Rabu, 04 Mei 2016

Hukum Internasional


MAKALAH SISTEM HUKUM INDONESIA
“ HUKUM INTERNASIONAL “

Diajukan Sebagai Salah Satu Untuk Memenuhi Tugas dalam Mata Kuliah Sistem Hukum Indonesia

NAMA KELOMPOK : 5
HARI AZHARI
15101033
NIHUAT
15101062
RONO APRIANSYAH
15101082
DONI PRASTOMO
15101020
RIALDI R.
15101115
TIA SUTRA ANDINI
15101091
LETRI WIDYA WATI
15101044
MAYSARAH
15101051
NURUL KHAIVA
15101067
MUSTIKA WATI
15101058
ADE TRISHA REVA NANDA
15101117

DOSEN PEMBIMBING :
SRI AMBARINAH, MPM

SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK RAJA HAJI
TANJUNG PINANG
2015-2016


KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini dengan sebaik mungkin. Makalah ini merupakan salah satu bagian tugas Mata Kuliah Sistem Hukum Indonesia.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman tentang masalah Hukum Internasional yang sangat diperlukan dengan suatu harapan mendapat penjelasan tentang masalah tersebut dan melakukan apa yang menjadi tugas kami sebagai mahasiswa, yang mengikuti mata kuliah “ Sistem Hukum Indonesia “.
Dalam proses pendalaman materi Sistem Hukum Indonesia ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Ibu Sri Ambarinah, MPM selaku dosen Matakuliah.
Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat.




Tanjung Pinang, 23 April 2016






DAFTAR ISI
Kata pengantar......................................................................................................2
Daftar isi...............................................................................................................3
Bab I pendahuluan................................................................................................4
1.1            Latar Belakang.................................................................................................4

1.2            Rumusan Masalah............................................................................................5

1.3            Tujuan..............................................................................................................5
Bab II Pembahasan...............................................................................................7
2.1 Sistem Hukum dan Peradilan Internasional....................................................7

2.2 Pengertian Hukum Internasional..................................................................11

2.3 Asas dan Sumber Hukum Internasional........................................................11

2.4 Subjek Hukum Internasional........................................................................12

2.5 Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional..........................14

2.6 Sengketa Internasional dan Mahkamah Internasional..................................17
Bab III Penutup...................................................................................................21
3.1 Kesimpulan...................................................................................................21

3.2 Kritik dan Saran............................................................................................22

3.3 Daftar Pustaka...............................................................................................23

BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Persoalan mengenai hukum internasional selalu memberikan kesan yang menarik untuk di bahas. Topik ini senantiasa memberikan daya tarik yang tinggi pada setiap orang. Secara teori hukum internasional mengacu pada peraturan-peraturan dan norma-norma yang mengatur tindakan Negara-negara dan kesatuan lain yang pada suatu saat akan diakui mempunyai kepribadian internasional, seperti misalnya organisasi internasional dan individu, dalam hal hubungan satu dengan yang lainnya.
Negara-negara perlu hidup bersama-sama. Hukum internasional disusun dan lahir karena kebutuhan dan dirancang untuk mencapai ketertiban dan perdamaian dunia. Suatu sistem yang bertujuan untuk men-cap suatu negara sebagai “bersalah” dan negara lain sebagai “tidak bersalah” dan partisipasi utama dari Sistem Hukum Internasional yaitu negara-negara yang semuanya diperlakukan sebagai pemilik kedaulatan yang sama.
Hubungan-Hubungan Internasional yang diadakan antar negara tidak selamanya terjalin dengan baik. Seringkali hubungan itu menimbulkan sengketa di antara mereka. Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber potensi sengketa. Sumber potensi sengketa antar negara dapat berupa perbatasan, sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dll. Manakala hal demikian itu terjadi, hukum internasional memainkan peranan yang tidak kecil dalam penyelesaiannya. 
Seiring perkembangan zaman, hukum internasional juga terus berkembang. Sejak pergaulan internasional makin meningkat menjelang abad 19 Hukum Internasional telah menjadi suatu sistem universal dan pada abad 20 telah merupakan suatu perluasan yang tidak ada tandingannya.
Upaya-upaya penyelesaian terhadapnya telah menjadi perhatian yang cukup penting di masyarakat internasional sejak awal abad ke- 20. Upaya-upaya ini ditujukan untuk menciptakan hubungan-hubungan antara negara yang lebih baik berdasarkan prinsip perdamaian dan keamanan internasional.
                                                                                                         
                                                                                                                  
Hal itulah yang sangat menarik untuk kita amati, bagaimana peranan yang seharusnya dilakukan oleh hukum internasional dalam menegakkan keadilan demi tercapainya perdamaian dunia.

2. Rumusan Masalah
Adapun inti dari permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
a.       Apa itu hukum internasional?
b.      Bagaimana perkembangan hukum internasional saat ini?
c.       Bagaimana peran hukum internasional terhadap perdamaian dunia?

