MAKALAH SISTEM HUKUM INDONESIA
“ HUKUM INTERNASIONAL “
“ HUKUM INTERNASIONAL “
Diajukan Sebagai Salah Satu Untuk
Memenuhi Tugas dalam Mata Kuliah Sistem Hukum Indonesia
NAMA KELOMPOK : 5
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
DOSEN PEMBIMBING :
SRI AMBARINAH, MPM
SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK RAJA HAJI
TANJUNG PINANG
2015-2016
TANJUNG PINANG
2015-2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini
dengan sebaik mungkin. Makalah ini merupakan salah satu bagian tugas Mata
Kuliah Sistem Hukum Indonesia.
Makalah ini dibuat
dalam rangka memperdalam pemahaman tentang masalah Hukum Internasional yang
sangat diperlukan dengan suatu harapan mendapat penjelasan tentang masalah
tersebut dan melakukan apa yang menjadi tugas kami sebagai mahasiswa, yang
mengikuti mata kuliah “ Sistem Hukum Indonesia “.
Dalam proses pendalaman
materi Sistem Hukum Indonesia ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan,
koreksi dan saran. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada Ibu Sri Ambarinah, MPM selaku dosen Matakuliah.
Demikian makalah ini
kami buat semoga bermanfaat.
Tanjung
Pinang, 23 April 2016
DAFTAR ISI
Kata pengantar......................................................................................................2
Daftar isi...............................................................................................................3
Bab I pendahuluan................................................................................................4
1.1
Latar Belakang.................................................................................................4
1.2
Rumusan Masalah............................................................................................5
1.3
Tujuan..............................................................................................................5
Bab II Pembahasan...............................................................................................7
2.1 Sistem Hukum dan
Peradilan Internasional....................................................7
2.2 Pengertian Hukum Internasional..................................................................11
2.3 Asas dan Sumber Hukum Internasional........................................................11
2.4 Subjek Hukum Internasional........................................................................12
2.5 Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional..........................14
2.6 Sengketa Internasional dan Mahkamah Internasional..................................17
Bab III Penutup...................................................................................................21
3.1 Kesimpulan...................................................................................................21
3.2 Kritik dan Saran............................................................................................22
3.3 Daftar Pustaka...............................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Persoalan mengenai
hukum internasional selalu memberikan kesan yang menarik untuk di bahas. Topik
ini senantiasa memberikan daya tarik yang tinggi pada setiap orang. Secara
teori hukum internasional mengacu pada peraturan-peraturan dan norma-norma yang
mengatur tindakan Negara-negara dan kesatuan lain yang pada suatu saat akan
diakui mempunyai kepribadian internasional, seperti misalnya organisasi
internasional dan individu, dalam hal hubungan satu dengan yang lainnya.
Negara-negara perlu
hidup bersama-sama. Hukum internasional disusun dan lahir karena kebutuhan dan
dirancang untuk mencapai ketertiban dan perdamaian dunia. Suatu sistem yang bertujuan
untuk men-cap suatu negara sebagai “bersalah” dan negara lain sebagai “tidak
bersalah” dan partisipasi utama dari Sistem Hukum Internasional yaitu
negara-negara yang semuanya diperlakukan sebagai pemilik kedaulatan yang sama.
Hubungan-Hubungan Internasional
yang diadakan antar negara tidak selamanya terjalin dengan baik. Seringkali
hubungan itu menimbulkan sengketa di antara mereka. Sengketa dapat bermula dari
berbagai sumber potensi sengketa. Sumber potensi sengketa antar negara dapat
berupa perbatasan, sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dll.
Manakala hal demikian itu terjadi, hukum internasional memainkan peranan yang
tidak kecil dalam penyelesaiannya.
Seiring perkembangan
zaman, hukum internasional juga terus berkembang. Sejak pergaulan internasional
makin meningkat menjelang abad 19 Hukum Internasional telah menjadi suatu
sistem universal dan pada abad 20 telah merupakan suatu perluasan yang tidak
ada tandingannya.
Upaya-upaya
penyelesaian terhadapnya telah menjadi perhatian yang cukup penting di
masyarakat internasional sejak awal abad ke- 20. Upaya-upaya ini ditujukan
untuk menciptakan hubungan-hubungan antara negara yang lebih baik berdasarkan
prinsip perdamaian dan keamanan internasional.
Hal itulah yang sangat
menarik untuk kita amati, bagaimana peranan yang seharusnya dilakukan oleh
hukum internasional dalam menegakkan keadilan demi tercapainya perdamaian
dunia.
2. Rumusan Masalah
Adapun inti dari permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
Adapun inti dari permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
a. Apa itu hukum internasional?
b. Bagaimana perkembangan hukum internasional saat ini?
c. Bagaimana peran hukum internasional terhadap perdamaian dunia?
b. Bagaimana perkembangan hukum internasional saat ini?
c. Bagaimana peran hukum internasional terhadap perdamaian dunia?
