN
Dinamika pasti terjadi dalam suatu sistem, dinamika dipengaruhi baik baik dari internal maupun eksternal suatu sistem. Pada sistem terbuka, dinamika terjadi secara fleksibel. Dalam kebijakan publik, dinamika terjadi dalam usaha melakukan kesetimbangan di dalam elemennya. Salah satu dinamika demi kesetimbangan diproyeksikan dalam skema ‘iron triangle’. Suatu kebijakan publik pasti memiliki momentum sebgai pergerakan dalam mencapai tujuan, sekaligus memberi dorongan pada pemangku kepentingannya. Kebijakan publik itu harus didiskusikan terlebih dahulu karena kebijakan publik itu terkait dengan agenda perumusan permasalahan. Akan tetapi tidak menutup kepentingan bahwa kebijakan publik juga mengalami pengulangan (repetisi) yang berpotensi menghambat atau mempercepat perumusan agenda permasalahan. hampir setiap kebijakan yang mencakup hal-hal penting akan dikaitkan dengan suatu sistem sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang kompleks. Dan dalam hal ini, simulasi komputer dianggap sebagai alat bantu yang tepat dalam memproyeksikan desain kebijakan alternatif


Direview dari:
Eugene Bardach. 2005. Policy Dynamics dalam Michael Moran, Martin Rein, Robert Gooding, “Handbook of Foreign Policy”., hlm. 336

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penting! Minum 7 Suplemen Ini di Usia 20-an supaya tetap sehat di usia tua.

Umumnya, usia 20-an adalah usia di mana kita sedang sehat-sehatnya. Nge-gym selama 2 jam? Bisa. Naik gunung hingga berhari-hari? Hayuk. Bega...