3. Tujuan
            Tujuan disusunya makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Sistem Hukum Indonesia” yang diberikan kepada Penulis serta agar mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa dapat melihat bagaimana kenyataan dari penegakan hukum internasional pada saat ini.














BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sistem Hukum dan Peradilan Internasional
Sistem Hukum Internasional
Sistem Hukum Internasional, adalah satu kesatuan hukum yang berlaku untuk komunitas internasional ( semua negara-negara di dunia) yang harus dipatuhi dan ditaati oleh setiap negara.
Sistem Hukum Internasional juga merupakan aturan-aturan yang telah diciptakan bersama oleh negara-negara anggota yang melintasi batas-batas negara.
Kepatuhan terhadap sistem hukum internasional tersebut, adakalanya karena negara tersebut terlibat langsung dalam proses pembuatan dan  tidak sedikit juga yang tinggal meratifikasinya.
Sistem Peradilan Internasional
Sistem peradilan internasional adalah unsur-unsur atau komponen-komponen lembaga peradilan internasional yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu kesatuan dalam rangka mencapai keadilan internasional. Komponen-komponen dalam lembaga peradilan internasional adalah:
1. Mahkamah Internasional (International Court of Justice)

Mahkamah Internasional merupakan badan peradilan dunia yang berkedudukan di Den Haag. Lembaga ini berperan untuk mencegah terjadinya pertikaian antar negara. Mahkamah Internasional merupakan kelanjutan dari Mahkamah Tetap Peradilan Internasional yang dibentuk berdasarkan Pasal XIV Covenant Liga Bangsa-Bangsa. Pembentukan Mahkamah Internasional.
Mahkamah Internasional merupakan bagian integral dari PBB. Maka dari itu, semua anggota PBB merupakan anggota Statuta Mahkamah Internasional.
a. Struktur hakim
Mahkamah Internasional terdiri dari 15 orang hakim. Mereka dipilih berdasarkan suara mayoritas mutlak dalam suatu pertemuan terpisah di Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB. Pemilihan hakim didasarkan pada Pasal 4 Statuta Mahkamah Interansional.
Nama-nama calon hakim Mahkamah Internasional diusulkan oleh kelompok-kelompok negara yang khusus ditugaskan untuk itu. Calon-calon hakim tersebut harus memiliki moral yang tinggi (high moral characteristic). Calon hakim tersebut juga harus memiliki persyaratan-persyaratan di negaranya untuk menduduki kepangkatan hakim tertinggi. Dia juga harus diakui kompetensinya dalam hukum internasional.
Statuta Mahkamah mensyaratkan bahwa pemilihan hakim tanpa memandang kebangsaan (nasionalitasnya). Namun, dalam pelaksanaan faktor kebangsaan sangat dominan karena pengangkatannya ditentukan oleh faktor geografi s.
Dalam praktiknya hakim Mahkamah Internasional menganut pembagian sebagai berikut:
1) 5 orang dari negara-negara Barat,
2) 3 orang dari negara-negara Afrika,
3) 3 orang dari negara-negara Asia,
4) 2 orang dari negara-negara Eropa Timur,
5) 2 orang dari negara-negara Amerika Latin.
Dalam praktek yang tidak tertulis 5 orang hakim berasal dari negara-negara anggota tetap DK PBB menjadi anggota dari Mahkamah Internasional. Hakim Mahkamah Internasional dipilih untuk jangka waktu 9 tahun dan setelah itu dapat dipilih kembali.
Seorang hakim yang berasal dari negara tertentu tidak perlu mengundurkan diri apabila negaranya terlibat sengketa dan dia sendiri yang mengadilinya. Dalam perkembangannya apabila suatu negara terlibat sengketa dan komposisi hakim tidak ada hakim dari negara yang bersangkutan maka negara tersebut dapat meminta dipilih hakim ad-hoc. Hakim ad-hoc ini dipilih diluar dari 15 orang hakim Mahkamah.
Mahkamah Internasional dalam menyelesaikan sengketanya dapat memeriksa dengan seluruh anggotanya atau cukup beberapa hakim anggota yang disebut chamber.
b. Yurisdiksi atau kewenangan
Mahkamah Internasional memiliki wewenang untuk mengadili semua sengketa yang diserahkan para pihak dalam semua persoalan yang ditetapkan oleh Piagam PBB, perjanjian internasional, atau konvensi internasional yang berlaku. Hal terebut sebagaimana diatur dalam Pasal 36 Ayat 1 Piagam PBB tentang Yurisdiksi Mahkamah Internasional. Yurisdiksi Mahkamah Internasional lahir berdasarkan kesepakatan yang dituangkan dalam suatu perjanjian khusus (special agreement), di mana dalam klausulnya para pihak yang bersengketa sepakat untuk menyerahkan sengketanya ke Mahkamah Interansional.
