Senin, 22 Desember 2014

Resensi novel

Resensi novel

Judul novel   : harimau harimau
penulis           : mochtar lubis
penerbit        : Yayasan Obor Indonesia
tahun terbit             : 2002
tebal               : 220

Sinopsis
Dalam novel “Harimau! Harimau!”, diceritakan bahwa tokoh “Buyung” adalah seorang pemuda yang baru berumur 19 tahun, namun ia telah bekerja untuk mencari nafkah ke hutan belantara. Di hutan, ia tak sendiri, ada Wak Katok, Pak Haji, Pak Balam, Sutan, Sanip, dan Talib yang menemaninya. Mereka bertujuh pergi ke hutan untuk mengumpulkan damar.
Perjalanan mereka yang diceritakan dalam novel kali ini merupakan suatu petualangan yang amat menegangkan. Buyung dan yang lainnya, dikejar-kejar oleh seekor harimau yang kelaparan. Berhari-hari mereka mencoba untuk menyelamatkan diri. Namun, satu persatu dari mereka menjadi korban. Tekanan pun mereka alami, karena ada ancaman harimau yang berada di depan mereka.
Dalam novel ini juga diceritakan dengan lengkap dan terperinci bagaimana watak dan kepribadian masing-masing tokoh. Yang mana di setiap tokoh memiliki kebaikan dan keburukan. Dalam novel ini diceritakan bahwa mereka bertujuh harus mengakui semua kesalahan-kesalahan yang pernah diperbuat. Mengapa? Karena mereka menganggap harimau yang mengejar-ngejar mereka adalah seekor harimau siluman yang diutus Tuhan untuk membinasakan orang-orang yang berdosa. Namun, tak satupun dari mereka yang berani untuk menceritakan hal-hal buruk yang pernah mereka lakukan terhadap satu dan yang lainnya. Salah satu dari mereka menganggap, sebelum membunuh harimau yang memburu-buru mereka, yang tak kalah pentingnya adalah untuk membunuh terlebih dahulu harimau yang berada dalam diri sendiri. Lalu, apa yang terjadi berikutnya? Apakah mereka akan mengaku akan perbuatan dosa yang telah diperbuat agar terelak dari bahaya yang mengancam? Namun, apakah benar, harimau itu adalah seekor harimau siluman?
Novel ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa Jerman, dan sebuah terjemahan dalam bahasa Jepang pun sedang dilakukan. Adapun bahasa yang digunakan dalam novel ini memiliki nilai sastra yang tinggi, sehingga novel ini mendapat Hadiah Yayasan Buku Utama sebagai buku penulisan sastra terbaik di tahun 1975.
Namun, karena penggunaan bahasanya yang tinggi itu sehingga sulit bagi para pembaca awam untuk memahaminya. Kemudian, terdapat beberapa kesalahan penulisan dari novel ini seperti, kata “tupaipun” pada halaman 27 baris 17, yang mana seharusnya ditulis terpisah. Selain itu, menurut saya, banyak terdapat kalimat-kalimat yang tidak sepantasnya ditulisnya atau diceritakan dalam novel ini apabila dibaca oleh siswa, contohnya pada halaman 47 paragraf 4 si penulis terlalu mendeskripsikan hal-hal tabu pada salah satu tokoh.