3. Tujuan
Tujuan disusunya makalah ini adalah
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Sistem Hukum Indonesia” yang
diberikan kepada Penulis serta agar mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa
dapat melihat bagaimana kenyataan dari penegakan hukum internasional pada saat
ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sistem Hukum dan Peradilan Internasional
Sistem Hukum
Internasional
Sistem Hukum
Internasional, adalah satu kesatuan hukum yang berlaku untuk komunitas
internasional ( semua negara-negara di dunia) yang harus dipatuhi dan ditaati
oleh setiap negara.
Sistem Hukum
Internasional juga merupakan aturan-aturan yang telah diciptakan bersama oleh
negara-negara anggota yang melintasi batas-batas negara.
Kepatuhan terhadap
sistem hukum internasional tersebut, adakalanya karena negara tersebut terlibat
langsung dalam proses pembuatan dan
tidak sedikit juga yang tinggal meratifikasinya.
Sistem Peradilan
Internasional
Sistem peradilan
internasional adalah unsur-unsur atau komponen-komponen lembaga peradilan
internasional yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu kesatuan dalam rangka
mencapai keadilan internasional. Komponen-komponen dalam lembaga peradilan internasional
adalah:
1. Mahkamah
Internasional (International Court of Justice)
Mahkamah Internasional merupakan badan peradilan dunia yang berkedudukan di Den Haag. Lembaga ini berperan untuk mencegah terjadinya pertikaian antar negara. Mahkamah Internasional merupakan kelanjutan dari Mahkamah Tetap Peradilan Internasional yang dibentuk berdasarkan Pasal XIV Covenant Liga Bangsa-Bangsa. Pembentukan Mahkamah Internasional.
Mahkamah Internasional merupakan badan peradilan dunia yang berkedudukan di Den Haag. Lembaga ini berperan untuk mencegah terjadinya pertikaian antar negara. Mahkamah Internasional merupakan kelanjutan dari Mahkamah Tetap Peradilan Internasional yang dibentuk berdasarkan Pasal XIV Covenant Liga Bangsa-Bangsa. Pembentukan Mahkamah Internasional.
Mahkamah Internasional
merupakan bagian integral dari PBB. Maka dari itu, semua anggota PBB merupakan
anggota Statuta Mahkamah Internasional.
a. Struktur hakim
Mahkamah Internasional
terdiri dari 15 orang hakim. Mereka dipilih berdasarkan suara mayoritas mutlak
dalam suatu pertemuan terpisah di Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB.
Pemilihan hakim didasarkan pada Pasal 4 Statuta Mahkamah Interansional.
Nama-nama calon hakim
Mahkamah Internasional diusulkan oleh kelompok-kelompok negara yang khusus
ditugaskan untuk itu. Calon-calon hakim tersebut harus memiliki moral yang
tinggi (high moral characteristic).
Calon hakim tersebut juga harus memiliki persyaratan-persyaratan di negaranya
untuk menduduki kepangkatan hakim tertinggi. Dia juga harus diakui
kompetensinya dalam hukum internasional.
Statuta Mahkamah
mensyaratkan bahwa pemilihan hakim tanpa memandang kebangsaan (nasionalitasnya).
Namun, dalam pelaksanaan faktor kebangsaan sangat dominan karena pengangkatannya
ditentukan oleh faktor geografi s.
Dalam praktiknya hakim
Mahkamah Internasional menganut pembagian sebagai berikut:
1) 5 orang dari
negara-negara Barat,
2) 3 orang dari negara-negara Afrika,
3) 3 orang dari negara-negara Asia,
4) 2 orang dari negara-negara Eropa Timur,
5) 2 orang dari negara-negara Amerika Latin.
2) 3 orang dari negara-negara Afrika,
3) 3 orang dari negara-negara Asia,
4) 2 orang dari negara-negara Eropa Timur,
5) 2 orang dari negara-negara Amerika Latin.
Dalam praktek yang
tidak tertulis 5 orang hakim berasal dari negara-negara anggota tetap DK PBB
menjadi anggota dari Mahkamah Internasional. Hakim Mahkamah Internasional dipilih
untuk jangka waktu 9 tahun dan setelah itu dapat dipilih kembali.
Seorang hakim yang
berasal dari negara tertentu tidak perlu mengundurkan diri apabila negaranya terlibat
sengketa dan dia sendiri yang mengadilinya. Dalam perkembangannya apabila suatu
negara terlibat sengketa dan komposisi hakim tidak ada hakim dari negara yang
bersangkutan maka negara tersebut dapat meminta dipilih hakim ad-hoc. Hakim ad-hoc ini dipilih diluar dari 15 orang hakim Mahkamah.
Mahkamah Internasional
dalam menyelesaikan sengketanya dapat memeriksa dengan seluruh anggotanya atau
cukup beberapa hakim anggota yang disebut chamber.
b. Yurisdiksi atau
kewenangan
Mahkamah Internasional
memiliki wewenang untuk mengadili semua sengketa yang diserahkan para pihak
dalam semua persoalan yang ditetapkan oleh Piagam PBB, perjanjian internasional,
atau konvensi internasional yang berlaku. Hal terebut sebagaimana diatur dalam
Pasal 36 Ayat 1 Piagam PBB tentang Yurisdiksi Mahkamah Internasional. Yurisdiksi
Mahkamah Internasional lahir berdasarkan kesepakatan yang dituangkan dalam
suatu perjanjian khusus (special
agreement), di mana dalam klausulnya para pihak yang bersengketa sepakat
untuk menyerahkan sengketanya ke Mahkamah Interansional.