Menurut Pasal 34 Statuta Mahkamah Internasional, kewenangan mengadili dari Mahkamah Internasional hanya berlaku untuk negara saja. Ada 3 prinsip yang berlaku sehubungan dengan Pasal 34 Statuta Mahkamah Internasional ini, yaitu:
1) Semua negara anggota PBB ipso facto (dalam kenyataannya) adalah anggota/peserta dari Mahkamah Internasional.
2) Suatu negara yang bukan anggota PBB dapat menjadi peserta pada statuta Mahkamah apabila negara tersebut bersedia:
a) Menerima isi ketentuan Statuta Mahkamah Internsional.
b) Menerima dan melaksanakan putusan Mahkamah Internasional.
c) Bersedia memberikan sumbangan keuangan untuk menutup ongkos-ongkos yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Internasional.
3) Penyerahan suatu sengketa kepada Mahkamah Internasional didasarkan kesepakatan dari kedua belah pihak.
2. Mahkamah Kejahatan Internasional (International Criminal Court)
Perserikatan Bangsa-bangsa membentuk sebuah lembaga peradilan yang bernama Mahkamah Kejahatan Internasional. Pembentukan lembaga ini disahkan melalui Konferensi Internasional di Roma, Italia, pada bulan Juni 1998.
a. Struktur hakim
Mahkamah Kejahatan Internasional terdiri dari 18 orang hakim yang bertugas selama sembilan tahun tanpa dapat dipilih kembali. Para hakim dipilih berdasarkan dua per tiga suara Majelis Negara Pihak, yang terdiri atas negara-negara yang telah meratifi kasi Statuta Roma.
Paling tidak separuh dari para hakim tersebut memiliki kompetensi di bidang hukum pidana dan acara pidana. Sementara paling tidak lima lainnya mempunyai kompetensi di bidang hukum internasional, misalnya saja hukum humaniter internasional, dan hukum HAM internasional.
Dalam memilih para hakim, negara pihak harus memperhitungkan perlunya representasi berdasarkan prinsip-prinsip sistem legal di dunia, keseimbangan geografis, dan keseimbangan gender.
Para hakim akan disebar dalam tiga bagian yaitu pra-peradilan, peradilan, dan peradilan banding. Mayoritas absolut dari Majelis Negara Pihak akan menetapkan jaksa penuntut dan satu atau lebih wakil jaksa penuntut dengan masa kerja sembilan tahun, dan tidak dapat dipilih kembali. Orang-orang ini haruslah memiliki pengalaman praktik yang luas dalam penuntutan atau penyidangan kasus-kasus pidana. Jaksa akan bertindak atas penyerahan dari negara pihak atau Dewan Keamanan PBB, dan dapat juga berinisiatif melakukan penyelidikan atas kehendak sendiri (propio motu).
b. Yurisdiksi atau kewenangan hukum
Berbeda dengan Mahkamah Internasional, yurisdiksi (kewenangan hukum) Mahkamah Kejahatan Internasional ini adalah di bidang hukum pidana internasional. Lembaga ini mengadili individu pelanggar hak asasi manusia internasional yang berupa kejahatan perang, genosida (pemusnahan ras), kejahatan humaniter (kemanusiaan), dan kejahatan agresi.
3. Panel Khusus dan Panel Spesial Pidana Internasional
Panel Khusus Pidana Internasional dan Panel Spesial Pidana Internasional adalah lembaga peradilan internasional yang berwenang mengadili para tersangka yang melakukan kejahatan berat internasional yang bersifat tidak permanen atau hanya untuk sementara. Kedua panel peradilan internasional ini dibubarkan setelah menyelesaikan peradilan.
a. Struktur hakim
Perbedaan antara Panel Khusus Pidana Internasional dan Panel Spesial Pidana Internasional ini terletak pada komposisi penuntut dan hakim ad hoc-nya. Panel Khusus Pidana Internasional komposisi penuntut dan hakim ad hoc-nya sepenuhnya ditentukan berdasarkan ketentuan peradilan internasional. Sedangkan pada Panel Spesial Pidana Interansional komposisi penuntut dan hakim ad hoc-nya merupakan gabungan antara peradilan nasional dan internasional.
b. Yurisdiksi atau kewenangan
Yurisdiksi atau kewenangan Panel Khusus dan Spesial Pidana Internasional menyangkut tindakan kejahatan perang dan genosida tanpa melihat apakah negara dari si pelaku tersebut sudah meratifikasi Statuta Roma atau belum. Hal ini berbeda dengan yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional yang didasarkan pada negara-negara yang telah meratifikasi Statuta Roma.