Unsur intrinsik novel
·    -    Tema : kepemimpinan, yaitu mengenai kebobrokan dalam sifat seorang pemimpin.
·     -   Latar :
-         Tempat : di hutan dan hulu hutan.
-         Waktu : sepanjang malam, dini hari, menjelang maghrib.
-         Suasana : menegangkan.
·        Alur : Dalam novel ini bermacam-macam. Pada bagian pertama dan kedua pengarang menggunakan alur pemikiran. Artinya yang dipentingkan adalah pemikirannya dibandingkan dengan tokoh dan alurnya. Sedangkan pada bagian tiga pengarang menggunakan alur maju (progresif) yang terdiri dari beberapa tahap yaitu : pengenalan, tahap pengawatan, tahap puncak atau klimaks, tahap peleraian, dan tahap penyelesaian.
·        Gaya bahasa : menggunakan gaya bahasa langsung dan gaya bahasa perbandingan.
·        Amanat :
1.     Permasalahan tentang kepemimpinan
Lemahnya tugas kepemimpinan dalam kelompok. Pemimpin tidak mampu mengatur serta membina hubungan yang lebih baik dengan para anggota atau bawahannya. Begitu pula, dia tidak mampu melindungi anggota kelompoknya dari serangan lawan. Dia hanya mementingkan keselamatan dan kepentingan diri sendiri.
2.     Permasalahan Tentang Perkawinan
Tidak adanya kebahagiaan dalam perkawinan. Perkawinan diartikan sebagai sesuatu yang tidak perlu dikaitkan dengan dasar-dasar, nilai-nilai, dan norma-norma tertentu. Ia boleh saja dibentuk atau ditiadakan sekiranya kedua pasangan berkeinginan untuk itu. Jadi kehadiran lembaga perkawinan tidak ada artinya, tidak perlu adanya. Calon suami dan calon istri boleh saja membentuk suatu ikatan perkawinan jika mereka berdua berkeinginan untuk itu. Begitu pula terhadap pasangan suami istri, mereka boleh memutuskan ikatan perkawinannya jika mereka tidak bersesuaian lagi tanpa melalui suatu tatanan nilai-nilai atau norma-norma tertentu.
·        Penokohan :
a.      Pak Haji Rakhmad
Pak Haji Rakhmad berumur 60 tahun. Meskipun umurnya telah lanjut, tetapi badannya masih tetap sehat dan kuat, mata dan pendengarannya masih terang. Mendaki dan menuruni gunung membawa beban damar atau rotan yang berat, menghirup udara segar di alam terbuka yang luas, menyebabkan orang tinggal sehat dan kuat.
B.  Wak Katok
Wak Katok berumur lima puluh tahun. Perawakannya kukuh dan keras, rambutnya masih hitam, kumisnya panjang dan lebat, otot – otot tangan dan kakinya bergumpalan. Tampangnya masih serupa orang yang baru berumur empat puluhan saja.
C.  Pak Balam
Pak Balam sebaya dengan Wak Katok. Orangnya pendiam, badannya kurus, akan tetapi kuat bekerja. Pak Balam dihormati orang di kampung, yang menganggapnya sebagai seorang pahlawan, yang telah berani ikut mengangkat senjata Belanda.
D. Buyung
Pemuda tekun, baik, dan pandai berburu, berumur 19 tahun.
E.  Sanip
Sanip berumur 25 tahun, telah beristri dan punya empat anak. Sanip orangnya periang, tidak pernah memikirkan masalah dengan terlalu serius, tetapi dibawa dengan pikiran yang tenang. Sanip bertubuh pendek dan gemuk.
F.  Talib
Talib berumur 27 tahun, telah mempunyai istri dan 3 orang anak. Talib seorang pendiam kurus dan jangkung dan orang yang berlainan dengan Sanip. Selalu memikirkan masalah dari segi buruknya saja.
G.  Sutan
Sutan berumur 22 tahun dan telah berkeluarga. Sutan adalah seorang penyamun dan mempunyai istri banyak. Seseorang yang akan melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
H. Wak Hitam
Wak Hitam adalah seorang yang tua umurnya hampir tujuh puluh tahun. Orangnya kurus, kulitnya amat hitam. Dia selalu memakai baju serba hitam. Mempunyai istri empat, seorang dukun yang terkenal hebat.Wajahnya menunjukkan kegarangan dan menakutkan. Ada sesuatu dalam dirinya yang menimbulkan rasa segan orang terhadap dirinya.
I.   Siti Rubiyah
Siti adalah istri keempat dari Wak Hitam. Seseorang yang patuh kepada orang tuanya, karena manuruti kehendak orang tuanya untuk menikah dengan Wak Hitam. Sebenarnya adalah wanita yang periang, tetapi menikah dengan Wak Hitam, membuat semuanya berubah. Siti lebih pendiam.

·        Kelebihan novel
Cover novel ini bagus, dengan perpaduan warna orange dan hitam  serta gambar seekor harimau dan seseorang yang sedang memegang senapan. Dari sini pembaca dapat merasakan bahwa cerita dalam novel ini pasti penuh dengan ketegangan. Selain itu gaya bahasa yang digunakan juga mudah dipahami oleh pembaca.

·        Kekurangan novel :

Terdapat kata-kata yang kasar dalam novel ini. Dimana kata-kata itu muncul saat konflik yang terjadi antar tokoh, contohnya seperti kata “bangsat”. Terdapat beberapa kalimat yang menggambarkan pornografi, sehingga dari sini dapat diketahui bahwa novel ini di tujukan untuk orang dewasa. Selain itu juga terdapat beberapa kata-kata yang salah ketik  dan beberapa kalimat yang tidak sesuai dengan EYD dalam novel ini. Akhir cerita dalam novel ini tidak jelas, seolah-olah ceritanya masih bersambung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penting! Minum 7 Suplemen Ini di Usia 20-an supaya tetap sehat di usia tua.

Umumnya, usia 20-an adalah usia di mana kita sedang sehat-sehatnya. Nge-gym selama 2 jam? Bisa. Naik gunung hingga berhari-hari? Hayuk. Bega...