Menurut Pasal 34
Statuta Mahkamah Internasional, kewenangan mengadili dari Mahkamah Internasional
hanya berlaku untuk negara saja. Ada 3 prinsip yang berlaku sehubungan dengan Pasal
34 Statuta Mahkamah Internasional ini, yaitu:
1) Semua negara anggota
PBB ipso facto (dalam kenyataannya)
adalah anggota/peserta dari Mahkamah Internasional.
2) Suatu negara yang
bukan anggota PBB dapat menjadi peserta pada statuta Mahkamah apabila negara
tersebut bersedia:
a) Menerima isi
ketentuan Statuta Mahkamah Internsional.
b) Menerima dan
melaksanakan putusan Mahkamah Internasional.
c) Bersedia memberikan
sumbangan keuangan untuk menutup ongkos-ongkos yang telah dikeluarkan oleh
Mahkamah Internasional.
3) Penyerahan suatu
sengketa kepada Mahkamah Internasional didasarkan kesepakatan dari kedua belah
pihak.
2. Mahkamah Kejahatan
Internasional (International Criminal Court)
Perserikatan
Bangsa-bangsa membentuk sebuah lembaga peradilan yang bernama Mahkamah
Kejahatan Internasional. Pembentukan lembaga ini disahkan melalui Konferensi Internasional
di Roma, Italia, pada bulan Juni 1998.
a. Struktur hakim
Mahkamah Kejahatan
Internasional terdiri dari 18 orang hakim yang bertugas selama sembilan tahun
tanpa dapat dipilih kembali. Para hakim dipilih berdasarkan dua per tiga suara Majelis
Negara Pihak, yang terdiri atas negara-negara yang telah meratifi kasi Statuta
Roma.
Paling tidak separuh
dari para hakim tersebut memiliki kompetensi di bidang hukum pidana dan acara
pidana. Sementara paling tidak lima lainnya mempunyai kompetensi di bidang
hukum internasional, misalnya saja hukum humaniter internasional, dan hukum HAM
internasional.
Dalam memilih para
hakim, negara pihak harus memperhitungkan perlunya representasi berdasarkan
prinsip-prinsip sistem legal di dunia, keseimbangan geografis, dan keseimbangan
gender.
Para hakim akan disebar
dalam tiga bagian yaitu pra-peradilan, peradilan, dan peradilan banding. Mayoritas
absolut dari Majelis Negara Pihak akan menetapkan jaksa penuntut dan satu atau
lebih wakil jaksa penuntut dengan masa kerja sembilan tahun, dan tidak dapat
dipilih kembali. Orang-orang ini haruslah memiliki pengalaman praktik yang luas
dalam penuntutan atau penyidangan kasus-kasus pidana. Jaksa akan bertindak atas
penyerahan dari negara pihak atau Dewan Keamanan PBB, dan dapat juga berinisiatif
melakukan penyelidikan atas kehendak sendiri (propio motu).
b. Yurisdiksi atau
kewenangan hukum
Berbeda dengan Mahkamah
Internasional, yurisdiksi (kewenangan hukum) Mahkamah Kejahatan Internasional
ini adalah di bidang hukum pidana internasional. Lembaga ini mengadili individu
pelanggar hak asasi manusia internasional yang berupa kejahatan perang, genosida (pemusnahan ras), kejahatan
humaniter (kemanusiaan), dan kejahatan agresi.
3. Panel Khusus dan
Panel Spesial Pidana Internasional
Panel Khusus Pidana
Internasional dan Panel Spesial Pidana Internasional adalah lembaga peradilan
internasional yang berwenang mengadili para tersangka yang melakukan kejahatan berat
internasional yang bersifat tidak permanen atau hanya untuk sementara. Kedua
panel peradilan internasional ini dibubarkan setelah menyelesaikan peradilan.
a. Struktur hakim
Perbedaan antara Panel
Khusus Pidana Internasional dan Panel Spesial Pidana Internasional ini terletak
pada komposisi penuntut dan hakim ad hoc-nya.
Panel Khusus Pidana Internasional komposisi penuntut dan hakim ad hoc-nya sepenuhnya ditentukan berdasarkan
ketentuan peradilan internasional. Sedangkan pada Panel Spesial Pidana
Interansional komposisi penuntut dan hakim ad
hoc-nya merupakan gabungan antara peradilan nasional dan internasional.
b. Yurisdiksi atau
kewenangan
Yurisdiksi atau
kewenangan Panel Khusus dan Spesial Pidana Internasional menyangkut tindakan
kejahatan perang dan genosida tanpa melihat apakah negara dari si pelaku
tersebut sudah meratifikasi Statuta Roma atau belum. Hal ini berbeda dengan
yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional yang didasarkan pada negara-negara yang
telah meratifikasi Statuta Roma.