2.2 Pengertian Hukum Internasional
Pengertian hukum internasional menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, Hukum Internasional merupakan seluruh kaidah dan asas yang mengatur hubungan maupun persoalan yang melintasi batas-batas negara baik antara negara dengan negara maupun negara dengan subjek hukum internasional lainnya.
Hukum internasional terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
1.     Hukum Perdata Internasional
Merupakan hukum internasional yang mengatur hubungan antara hukum dan warga negara di suatu negara dengan warga negara dari negara lain. Hukum perdata internasional juga disebut hukum antar bangsa.
2.     Hukum Publik Internasional
Merupakan hukum internasional yang mengatur hubungan antara negara yang satu dengan negara lainnya dalam hubungan internasional. Hukum publik internasional juga disebut Hukum Antarnegara.

2.3 Asas dan Sumber Hukum Internasional
Asas – asas hukum internasional
Asas yang berlaku di dalam hukum internasional, diantaranya :
a.     Asas Teritorial
Asas ini menyatakan bahwa negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan juga semua barang yang berada dalam wilayah negara tersebut.
b.     Asas kebangsaan
Asas ini menyatakan bahwa hukum negara tetap berlaku bagi seorang warganegara walaupun ia berada di negara lain. Asas ini mempunyai kekuataan ekstrateritorial.
c.      Asas kepentingan umum
Asas ini menyatakan bahwa hukum negara tidak terlihat pada batas-batas wilayah suatu negara karena hukum menyesuaikan diri dengan semua keadaan maupun peristiwa yang menyangkut kepentingan umum.

2.4 Subjek Hukum Internasional
Menurut Starke, subjek hukum internasional terdiri atas negara, tahta suci, Palang Merah Internasional, organisasi internasional, orang-perorangan (individu), pemberontak dan pihak-pihak yang bersengketa.
1. Negara
Sejak lahirnya hukum internasional, negara sudah diakui sebagai subjek hukum internasional. Bahkan, hingga sekarang pun masih ada anggapan bahwa hukum internasional pada hakikatnya adalah hukum antar negara. Dalam suatu negara federal, pengembang hak dan kewajiban subjek hukum internasional adalah pemerintah federal. Tetapi, adakalanya konstitusi federal memungkinkan negara bagian (state) mempunyai hak dan kewajiban yang terbatas atau melakukan hal yang biasanya dilakukan oleh pemerintah federal. Sebagai contoh, dalam sejarah ketatanegaraan USSR (Union of Soviet Socialist Republics) dulu, Konstitusi USSR (dalam batas tertentu) memberi kemungkinan kepada negara-negara bagian seperti Byelo-Rusia dan Ukraina untuk mengadakan hubungan luar negeri sendiri di samping USSR.
2. Takhta Suci
Di samping negara, sejak dulu Takhta Suci (Vatikan) merupakan subjek hukum internasional. Hal ini merupakan peninggalan sejarah masa lalu. Ketika itu, Paus bukan hanya merupakan kepala Gereja Roma, tetapi memiliki pula kekuasaan duniawi. Hingga sekarang, Takhta Suci mempunyai perwakilan diplomatik di banyak ibukota negara, termasuk di Jakarta.
Takhta Suci merupakan suatu subjek hukum dalam arti yang penuh. Oleh karena itu, Takhta Suci mempunyai kedudukan sejajar dengan negara. Kedudukan seperti itu terjadi terutama setelah diadakannya perjanjian antara Italia dan Takhta suci pada tanggal 11 Februari 1929, yang dikenal sebagai Perjanjian Lateran (Lateran Treaty). Berdasarkan perjanjian itu, pemerintah Italia antara lain mengembalikan sebidang tanah di Roma kepada Takhta Suci. Dalam sebidang tanah itulah kemudian didirikan Negara Vatikan.
