Resensi
novel
Judul novel : harimau
harimau
penulis : mochtar lubis
penerbit : Yayasan Obor Indonesia
tahun terbit : 2002
tebal : 220
penulis : mochtar lubis
penerbit : Yayasan Obor Indonesia
tahun terbit : 2002
tebal : 220
Sinopsis
Dalam novel “Harimau! Harimau!”, diceritakan bahwa tokoh
“Buyung” adalah seorang pemuda yang baru berumur 19 tahun, namun ia telah
bekerja untuk mencari nafkah ke hutan belantara. Di hutan, ia tak sendiri, ada
Wak Katok, Pak Haji, Pak Balam, Sutan, Sanip, dan Talib yang menemaninya.
Mereka bertujuh pergi ke hutan untuk mengumpulkan damar.
Perjalanan mereka yang diceritakan dalam novel kali ini
merupakan suatu petualangan yang amat menegangkan. Buyung dan yang lainnya,
dikejar-kejar oleh seekor harimau yang kelaparan. Berhari-hari mereka mencoba
untuk menyelamatkan diri. Namun, satu persatu dari mereka menjadi korban.
Tekanan pun mereka alami, karena ada ancaman harimau yang berada di depan
mereka.
Dalam novel ini juga diceritakan dengan lengkap dan
terperinci bagaimana watak dan kepribadian masing-masing tokoh. Yang mana di
setiap tokoh memiliki kebaikan dan keburukan. Dalam novel ini diceritakan bahwa
mereka bertujuh harus mengakui semua kesalahan-kesalahan yang pernah diperbuat.
Mengapa? Karena mereka menganggap harimau yang mengejar-ngejar mereka adalah
seekor harimau siluman yang diutus Tuhan untuk membinasakan orang-orang yang
berdosa. Namun, tak satupun dari mereka yang berani untuk menceritakan hal-hal
buruk yang pernah mereka lakukan terhadap satu dan yang lainnya. Salah satu
dari mereka menganggap, sebelum membunuh harimau yang memburu-buru mereka, yang
tak kalah pentingnya adalah untuk membunuh terlebih dahulu harimau yang berada
dalam diri sendiri. Lalu, apa yang terjadi berikutnya? Apakah mereka akan
mengaku akan perbuatan dosa yang telah diperbuat agar terelak dari bahaya yang
mengancam? Namun, apakah benar, harimau itu adalah seekor harimau siluman?
Novel ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, bahasa
Belanda, bahasa Jerman, dan sebuah terjemahan dalam bahasa Jepang pun sedang
dilakukan. Adapun bahasa yang digunakan dalam novel ini memiliki nilai sastra
yang tinggi, sehingga novel ini mendapat Hadiah Yayasan Buku Utama sebagai buku
penulisan sastra terbaik di tahun 1975.
Namun, karena penggunaan bahasanya yang tinggi itu sehingga
sulit bagi para pembaca awam untuk memahaminya. Kemudian, terdapat beberapa
kesalahan penulisan dari novel ini seperti, kata “tupaipun” pada halaman 27
baris 17, yang mana seharusnya ditulis terpisah. Selain itu, menurut saya,
banyak terdapat kalimat-kalimat yang tidak sepantasnya ditulisnya atau
diceritakan dalam novel ini apabila dibaca oleh siswa, contohnya pada halaman
47 paragraf 4 si penulis terlalu mendeskripsikan hal-hal tabu pada salah satu
tokoh.
Unsur intrinsik novel
· - Tema : kepemimpinan, yaitu mengenai kebobrokan dalam
sifat seorang pemimpin.
· - Latar :
-
Tempat : di hutan dan hulu hutan.
-
Waktu : sepanjang malam, dini hari, menjelang maghrib.
-
Suasana : menegangkan.
·
Alur : Dalam novel ini bermacam-macam. Pada bagian
pertama dan kedua pengarang menggunakan alur pemikiran. Artinya yang
dipentingkan adalah pemikirannya dibandingkan dengan tokoh dan alurnya.
Sedangkan pada bagian tiga pengarang menggunakan alur maju (progresif) yang
terdiri dari beberapa tahap yaitu : pengenalan, tahap pengawatan, tahap puncak
atau klimaks, tahap peleraian, dan tahap penyelesaian.
·
Gaya bahasa : menggunakan gaya bahasa langsung dan
gaya bahasa perbandingan.
·
Amanat :
1. Permasalahan
tentang kepemimpinan
Lemahnya
tugas kepemimpinan dalam kelompok. Pemimpin tidak mampu mengatur serta membina
hubungan yang lebih baik dengan para anggota atau bawahannya. Begitu pula, dia
tidak mampu melindungi anggota kelompoknya dari serangan lawan. Dia hanya
mementingkan keselamatan dan kepentingan diri sendiri.