2.2 Pengertian Hukum Internasional
Pengertian hukum
internasional menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, Hukum Internasional merupakan
seluruh kaidah dan asas yang mengatur hubungan maupun persoalan yang melintasi
batas-batas negara baik antara negara dengan negara maupun negara dengan subjek
hukum internasional lainnya.
Hukum internasional
terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
1.
Hukum Perdata
Internasional
Merupakan hukum
internasional yang mengatur hubungan antara hukum dan warga negara di suatu
negara dengan warga negara dari negara lain. Hukum perdata internasional juga
disebut hukum antar bangsa.
2.
Hukum Publik
Internasional
Merupakan hukum
internasional yang mengatur hubungan antara negara yang satu dengan negara
lainnya dalam hubungan internasional. Hukum publik internasional juga disebut
Hukum Antarnegara.
2.3 Asas dan Sumber Hukum Internasional
Asas – asas hukum
internasional
Asas yang berlaku di
dalam hukum internasional, diantaranya :
a.
Asas Teritorial
Asas ini
menyatakan bahwa negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan juga semua
barang yang berada dalam wilayah negara tersebut.
b.
Asas kebangsaan
Asas ini
menyatakan bahwa hukum negara tetap berlaku bagi seorang warganegara walaupun
ia berada di negara lain. Asas ini mempunyai kekuataan ekstrateritorial.
c.
Asas kepentingan
umum
Asas ini
menyatakan bahwa hukum negara tidak terlihat pada batas-batas wilayah suatu
negara karena hukum menyesuaikan diri dengan semua keadaan maupun peristiwa
yang menyangkut kepentingan umum.
2.4 Subjek Hukum Internasional
Menurut Starke, subjek
hukum internasional terdiri atas negara, tahta suci, Palang Merah
Internasional, organisasi internasional, orang-perorangan (individu),
pemberontak dan pihak-pihak yang bersengketa.
1. Negara
Sejak lahirnya hukum
internasional, negara sudah diakui sebagai subjek hukum internasional. Bahkan,
hingga sekarang pun masih ada anggapan bahwa hukum internasional pada hakikatnya
adalah hukum antar negara. Dalam suatu negara federal, pengembang hak dan
kewajiban subjek hukum internasional adalah pemerintah federal. Tetapi,
adakalanya konstitusi federal memungkinkan negara bagian (state) mempunyai hak
dan kewajiban yang terbatas atau melakukan hal yang biasanya dilakukan oleh
pemerintah federal. Sebagai contoh, dalam sejarah ketatanegaraan USSR (Union of
Soviet Socialist Republics) dulu, Konstitusi USSR (dalam batas tertentu)
memberi kemungkinan kepada negara-negara bagian seperti Byelo-Rusia dan Ukraina
untuk mengadakan hubungan luar negeri sendiri di samping USSR.
2. Takhta Suci
Di samping negara,
sejak dulu Takhta Suci (Vatikan) merupakan subjek hukum internasional. Hal ini
merupakan peninggalan sejarah masa lalu. Ketika itu, Paus bukan hanya merupakan
kepala Gereja Roma, tetapi memiliki pula kekuasaan duniawi. Hingga sekarang,
Takhta Suci mempunyai perwakilan diplomatik di banyak ibukota negara, termasuk
di Jakarta.
Takhta Suci merupakan
suatu subjek hukum dalam arti yang penuh. Oleh karena itu, Takhta Suci
mempunyai kedudukan sejajar dengan negara. Kedudukan seperti itu terjadi
terutama setelah diadakannya perjanjian antara Italia dan Takhta suci pada
tanggal 11 Februari 1929, yang dikenal sebagai Perjanjian Lateran (Lateran Treaty).
Berdasarkan perjanjian itu, pemerintah Italia antara lain mengembalikan
sebidang tanah di Roma kepada Takhta Suci. Dalam sebidang tanah itulah kemudian
didirikan Negara Vatikan.
3. Palang Merah
Internasional
Palang Merah
Internasional (PMI), yang berkedudukan di Jenewa, mempunyai tempat tersendiri
dalam sejarah hukum internasional. Kedudukan Palang Merah Internasional sebagai
subjek hukum internasional lahir karena sejarah masa lalu. Pada umumnya, kini
Palang Merah Internasional diakui sebagai organisasi internasional yang
memiliki kedudukan sebagai subjek hukum internasional, walaupun dengan ruang
lingkup terbatas. Dengan kata lain, Palang Merah Internasional bukan merupakan
subjek hukum internasional dalam arti yang penuh.
4. Organisasi
Internasional
Kedudukan organisasi
internasional sebagai subjek hukum internasional sekarang tidak diragukan lagi.
Memang, pada mulanya belum ada kepastian mengenai hal tersebut. Organisasi
internasional, seperti Perserikatan Bangsa- Bangsa dan Organisasi Buruh Internasional
(ILO) mempunyai hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam konvensi-konvensi
internasional. Berdasarkan kenyataan ini, dapat dikatakan bahwa PBB dan
organisasi internasional semacam itu merupakan subjek hukum internasional.