3. Palang Merah Internasional
Palang Merah Internasional (PMI), yang berkedudukan di Jenewa, mempunyai tempat tersendiri dalam sejarah hukum internasional. Kedudukan Palang Merah Internasional sebagai subjek hukum internasional lahir karena sejarah masa lalu. Pada umumnya, kini Palang Merah Internasional diakui sebagai organisasi internasional yang memiliki kedudukan sebagai subjek hukum internasional, walaupun dengan ruang lingkup terbatas. Dengan kata lain, Palang Merah Internasional bukan merupakan subjek hukum internasional dalam arti yang penuh.
4. Organisasi Internasional
Kedudukan organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional sekarang tidak diragukan lagi. Memang, pada mulanya belum ada kepastian mengenai hal tersebut. Organisasi internasional, seperti Perserikatan Bangsa- Bangsa dan Organisasi Buruh Internasional (ILO) mempunyai hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam konvensi-konvensi internasional. Berdasarkan kenyataan ini, dapat dikatakan bahwa PBB dan organisasi internasional semacam itu merupakan subjek hukum internasional. Setidaknya, hal itu didasarkan pada hukum internasional khusus yang bersumberkan konvensi internasional.
5. Orang Perseorangan (Individu)
Orang perseorangan juga dapat dianggap sebagai subjek hukum internasional, meskipun dalam arti yang terbatas. Dalam perjanjian perdamaian Versailles tahun 1919, yang mengakhiri Perang Dunia I antara Jerman dengan Inggris dan Perancis (bersama sekutunya masing-masing), sudah terdapat pasal-pasal yang memungkinkan orang perseorangan mengajukan perkara ke hadapan Mahkamah Arbitrase Internasional. Dengan demikian, sejak itu sudah ditinggalkan dahlil lama bahwa hanya negara yang bisa menjadi pihak di depan suatu peradilan internasional.
Dalam proses di muka Mahkamah Penjahat Perang yang diadakan di Nuremberg dan Tokyo, bekas para pemimpin perang Jerman dan Jepang dituntut sebagai orang perseorangan atau individu atas perbuatan yang dikualifikasikan sebagai kejahatan terhadap perdamaian, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang atau pelanggaran terhadap hukum perang dan permufakatan jahat.
6. Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa (Belligerent)
Menurut hukum perang, dalam beberapa keadaan tertentu, pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa (belligerent). Akhir-akhir ini muncul perkembangan baru yang mirip dengan pengakuan terhadap status pihak yang bersengketa dalam perang. Namun, perkembangan baru tersebut memiliki ciri lain yang khas. Perkembangan baru tersebut adalah, adanya pengakuan terhadap gerakan pembebasan, seperti Gerakan Pembebasan Palestina (PLO).
Pengakuan terhadap gerakan pembebasan sebagai subjek hukum internasional tersebut merupakan perwujudan dari suatu pandangan baru. Pandangan baru tersebut terutama dianut oleh negara-negara dunia ketiga. Mereka mendasarkan diri pada pemahaman, bahwa bangsa-bangsa mempunyai hak asasi seperti: hak menentukan nasib sendiri; hak secara bebas memilih sistem ekonomi, politik, dan sosial mandiri; dan hak menguasai sumber kekayaan alam di wilayah yang didiaminya.