2. Permasalahan
Tentang Perkawinan
Tidak
adanya kebahagiaan dalam perkawinan. Perkawinan diartikan sebagai sesuatu yang
tidak perlu dikaitkan dengan dasar-dasar, nilai-nilai, dan norma-norma
tertentu. Ia boleh saja dibentuk atau ditiadakan sekiranya kedua pasangan
berkeinginan untuk itu. Jadi kehadiran lembaga perkawinan tidak ada artinya,
tidak perlu adanya. Calon suami dan calon istri boleh saja membentuk suatu
ikatan perkawinan jika mereka berdua berkeinginan untuk itu. Begitu pula
terhadap pasangan suami istri, mereka boleh memutuskan ikatan perkawinannya
jika mereka tidak bersesuaian lagi tanpa melalui suatu tatanan nilai-nilai atau
norma-norma tertentu.
·
Penokohan :
a. Pak Haji
Rakhmad
Pak Haji Rakhmad berumur 60 tahun. Meskipun umurnya
telah lanjut, tetapi badannya masih tetap sehat dan kuat, mata dan
pendengarannya masih terang. Mendaki dan menuruni gunung membawa beban damar
atau rotan yang berat, menghirup udara segar di alam terbuka yang luas,
menyebabkan orang tinggal sehat dan kuat.
B. Wak Katok
Wak Katok berumur lima puluh tahun. Perawakannya kukuh
dan keras, rambutnya masih hitam, kumisnya panjang dan lebat, otot – otot
tangan dan kakinya bergumpalan. Tampangnya masih serupa orang yang baru berumur
empat puluhan saja.
C. Pak Balam
Pak Balam sebaya dengan Wak Katok. Orangnya pendiam,
badannya kurus, akan tetapi kuat bekerja. Pak Balam dihormati orang di kampung,
yang menganggapnya sebagai seorang pahlawan, yang telah berani ikut mengangkat
senjata Belanda.
D. Buyung
Pemuda tekun, baik, dan pandai berburu, berumur 19
tahun.
E. Sanip
Sanip berumur 25 tahun, telah beristri dan punya empat
anak. Sanip orangnya periang, tidak pernah memikirkan masalah dengan terlalu
serius, tetapi dibawa dengan pikiran yang tenang. Sanip bertubuh pendek dan
gemuk.
F. Talib
Talib berumur 27 tahun, telah mempunyai istri dan 3
orang anak. Talib seorang pendiam kurus dan jangkung dan orang yang berlainan
dengan Sanip. Selalu memikirkan masalah dari segi buruknya saja.
G. Sutan
Sutan berumur 22 tahun dan telah berkeluarga. Sutan
adalah seorang penyamun dan mempunyai istri banyak. Seseorang yang akan
melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
H. Wak Hitam
Wak Hitam adalah seorang yang tua umurnya hampir tujuh
puluh tahun. Orangnya kurus, kulitnya amat hitam. Dia selalu memakai baju serba
hitam. Mempunyai istri empat, seorang dukun yang terkenal hebat.Wajahnya
menunjukkan kegarangan dan menakutkan. Ada sesuatu dalam dirinya yang
menimbulkan rasa segan orang terhadap dirinya.
I. Siti
Rubiyah
Siti adalah istri keempat dari Wak Hitam. Seseorang
yang patuh kepada orang tuanya, karena manuruti kehendak orang tuanya untuk
menikah dengan Wak Hitam. Sebenarnya adalah wanita yang periang, tetapi menikah
dengan Wak Hitam, membuat semuanya berubah. Siti lebih pendiam.
·
Kelebihan novel
Cover novel ini bagus, dengan perpaduan warna orange
dan hitam serta gambar seekor harimau
dan seseorang yang sedang memegang senapan. Dari sini pembaca dapat merasakan
bahwa cerita dalam novel ini pasti penuh dengan ketegangan. Selain itu gaya
bahasa yang digunakan juga mudah dipahami oleh pembaca.
·
Kekurangan novel :
Terdapat kata-kata yang kasar dalam novel ini. Dimana
kata-kata itu muncul saat konflik yang terjadi antar tokoh, contohnya seperti
kata “bangsat”. Terdapat beberapa kalimat yang menggambarkan pornografi,
sehingga dari sini dapat diketahui bahwa novel ini di tujukan untuk orang
dewasa. Selain itu juga terdapat beberapa kata-kata yang salah ketik dan beberapa kalimat yang tidak sesuai dengan
EYD dalam novel ini. Akhir cerita dalam novel ini tidak jelas, seolah-olah
ceritanya masih bersambung.