Setidaknya, hal itu didasarkan pada hukum internasional khusus yang bersumberkan
konvensi internasional.
5. Orang Perseorangan
(Individu)
Orang perseorangan juga
dapat dianggap sebagai subjek hukum internasional, meskipun dalam arti yang
terbatas. Dalam perjanjian perdamaian Versailles tahun 1919, yang mengakhiri
Perang Dunia I antara Jerman dengan Inggris dan Perancis (bersama sekutunya
masing-masing), sudah terdapat pasal-pasal yang memungkinkan orang perseorangan
mengajukan perkara ke hadapan Mahkamah Arbitrase Internasional. Dengan
demikian, sejak itu sudah ditinggalkan dahlil lama bahwa hanya negara yang bisa
menjadi pihak di depan suatu peradilan internasional.
Dalam proses di muka
Mahkamah Penjahat Perang yang diadakan di Nuremberg dan Tokyo, bekas para
pemimpin perang Jerman dan Jepang dituntut sebagai orang perseorangan atau
individu atas perbuatan yang dikualifikasikan sebagai kejahatan terhadap
perdamaian, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang atau
pelanggaran terhadap hukum perang dan permufakatan jahat.
6. Pemberontak dan
Pihak dalam Sengketa (Belligerent)
Menurut hukum perang,
dalam beberapa keadaan tertentu, pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak
sebagai pihak yang bersengketa (belligerent).
Akhir-akhir ini muncul perkembangan baru yang mirip dengan pengakuan terhadap
status pihak yang bersengketa dalam perang. Namun, perkembangan baru tersebut
memiliki ciri lain yang khas. Perkembangan baru tersebut adalah, adanya
pengakuan terhadap gerakan pembebasan, seperti Gerakan Pembebasan Palestina
(PLO).
Pengakuan terhadap
gerakan pembebasan sebagai subjek hukum internasional tersebut merupakan
perwujudan dari suatu pandangan baru. Pandangan baru tersebut terutama dianut
oleh negara-negara dunia ketiga. Mereka mendasarkan diri pada pemahaman, bahwa
bangsa-bangsa mempunyai hak asasi seperti: hak menentukan nasib sendiri; hak
secara bebas memilih sistem ekonomi, politik, dan sosial mandiri; dan hak
menguasai sumber kekayaan alam di wilayah yang didiaminya.
2.5 Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum
Nasional
1. Tempat hukum internasional dalam tata hukum
secara keseluruhan
Persoalan tempat hukum
internasional dalam rangka hukum secara keseluruhan didasarkan atas anggapan
bahwa sebagai suatu bidang hukum :
“ Hukum Internasional merupakan bagian dari hukum pada
umumnya. Hal ini tidak dapat dielakkan apabila kita hendak melihat hukum
internasional sebagai perangkat ketentuan dan asas yang efektif yang
benar-benar hidup dalam kenyataan, sehingga mempunyai hubungan dengan hukum
nasional”
Karena pentingnya hukum
nasional masing-masing negara dalam konstelasi politik dunia dewasa ini, dengan
sendirinya penting pula persoalan bagaimanakah hubungan antara berbagai hukum
nasional itu dengan hukum internasional.
Sebagaimana telah kita
ketahui bahwa dalam teori ada dua pandangan tentang hukum internasional yaitu:
- Pandangan yang dinamakan “Voluntarisme” yang mendasarkan
berlakunya hukum internasional ini pada kemauan negara.
- Pandangan yang “objektivitas” yang
menganggap ada dan berlakunya hukum internasional ini pada kemauan negara.
Dari pandangan yang
berbeda di atas menimbulkan akibat yang berbeda yaitu:
- Pandangan “Voluntarisme” mengakibatkan adanya hukum internasional dan hukum
nasional sebagai dua satuan perangkat hukum yang hidup berdampingan dan
terpisah.
- Pandangan objektivitas menganggapnya dua
bagian dari satu kesatuan perangkat hukum . Hal ini erat hubunganya dengan
persoalan hubungan hierarki antara kedua
perangkat hukum itu baik masing-masing berdiri sendiri maupun dua perangkat
hukum itu merupakan dari satu kesatuan dari satu keseluruhan tata hukum yang
sama.
a. Aliran Dualisme
Tokoh utama dari aliran
ini ialah “Triepel” seorang pemuka
aliran positivism dan “Anzilotti” pemuka aliran positivisme
dari italia.
Menurut paham dualism,
“ daya ikat hukum internasional bersumber
pada kemauan negara”, hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua
sistem hukum yang terpisah satu dari yang lainnya.
Alasan terletak atau
didasarkan pada kenyataan diantaranya, yaitu :
1.) Kedua perangkat hukum tersebut yakni hukum
nasional dan hukum internasional mempunyai sumber yang berlainan, hukum
nasional bersumber pada “kemauan negara”,
sedangkan hukum internasional bersumber pada kemauan bersama masyarakat negara.