2.5 Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional
1.    Tempat hukum internasional dalam tata hukum secara keseluruhan
Persoalan tempat hukum internasional dalam rangka hukum secara keseluruhan didasarkan atas anggapan bahwa sebagai suatu bidang hukum :
“ Hukum Internasional merupakan bagian dari hukum pada umumnya. Hal ini tidak dapat dielakkan apabila kita hendak melihat hukum internasional sebagai perangkat ketentuan dan asas yang efektif yang benar-benar hidup dalam kenyataan, sehingga mempunyai hubungan dengan hukum nasional”
Karena pentingnya hukum nasional masing-masing negara dalam konstelasi politik dunia dewasa ini, dengan sendirinya penting pula persoalan bagaimanakah hubungan antara berbagai hukum nasional itu dengan  hukum internasional.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa dalam teori ada dua pandangan tentang hukum internasional yaitu:
-       Pandangan yang dinamakan “Voluntarisme” yang mendasarkan berlakunya hukum internasional ini pada kemauan negara.
-       Pandangan yang “objektivitas” yang menganggap ada dan berlakunya hukum internasional ini pada kemauan negara.
Dari pandangan yang berbeda di atas menimbulkan akibat yang berbeda yaitu:
-       Pandangan “Voluntarisme” mengakibatkan adanya hukum internasional dan hukum nasional sebagai dua satuan perangkat hukum yang hidup berdampingan dan terpisah.
-       Pandangan objektivitas menganggapnya dua bagian dari satu kesatuan perangkat hukum . Hal ini erat hubunganya dengan persoalan  hubungan hierarki antara kedua perangkat hukum itu baik masing-masing berdiri sendiri maupun dua perangkat hukum itu merupakan dari satu kesatuan dari satu keseluruhan tata hukum yang sama.
a.    Aliran Dualisme
Tokoh utama dari aliran ini ialah “Triepel” seorang pemuka aliran positivism dan “Anzilotti” pemuka aliran positivisme dari italia.
Menurut paham dualism, “ daya ikat hukum internasional bersumber pada kemauan negara”, hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang terpisah satu dari yang lainnya.
Alasan terletak atau didasarkan pada kenyataan diantaranya, yaitu :
1.)   Kedua perangkat hukum tersebut yakni hukum nasional dan hukum internasional mempunyai sumber yang berlainan, hukum nasional bersumber pada “kemauan negara”, sedangkan hukum internasional bersumber pada kemauan bersama masyarakat negara.
2.)   Berlainan subjek hukumnya
Subjek hukum nasional adalah orang-perorangan, sedangkan subjek hukum dari hukum internasional adalah negara.
3.)   Perbedaan dalam strukturnya
Lembaga yang diperlukan untuk melaksanakan hukum dalam kenyataannya seperti; mahkamah dan organ eksekutif hanya ada dalam hukum nasional.
4.)   Daya laku atau keabsahan kaidah hukum nasional tidak terpengaruh oleh kenyataan bahwa hukum nasional itu bertentangan dengan hukum internasional.
Akibat Pandangan Dualisme ini, antara  lain :
1.)   Kaidah-kaidah dari perangkat hukum yang satu tidak mungkin bersumber atau berdasar pada perangkat hukum yang lain. (tidak ada persoalan hierarki)
2.)   Tidak mungkin ada pertentangan antara kedua perangkat hukum tersebut.
3.)   Ketentuan hukum internasional memerlukan transformasi menjadi hukum nasional.
b.    Paham Aliran Monisme
Paham monisme didasarkan atas pemikiran kesatuan dari seluruh hukum yang mengatur hidup manusia. Dengan demikian hukum internasional dan hukum nasional merupakan bagian dari satu kesatuan yang lebih besar yaitu hukum yang mengatur kehidupan manusia.
Akibat pandangan ini:
Ø  Bahwa antara dua perangkat ketentuan hukum ini. mungkin ada hubungan hierarki.
Persoalan hierarki antara dua perangkat hukum (hukum nasional dan hukum internasional) ini. Melahirkan beberapa sudut pandang yang berbeda dalam aliran monisme. Mengenai hukum manakah yang utama. Ada pihak yang beranggapan bahwa dalam hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional yang utama adalah hukum nasional dan ada pandangan yang sebaliknya yaitu bahwa hukum internasional yang pertama disebut “Paham monisme dengan primat hukum nasional “ dan pandangan yang kedua disebut “ Paham monisme dengan primat hukum internasional”
-       Pandangan monisme dengan primat hukum nasional
Menurut pandangan monisme dengan primat nasional ini, hukum internasional itu tidak lain dari atau merupakan lanjutan hukum nasional atau tidak lain dari hukum nasional untuk urusan luar negeri atau “Auszeres Staatsrecht
Pandangan monisme dengan primat hukum nasional ini pada hakikatnya menganggap bahwa hukum internasional itu bersumber pada hukum nasional.
Alasan utama anggapan ini ialah ;
1.)   Bahwa tidak ada satu organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara-negara di dunia.
2.)   Dasar hukum internasional yang mengatur hubungan internasional terletak dalam wewenang negara untuk mengadakan perjanjian internasional.
Kelemahan paham monisme ini, ialah :
1.)   Terlalu memandang hukum itu sebagai hukum yang tertulis saja, sehingga sebagai hukum internasional dianggap hanya hukum yang bersumberkan perjanjian internasional saja.
2.)   Bahwa pada hakikatnya pendirian paham monisme dengan primat hukum nasional ini merupakan penyangkalan terhadap adanya hukum internasional , sebab apabila terikatnya negara pada hukum internasional digantungkan pada hukum nasional. Hal ini sama-sama saja menggantungkan berlakunya hukum internasional itu pada kemauan negara.
-       Paham monisme dengan primat hukum internasional
1.)   Hukum nasional itu bersumber pada hukum internasional karena hukum ini secara hierarkis lebih tinggi dari hukum nasional.
2.)   Hukum nasional tunduk pada hukum internasional dan pada hakikatnya kekuatan mengikatnya berdasarkan “ Pendelegasian  wewenang “ dari hukum internasional.
Kelemahan paham monisme ini :
1.)   Pandangan bahwa hukum nasional, itu tergantung kepada hukum internasional (juga kekuatannya ) seolah-olah mendahlilkan bahwa hukum internasional telah ada lebih dahulu dari hukum nasional.
2.)   Tidak benar bahwa hukum nasional itu kekuatan mengikatnya diperoleh dari hukum internasional.