2.) Berlainan subjek hukumnya
Subjek hukum nasional adalah
orang-perorangan, sedangkan subjek hukum dari hukum internasional adalah
negara.
3.) Perbedaan dalam strukturnya
Lembaga yang diperlukan
untuk melaksanakan hukum dalam kenyataannya seperti; mahkamah dan organ
eksekutif hanya ada dalam hukum nasional.
4.) Daya laku atau keabsahan kaidah hukum
nasional tidak terpengaruh oleh kenyataan bahwa hukum nasional itu bertentangan
dengan hukum internasional.
Akibat Pandangan
Dualisme ini, antara lain :
1.) Kaidah-kaidah dari perangkat hukum yang satu
tidak mungkin bersumber atau berdasar pada perangkat hukum yang lain. (tidak ada persoalan hierarki)
2.) Tidak mungkin ada pertentangan antara kedua
perangkat hukum tersebut.
3.) Ketentuan hukum internasional memerlukan transformasi
menjadi hukum nasional.
b. Paham Aliran Monisme
Paham monisme
didasarkan atas pemikiran kesatuan dari seluruh hukum yang mengatur hidup
manusia. Dengan demikian hukum internasional dan hukum nasional merupakan
bagian dari satu kesatuan yang lebih besar yaitu hukum yang mengatur kehidupan
manusia.
Akibat pandangan ini:
Ø Bahwa antara dua perangkat ketentuan hukum
ini. mungkin ada hubungan hierarki.
Persoalan hierarki antara
dua perangkat hukum (hukum nasional dan
hukum internasional) ini. Melahirkan beberapa sudut pandang yang berbeda
dalam aliran monisme. Mengenai hukum manakah yang utama. Ada pihak yang
beranggapan bahwa dalam hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional
yang utama adalah hukum nasional dan ada pandangan yang sebaliknya yaitu bahwa
hukum internasional yang pertama disebut “Paham monisme dengan primat hukum
nasional “ dan pandangan yang kedua disebut “ Paham monisme dengan primat hukum
internasional”
- Pandangan monisme dengan primat hukum
nasional
Menurut pandangan
monisme dengan primat nasional ini, hukum internasional itu tidak lain dari
atau merupakan lanjutan hukum nasional atau tidak lain dari hukum nasional
untuk urusan luar negeri atau “Auszeres
Staatsrecht”
Pandangan monisme dengan
primat hukum nasional ini pada hakikatnya menganggap bahwa hukum internasional
itu bersumber pada hukum nasional.
Alasan utama anggapan
ini ialah ;
1.) Bahwa tidak ada satu organisasi di atas
negara-negara yang mengatur kehidupan negara-negara di dunia.
2.) Dasar hukum internasional yang mengatur
hubungan internasional terletak dalam wewenang negara untuk mengadakan
perjanjian internasional.
Kelemahan paham monisme
ini, ialah :
1.) Terlalu memandang hukum itu sebagai hukum
yang tertulis saja, sehingga sebagai hukum internasional dianggap hanya hukum
yang bersumberkan perjanjian internasional saja.
2.) Bahwa pada hakikatnya pendirian paham
monisme dengan primat hukum nasional ini merupakan penyangkalan terhadap adanya
hukum internasional , sebab apabila terikatnya negara pada hukum internasional
digantungkan pada hukum nasional. Hal ini sama-sama saja menggantungkan
berlakunya hukum internasional itu pada kemauan negara.
- Paham monisme dengan primat hukum
internasional
1.) Hukum nasional itu bersumber pada hukum
internasional karena hukum ini secara hierarkis lebih tinggi dari hukum
nasional.
2.) Hukum nasional tunduk pada hukum internasional
dan pada hakikatnya kekuatan mengikatnya berdasarkan “ Pendelegasian wewenang “
dari hukum internasional.
Kelemahan paham monisme
ini :
1.) Pandangan bahwa hukum nasional, itu
tergantung kepada hukum internasional (juga kekuatannya ) seolah-olah mendahlilkan
bahwa hukum internasional telah ada lebih dahulu dari hukum nasional.
2.) Tidak benar bahwa hukum nasional itu kekuatan
mengikatnya diperoleh dari hukum internasional.
2.6 Sengketa Internasional dan Mahkamah
Internasional
Sengketa
Internasional
Sengketa internasional (International despute), adalah
perselisihan yang terjadi antara Negara dengan Negara, Negara dengan
individu-individu, atau Negara dengan lembaga internasional yang menjadi subjek
hukum internasional.
1. Sebab-sebab terjadinya Sengketa Internasional
a. Salah satu pihak tidak memenuhi
kewajibannya dalam perjanjiann internasional.
b. Perbedaan penafsiran mengenai isi perjanjian
internasional
c. Perebutan sumber-sumber ekonomi
d. Adanya intervensi terhadap kedaulatan Negara lain.
f. Penghinaan terhadap harga diri bangsa.
2. Cara Penyelesaian Sengketa Internasional
Ada dua cara penyelesaian sengketa
internasional, yaitu secara damai dan paksa, kekerasan atau perang.
Secara Damai
Penyelesaian
secara damai, meliputi :
1.)
Arbitrase
Arbitrase yaitu penyelesaian
sengketa internasional dengan cara menyerahkannya kepada orang tertentu atau
Arbitrator, yang dipilih secara bebas oleh mereka yang bersengketa, namun
keputusannya harus sesuai dengan kepatutan dan keadilan ( ex aequo et bono).
Prosedur penyelesaiannya, adalah :
a.)
Masing-masing Negara yang bersengketa menunjuk dua arbitrator, satu boleh
berasal dari warga negaranya sendiri.
b.) Para arbitrator tersebut memilih
seorang wasit sebagai ketua dari pengadilan Arbitrase tersebut.
c.) Putusan melalui suara terbanyak.
2.)Yudisial
Yuridisial adalah penyelesaian
sengketa internasional melalui suatu pengadilan internasional dengan
memberlakukan kaidah-kaidah hukum.
3.)Negosiasi
Negosiasi tidak seformal arbitrase
dan Yudisial. Pada negosiasi terlebih dahulu dilakukan konsultasi dan
komunikasi agar negosiasi dapat berjalan semestinya.
4.)
Jasa-jasa baik atau mediasi
Mediasi yaitu cara penyelesaian
sengketa internasional dimana Negara mediator bersahabat dengan para pihak yang
bersengketa, dan membantu penyelesaian sengketanya secara damai. Contoh
Dewan Keamanan PBB dalam penyelesaian konflik Indonesia Belanda tahun 1947.
Dalam penyelesaian dengan Jasa baik pihak ketiga menawarkan penyelesaian, tapi
dalam Penyelesaian secara Mediasi, pihak mediator berperan lebih aktif dan
mengarahkan pihak yang bersengketa agar penyelesaian dapat tercapai.
5.)
Konsiliasi
Konsiliasi dalam arti luas adalah
penyelesaian sengketa denga bantuan Negara-negara lain atau badan-badan
penyelidik dan komite-komite penasehat yang tidak berpihak. Konsiliasi
dalam arti sempit, adalah suatu penyelesaian sengketa internasional melalui
komisi atau komite dengan membuat laporan atau usul penyelesaian kepada
pihak sengketa dan tidak mengikat.
b.
Secara paksa, kekerasan atau perang
1.) Retorsi
Retorsi adalah pembalasan dendam oleh suatu
Negara terhadap tindakan – tindakan tidak pantas yang dilakukan Negara lain.
Contoh menurunkan status hubungan diplomatik, atau penarikan diri dari
kesepakatan-kesepakatan fiskal dan bea masuk.
2.) Tindakan-tindakan
pembalasan
Adalah cara
penyelesaian sengketa internasional yang digunakan suatu Negara untuk
mengupayakan memperoleh ganti rugi dari Negara lain. Adanya pemaksaan
terhadap suatu Negara.
3.) Blokade secara damai
Adalah
tindakan yang dilakukan pada waktu damai, tapi merupakan suatu
pembalasan. Misalnya permintaan ganti rugi atas pelabuhan yang di
blockade oleh Negara lain.
4.) Intervensi (campur tangan)
Adalah
campur tangan terhadap kemerdekaan politik tertentu secara sah dan tidak
melanggar hukum internasional. Contohnya :
a.) Intervensi kolektif sesuai
dengan piagam PBB.
b.) Intervensi untuk melindungi
hak-hak dan kepentingan warga negaranya.
c.) Pertahanan diri.
1.
Penyelesaian melalui Mahkamah internasional
Ada dua mekanisme penyelesaian
sengketa internasional melalui Mahkamah internasional, yaitu mekanisme normal
dan khusus.
· a. Mekanisme Normal
Terdiri
dari :
1.) Penyerahan perjanjian khusus
yang berisi identitas para pihak dan pokok persoalan sengketa.
2.)Presentasi pembelaan bersifat
terbuka dan umum atau tertutup tergantung pihak sengketa.
3.)Keputusan bersifat menyetujui dan
penolakan.
Kasus internasional dianggap
selesai apabila :
1.) Para pihak mencapai kesepakatan.
b. Mekanisme
Khusus
1.)Keberatan awal karena ada
keberatan dari pihak sengketa karena mahkamah internasional dianggap tidak
memiliki yurisdiksi atau kewenangan atas kasus tersebut.
2.)Ketidakhadiran salah satu pihak
yang bersengketa, biasanya dilakukan oleh Negara tergugat atau responden karena
menolak yuridiksi Mahkamah Internasional.
2. Contoh
Keputusan/kasus Mahkamah Internasioanal
·
a. Amerika serikat di Filipina : tahun 1906 tentara AS melakukan pembunuhan
warga Filipina, membunuh dan membakar 600 rakyat desa itu. Para pelakunya telah
di sidang di pengadilan militer namun banyak yang dibebaskan.
b. Indonesia dengan Malaysia
terhadap kasus Pulau sipadan dan Ligitan, dan Mahkamah internasional
memenangkan pihak Malaysia pada tahun 2003. Malaysia adalah pemilik
ke dua pulau tersebut. Indonesia menghormati keputusan tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hukum Internasional
sebagaimana kita ketahui merupakan keseluruhan kaidah yang sangat diperlukan
untuk mengatur sebagian besar hubungan-hubungan antar Negara-negara. Tanpa
adanya kaidah ini tidak mungkin Negara-negara didunia dapat hidup berdampingan
seperti adanya saat sekarang ini.