2.6 Sengketa Internasional dan Mahkamah Internasional
Sengketa Internasional
Sengketa internasional (International despute), adalah perselisihan yang terjadi antara Negara dengan Negara, Negara dengan individu-individu, atau Negara dengan lembaga internasional yang menjadi subjek hukum internasional.

1.       Sebab-sebab terjadinya Sengketa Internasional
               a. Salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya dalam perjanjiann internasional.
b. Perbedaan penafsiran mengenai isi perjanjian internasional
c. Perebutan sumber-sumber ekonomi
d. Adanya intervensi terhadap kedaulatan Negara lain.
f. Penghinaan terhadap harga diri bangsa.

2.       Cara Penyelesaian Sengketa Internasional
               Ada dua cara penyelesaian sengketa internasional, yaitu secara damai dan paksa, kekerasan atau perang.
Secara Damai
                                  Penyelesaian secara damai, meliputi :
              1.) Arbitrase
Arbitrase yaitu penyelesaian sengketa internasional dengan cara menyerahkannya kepada orang tertentu atau Arbitrator, yang dipilih secara bebas oleh mereka yang bersengketa, namun keputusannya harus sesuai dengan kepatutan dan keadilan ( ex aequo et bono). Prosedur penyelesaiannya, adalah :
a.) Masing-masing Negara yang bersengketa menunjuk dua arbitrator, satu boleh berasal dari warga negaranya sendiri.
b.) Para arbitrator tersebut memilih seorang wasit sebagai ketua dari pengadilan Arbitrase tersebut.
c.) Putusan melalui suara terbanyak.
2.)Yudisial
Yuridisial adalah penyelesaian sengketa internasional melalui suatu pengadilan internasional dengan memberlakukan kaidah-kaidah hukum.
3.)Negosiasi
Negosiasi tidak seformal arbitrase dan Yudisial. Pada negosiasi terlebih dahulu dilakukan konsultasi dan komunikasi agar negosiasi dapat berjalan semestinya.
4.)    Jasa-jasa baik atau mediasi
Mediasi yaitu cara penyelesaian sengketa internasional dimana Negara mediator bersahabat dengan para pihak yang bersengketa, dan membantu penyelesaian sengketanya secara damai.  Contoh Dewan Keamanan PBB dalam penyelesaian konflik Indonesia Belanda tahun 1947. Dalam penyelesaian dengan Jasa baik pihak ketiga menawarkan penyelesaian, tapi dalam Penyelesaian secara Mediasi, pihak mediator berperan lebih aktif dan mengarahkan pihak yang bersengketa agar penyelesaian dapat tercapai.

5.)    Konsiliasi
Konsiliasi dalam arti luas adalah penyelesaian sengketa denga bantuan Negara-negara lain atau badan-badan penyelidik dan komite-komite penasehat yang tidak berpihak.  Konsiliasi dalam arti sempit, adalah suatu penyelesaian sengketa internasional melalui komisi atau komite dengan membuat laporan atau usul penyelesaian  kepada pihak sengketa dan tidak mengikat.

b.                                                                        Secara paksa, kekerasan atau perang
                                    Perang dan tindakan bersenjata non-perang, bertujuan untuk menaklukkan Negara lawan dan membebankan syarat penyelesaian kepada Negara lawan. Unsur-unsurnya adalah :
1.) Retorsi
     Retorsi adalah pembalasan dendam oleh suatu Negara terhadap tindakan – tindakan tidak pantas yang dilakukan Negara lain. Contoh menurunkan status hubungan diplomatik, atau penarikan diri dari kesepakatan-kesepakatan fiskal dan bea masuk.   
                                                                                                                                                                               2.) Tindakan-tindakan pembalasan
     Adalah cara penyelesaian sengketa internasional yang digunakan suatu Negara untuk mengupayakan  memperoleh ganti rugi dari Negara lain. Adanya pemaksaan terhadap suatu Negara.
3.) Blokade secara damai
                          Adalah tindakan yang dilakukan pada waktu damai, tapi merupakan suatu pembalasan.  Misalnya permintaan ganti rugi atas pelabuhan yang di blockade oleh Negara lain.
4.) Intervensi (campur tangan)
                                                  Adalah campur tangan terhadap kemerdekaan politik tertentu secara sah dan tidak melanggar hukum internasional. Contohnya :
a.) Intervensi kolektif  sesuai dengan piagam PBB.
b.) Intervensi untuk melindungi hak-hak dan kepentingan warga negaranya.
c.) Pertahanan diri.

1. Penyelesaian melalui Mahkamah internasional
                        Ada dua mekanisme penyelesaian sengketa internasional melalui Mahkamah internasional, yaitu mekanisme normal dan khusus.
·     a. Mekanisme Normal
                        Terdiri dari :
1.) Penyerahan perjanjian khusus yang berisi identitas para pihak dan pokok persoalan sengketa.
2.)Presentasi pembelaan bersifat terbuka dan umum atau tertutup tergantung pihak sengketa.
3.)Keputusan bersifat menyetujui dan penolakan.

  Kasus internasional dianggap selesai apabila :
1.) Para pihak mencapai kesepakatan.
   2.) Para pihak menarik diri dari proses persidangan Mahkamah internasional.

b. Mekanisme Khusus
1.)Keberatan awal karena ada keberatan dari pihak sengketa karena mahkamah internasional dianggap tidak memiliki yurisdiksi atau kewenangan atas kasus tersebut.
2.)Ketidakhadiran salah satu pihak yang bersengketa, biasanya dilakukan oleh Negara tergugat atau responden karena menolak yuridiksi Mahkamah Internasional.

2. Contoh Keputusan/kasus Mahkamah Internasioanal
·         a. Amerika serikat di Filipina : tahun 1906 tentara AS melakukan pembunuhan warga Filipina, membunuh dan membakar 600 rakyat desa itu. Para pelakunya telah di sidang di pengadilan militer namun banyak yang dibebaskan.
b. Indonesia dengan Malaysia terhadap kasus Pulau sipadan dan Ligitan, dan Mahkamah internasional memenangkan pihak Malaysia pada tahun 2003.  Malaysia adalah  pemilik ke dua pulau tersebut. Indonesia menghormati keputusan tersebut.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hukum Internasional sebagaimana kita ketahui merupakan keseluruhan kaidah yang sangat diperlukan untuk mengatur sebagian besar hubungan-hubungan antar Negara-negara. Tanpa adanya kaidah ini tidak mungkin Negara-negara didunia dapat hidup berdampingan seperti adanya saat sekarang ini.
Memang benar bahwa pada kalangan tertentu ada kecendrungan untuk mengecilkan makna hukum internasional, bahkan hingga taraf mempersoalkan keberadaan dan  nilai hukum internasional. Terdapat dua alasan yang mendasari pandangan ini:
a. Pada umumnya dianut pandangan bahwa kaidah-kaidah hukum internasional hanya ditujuan unutuk memelihara perdamaian.
b. Diabaikannya sejumlah besar kaidah yang berbeda dengan kaidah-kaidah yang berkenaan dengan “politik tingkat tinggi”, yaitu masalah-masalah perdamaian atau perang hanya sedikit yang mendapat publisitas.
Pelanggaran-pelanggaran yang  mengakibatkan perang atau konflik-konflik agresi dan ketidakberdayaan hukum internasional untuk menanggulangi persoalan-persoalan seperti pelucutan senjata , terorisme internasional dan perdagangan senjata-senjata konvensional cenderung mendapat perhatian yang tidak memuaskan dan dari inilah umum mengambil kesimpulan yang keliru mengenai tidak berfungsinya sama sekali hukum internasional. Bagaimanapun juga eksistensi dari hukum internasional itu sendiri tidak bisa dilupakan begitu saja.
Dari uraian sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa peranan hukum internasional terutama dalam penyelesaian sengketa internasional dan terciptanya perdamaian dunia  ada  4 macam yaitu antara lain :
1.      Pada prinsipnya hukum internasional berupaya agar hubungan-hubungan antar negara terjalin dengan persahabatan (friendly relations among States) dan tidak mengharapkan adanya persengketaan;
2.      Hukum internasional memberikan aturan-aturan pokok kepada negara-negara yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya;
3.      Hukum internasional memberikan pilihan-pilihan yang bebas kepada para pihak tentang cara-cara, prosedur atau upaya yang seharusnya ditempuh untuk menyelesaikan sengketanya; dan
4.      Hukum internasional modern semata-mata hanya menganjurkan cara penyelesaian secara damai; apakah sengketa itu sifatnya antar negara atau antar negara dengan subjek hukum internasional  lainnya. Hukum internasional tidak menganjurkan sama sekali cara kekerasan atau peperangan.
Hadirnya lembaga-lembaga atau mekanisme penyelesaian sengketa yang diciptakan oleh masyarakat internasional pada umumnya ditujukan untuk suatu maksud utama, yakni memberi cara mengenai bagaimana seharusnya sengketa internasional diselesaikan secara damai.
Peran hukum internasional dalam penyelesaian sengketa ini cukup penting. Hukum internasional tidak semata-mata mewajibkan penyelesaian secara damai, hukum internasional ternyata pula memberi kebebasan seluas-luasnya kepada negara-negara untuk menerapkan atau memanfaatkan mekanisme penyelesaian sengketa yang ada baik yang terdapat dalam Piagam PBB, perjanjian atau konvensi internasional yang negara-negara yang bersengketa telah mengikatkan dirinya. Semua ini menunjukkan dan memperkuat tujuan akhir dari hukum internasional mengenai penyelesaian sengketa ini yaitu penyelesaian secara damai dan tidak menghendaki penyelesaian secara kekerasan (militer).
Hukum Internasional yang bertugas mengatur segala macam interaksi tersebut telah dituntut untuk berperan lebih aktif demi terlaksananya hubungan dan kerjasama antarbangsa yang harmonis serta terpeliharanya keterlibatan, perdamaian dan keamanan dunia.

3.2 Kritik dan Saran
Keberadaan hukum internasional sangat dirasakan demi tercapainya ketertiban dunia. Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa dewasa ini ketegasan dari hukum internasional sudah mulai melemah seiring berkembangnya kekuatan-kekuatan yang terpusat pada beberapa negara tertentu.
Sebagai generasi penerus yang akan menjalankan tugas-tugas pemerintahan pada masa akan datang, sangat diharapkan keseriusan dari semua pihak khususnya mahasiswa untuk kritis terhadap isu-isu, baik yang terjadi di dalam maupun diluar negeri ini, apalagi menyangkut pelaksanaan dari hukum internasional yang semakin hari semakin melemah pengimplementasiannya demi tercapainya perdamaian dunia.

3.3 Daftar Pustaka
Pengantar hukum internasional/ Swan Sik ko, Universitas Michigan,2007
Hukum internasional dalam perspektif indonesia sebagai negara berkembang/ hikmahanto juwana, yarsif watampone,2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penting! Minum 7 Suplemen Ini di Usia 20-an supaya tetap sehat di usia tua.

Umumnya, usia 20-an adalah usia di mana kita sedang sehat-sehatnya. Nge-gym selama 2 jam? Bisa. Naik gunung hingga berhari-hari? Hayuk. Bega...