Memang benar bahwa pada
kalangan tertentu ada kecendrungan untuk mengecilkan makna hukum internasional,
bahkan hingga taraf mempersoalkan keberadaan dan nilai hukum internasional. Terdapat dua
alasan yang mendasari pandangan ini:
a. Pada umumnya dianut
pandangan bahwa kaidah-kaidah hukum internasional hanya ditujuan unutuk
memelihara perdamaian.
b. Diabaikannya
sejumlah besar kaidah yang berbeda dengan kaidah-kaidah yang berkenaan dengan
“politik tingkat tinggi”, yaitu masalah-masalah perdamaian atau perang hanya
sedikit yang mendapat publisitas.
Pelanggaran-pelanggaran
yang mengakibatkan perang atau
konflik-konflik agresi dan ketidakberdayaan hukum internasional untuk
menanggulangi persoalan-persoalan seperti pelucutan senjata , terorisme internasional
dan perdagangan senjata-senjata konvensional cenderung mendapat perhatian yang
tidak memuaskan dan dari inilah umum mengambil kesimpulan yang keliru mengenai
tidak berfungsinya sama sekali hukum internasional. Bagaimanapun juga
eksistensi dari hukum internasional itu sendiri tidak bisa dilupakan begitu
saja.
Dari uraian sebelumnya
dapat ditarik kesimpulan bahwa peranan hukum internasional terutama dalam
penyelesaian sengketa internasional dan terciptanya perdamaian dunia ada 4
macam yaitu antara lain :
1. Pada prinsipnya hukum internasional
berupaya agar hubungan-hubungan antar negara terjalin dengan persahabatan (friendly relations among States) dan
tidak mengharapkan adanya persengketaan;
2. Hukum internasional memberikan
aturan-aturan pokok kepada negara-negara yang bersengketa untuk menyelesaikan
sengketanya;
3. Hukum internasional memberikan
pilihan-pilihan yang bebas kepada para pihak tentang cara-cara, prosedur atau
upaya yang seharusnya ditempuh untuk menyelesaikan sengketanya; dan
4. Hukum internasional modern semata-mata
hanya menganjurkan cara penyelesaian secara damai; apakah sengketa itu sifatnya
antar negara atau antar negara dengan subjek hukum internasional lainnya. Hukum internasional tidak
menganjurkan sama sekali cara kekerasan atau peperangan.
Hadirnya
lembaga-lembaga atau mekanisme penyelesaian sengketa yang diciptakan oleh
masyarakat internasional pada umumnya ditujukan untuk suatu maksud utama, yakni
memberi cara mengenai bagaimana seharusnya sengketa internasional diselesaikan
secara damai.
Peran hukum
internasional dalam penyelesaian sengketa ini cukup penting. Hukum
internasional tidak semata-mata mewajibkan penyelesaian secara damai, hukum
internasional ternyata pula memberi kebebasan seluas-luasnya kepada
negara-negara untuk menerapkan atau memanfaatkan mekanisme penyelesaian
sengketa yang ada baik yang terdapat dalam Piagam PBB, perjanjian atau konvensi
internasional yang negara-negara yang bersengketa telah mengikatkan dirinya.
Semua ini menunjukkan dan memperkuat tujuan akhir dari hukum internasional
mengenai penyelesaian sengketa ini yaitu penyelesaian secara damai dan tidak
menghendaki penyelesaian secara kekerasan (militer).
Hukum Internasional
yang bertugas mengatur segala macam interaksi tersebut telah dituntut untuk
berperan lebih aktif demi terlaksananya hubungan dan kerjasama antarbangsa yang
harmonis serta terpeliharanya keterlibatan, perdamaian dan keamanan dunia.
3.2 Kritik dan Saran
Keberadaan hukum
internasional sangat dirasakan demi tercapainya ketertiban dunia. Namun tidak
dapat dipungkiri juga bahwa dewasa ini ketegasan dari hukum internasional sudah
mulai melemah seiring berkembangnya kekuatan-kekuatan yang terpusat pada
beberapa negara tertentu.
Sebagai generasi
penerus yang akan menjalankan tugas-tugas pemerintahan pada masa akan datang,
sangat diharapkan keseriusan dari semua pihak khususnya mahasiswa untuk kritis
terhadap isu-isu, baik yang terjadi di dalam maupun diluar negeri ini, apalagi
menyangkut pelaksanaan dari hukum internasional yang semakin hari semakin
melemah pengimplementasiannya demi tercapainya perdamaian dunia.
3.3 Daftar Pustaka
Pengantar hukum
internasional/ Swan Sik ko, Universitas Michigan,2007
Hukum internasional
dalam perspektif indonesia sebagai negara berkembang/ hikmahanto juwana, yarsif
watampone,2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar