Suku Piliang dari Minangkabau
Bahasa
Bahasa Minangkabau merupakan salah satu anak cabang
bahasa Austronesia. Walaupun ada perbedaan pendapat mengenai hubungan bahasa
Minangkabau dengan bahasa Melayu, ada yang menganggap bahasa yang dituturkan
masyarakat ini sebagai bagian dari dialek Melayu, karena banyaknya kesamaan
kosakata dan bentuk tuturan di dalamnya, sementara yang lain justru beranggapan
bahasa ini merupakan bahasa mandiri yang berbeda dengan Melayu serta ada juga
yang menyebut bahasa Minangkabau merupakan bahasa proto-Melayu. Selain itu
dalam masyarakat penutur bahasa Minang itu sendiri juga sudah terdapat berbagai
macam dialek bergantung kepada daerahnya masing-masing.
Pengaruh bahasa lain yang diserap ke dalam Bahasa
Minang umumnya dari Sanskerta, Arab,Tamil, dan Persia. Kemudian kosakata
Sanskerta dan Tamil yang dijumpai pada beberapa prasasti di Minangkabau telah
ditulis menggunakan bermacam aksara di antaranya Dewanagari, Pallawa, dan Kawi.
Menguatnya Islam yang diterima secara luas juga mendorong masyarakatnya
menggunakan Abjad Jawidalam penulisan sebelum berganti dengan Alfabet Latin.
Meskipun memiliki bahasa sendiri orang Minang juga
menggunakan Bahasa Melayu dan kemudian bahasa Indonesia secara meluas.
Historiografi tradisional orang Minang, Tambo Minangkabau, ditulis dalam bahasa
Melayu dan merupakan bagian sastra Melayu atau sastra Indonesia lama. Suku
Minangkabau menolak penggunaan bahasa Minangkabau untuk keperluan pengajaran di
sekolah-sekolah. Bahasa Melayu yang dipengaruhi baik secara tata bahasa maupun
kosakata oleh bahasa Arab telah digunakan untuk pengajaran agama Islam. Pidato
di sekolah agama juga menggunakan bahasa Melayu. Pada awal abad ke-20 sekolah
Melayu yang didirikan pemerintah Hindia Belanda di wilayah Minangkabau
mengajarkan ragam bahasa Melayu Riau, yang dianggap sebagai bahasa standar dan
juga digunakan di wilayah Johor, Malaya. Namun kenyataannya bahasa yang
digunakan oleh sekolah-sekolah Belanda ini adalah ragam yang terpengaruh oleh
bahasa Minangkabau.
Guru-guru dan penulis Minangkabau berperan penting
dalam pembinaan bahasa Melayu Tinggi. Banyak guru-guru bahasa Melayu berasal
dari Minangkabau, dan sekolah di Bukittinggi merupakan salah satu pusat
pembentukan bahasa Melayu formal. Dalam masa diterimanya bahasa Melayu Balai
Pustaka, orang-orang Minangkabau menjadi percaya bahwa mereka adalah penjaga
kemurnian bahasa yang kemudian menjadi bahasa Indonesia itu.
Sistem
Pengetahuan dan teknologi
Masyarakat akademik adalah masyarakat yang dalam
berbagai kegiatan sosial budayanya menggunakan berbagai macam penanda keilmuan,
misalnya;penggunaan angka-angka, dan penggunaan bahasa.Dan menurut kajian
sosiologi, disebutkan bahwa masyarakat demikian adalah masyarakat yang berpikir
pragmatis, egaliter dan metropolis.Artinya, mereka terbuka menerima sesuatu
yang baru tanpa kehilangan identitas dirinya. Berdasarkan kajian
sosio-lingustik dan sosiologi tersebut, masyarakat Minangkabau secara umum
dapat dikatakan sebagai masyarakat akademis.
Beberapa indikasi untuk itu adalah sebagai berikut :
1)
Penggunaan angka-angka.
Angka-angka bagi masyarakat Minangkabau tidak hanya
sebagai penghitung dan pembatas sebuah bilangan atau penjumlahan, tetapi
sekaligus juga sebagai pembedamyang satu dengan yang lain.Orang Minang mengenal
sistim perimbangan dengan angka-angka yang genap; dua, empat, delapan, duapuluh
dstnya.Bilangan empat merupakan perimbangan antara dua dan dua. Hal ini banyak
ditemukan dalam sistem adat dan bahasa yang mereka pakai sampai sekarang; koto
nan ampek (untuk tempat), urang nan ampek (untuk fungsi manusia), kato nan
ampek (untuk bahasa dan hukum), indak tahu dinan ampek (untuk etika dan moral),
sahabat nan ampek (untuk agama), langkah ampek (untuk silat), pakok ampek
(untuk musik, saluang), dan banyak lagi.Sesuatu yang empat terdiri dari suatu
keseimbangan 2 dan 2. Siang dan malam akan berimbang dan pagi dan sore.Hilir
dan mudik berimbang dengan ateh dan baruah.
2) Dalam
penggunaan bahasa
Dalam sistim komunikasi, diplomasi, perundingan dan
pembicaraan umum,masyarakatMinangkabau lebih mementingkan kesamaan pengertian
untuk setiap kata (vocabulary). Mereka menyadari, bila pengertian untuk satu
kata berbeda untuk masing-masing pihak yang sedang berkomunikasi apalagi dalam
suatu perundingan, akan dapat menyebabkan kesalahan-kesalahan pengertian,
maksud dan tujuan. Hal semacam itu dapat
disimak dalam pidato-pidato adat atau pasambahan. Setiap kata selalu diberikan
batasan yang jelas. Seperti misalnya, orang Minang tidak mengenal kata biru
dalam kamus bahasanya, mereka mengenal kata hijau.
Untuk biru laut, mereka harus menjelaskan dengan
sebutan “ijau lauik”, hijau seperti warna laut, ijau daun (untuk warna daun),
ijau pucuak (untuk warna hijau muda), dsbnya. Memberikan batasan yang jelas
terhadap suatu kata, dalam kehidupan masyarakat modern ditemukan saat mereka
menyiapkan naskah perundang-undangan, perjanjian-perjianjian, pernyataan-pernyataan,
kertas kerja ilmiah.
Sistem Organisasi Sosial
1. Sistem
Kelarasan Koto Piliang
2. Sistem
Kelarasan Bodi Caniago
3. Sistem
Kelarasan Panjang
Dalam pola pewarisan adat dan harta, suku Minang menganut pola matrilineal yang mana hal ini sangatlah berlainan dari mayoritas masyarakat dunia
yang menganut pola patrilineal. Terdapat kontradiksi antara pola matrilineal dengan pola pewarisan yang
diajarkan oleh agama Islam yang menjadi anutan orang Minang. Oleh sebab itu dalam pola pewarisan
suku Minang, dikenalah harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta
pusaka tinggi merupakan harta turun temurun yang diwariskan berdasarkan garis
keturunan ibu, sedangkan harta
pusaka rendah merupakan harta pencarian yang diwariskan secara faraidh
berdasarkan hukum Islam.
o Sistem Kelarasan Koto Piliang
Sistem adat ini
merupakan gagasan adat yang digariskan oleh Datuk Ketumanggungan. Ciri yang menonjol dari adat Koto Piliang adalah
otokrasi atau kepemimpinan menurut garis keturunan yang dalam istilah adat
disebut sebagai "menetes dari langit, bertangga naik, berjenjang
turun" Sistem adat ini banyak dianut oleh suku Minang di daerah Tanah Datar dan sekitarnya. Ciri-ciri rumah gadangnya adalah berlantai dengan
ketinggian bertingkat-tingkat.
o Sistem Kelarasan Bodi Caniago
Sistem adat ini
merupakan gagasan adat yang digariskan oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang. Sistem adatnya
merupakan antitesis terhadap sistem adat Koto Piliang dengan menganut paham
demokrasi yang dalam istilah adat disebut sebagai "yang membersit dari
bumi, duduk sama rendah, berdiri sama tinggi". Sistem adat ini banyak
dianut oleh suku Minang di daerah Lima Puluh Kota. Cirinya tampak pada lantai rumah
gadang yang rata.
o Sistem Kelarasan Panjang
Sistem ini digagas
oleh adik laki-laki dari dua tokoh di atas yang bernama Mambang Sutan Datuk
Suri Dirajo nan Bamego-mego. Dalam adatnya dipantangkang pernikahan dalam
negara yang sama. Sistem ini banyak dianut oleh luhak Agam dan sekitarnya.Namun dewasa ini semua sistem adat di atas sudah diterapkan secara bersamaan dan tidak dikotomis lagi.
Sistem
peralatan hidup
- Rumah adat Minangkabau
Rumah Gadang
atau Rumah Godang adalag nama untuk rumah untuk rumah adat minangkabau yang
merupakan rumah tradisional dan banyak di jumpai di provinsi Sumatera Barat,
Indonesia. Rumah ini juga disebut dengan nama lain oleh masyarakat setempat
dengan anama Rumah Bagonjongatau ada juga yang menyebut dengan nama Rumah
Baanjung. Rumah dengan model ini juga banyak dijumpai di Negeri
Sembilan, Malaysia. Namun demikian tidak semua kawasan di Minangkabau
(darek) yang boleh didirikan rumah adat ini, hanya pada kawasan yang sudah
memiliki status sebagai nagari saja Rumah Gadang ini boleh
didirikan. Begitu juga pada kawasan yang disebut dengan rantau, rumah adat
ini juga dahulunya tidak ada yang didirikan oleh para perantau Minangkabau.
Bagian dalam
terbagi atas lanjar dan ruang yang ditandai oleh tiang. Tiang itu
berbanjar dari muka ke belakang dan dari kiri ke kanan. Tiang yang berbanjar
dari depan ke belakang menandailanjar, sedangkan tiang dari kiri ke kanan
menandai ruang. Jumlah lanjar bergantung pada besar rumah, bisa dua,
tiga dan empat. Ruangnya terdiri dari jumlah yang ganjil antara tiga dan
sebelas. Rumah Gadang biasanya dibangun diatas sebidang tanah milik keluarga
induk dalam suku/kaum tersebut secara turun temurun dan hanya dimiliki dan
diwarisi dari dan kepada perempuan pada kaum tersebut. Dihalaman depan Rumah
Gadang biasanya selalu terdapat dua buah bangunan Rangkiang, digunakan
untuk menyimpan padi. Rumah Gadang pada sayap bangunan sebelah kanan dan kirinya
terdapat ruanganjung (Bahasa Minang: anjuang) sebagai tempat pengantin
bersanding atau tempat penobatan kepala adat, karena itu rumah Gadang dinamakan
pula sebagai rumah Baanjuang. Anjung pada kelarasan Bodi-Chaniago tidak
memakai tongkat penyangga di bawahnya, sedangkan pada kelarasan Koto-Piliang
memakai tongkat penyangga. Hal ini sesuai filosofi yang dianut kedua golongan
ini yang berbeda, salah satu golongan menganut prinsip pemerintahan yang
hirarki menggunakan anjung yang memakai tongkat penyangga, pada golongan
lainnya anjuang seolah-olah mengapung di udara.
Tidak jauh dari komplek Rumah
Gadang tersebut biasanya juga dibangun sebuah suraukaum yang berfungsi
sebagai tempat ibadah, tempat pendidikan dan juga sekaligus menjadi tempat
tinggal lelaki dewasa kaum tersebut yang belum menikah.
- Makanan Khas Minangkabau
Rendang
daging adalah masakan tradisional bersantan dengan daging
sapi sebagai bahan utamanya. Masakan khas dari Sumatera
Barat, Indonesia ini sangat digemari di semua kalangan masyarakat
baik itu di Indonesia sendiri ataupun di luar negeri. Selain daging
sapi, rendang juga menggunakan kelapa(karambia), dan campuran dari
berbagai bumbu khas Indonesia di antaranya
Cabai (lado), lengkuas, serai, bawang dan aneka bumbu
lainnya yang biasanya disebut sebagai (Pemasak). Rendang memiliki posisi
terhormat dalam budaya masyarakat Minangkabau. Rendang memiliki filosofi
tersendiri bagi masyarakat Minang Sumatra Barat yaitumusyawarah.
- Senjata Khas Minangkabau
Gambar di
sebelah ini adalah kerambit Minang. Kerambit merupakan jenis senjata asli
Minangkabau Sumatera Barat, termasuk senjata khas andalan yang sangat
berbahaya. Dalam bahasa Minangkabau disebut “kurambik”.
Pada masa
dulu, permainan senjata kerambit di Minangkabau hanya diwarisi oleh para Datuk
atau kalangan Raja, bukan sembarangan orang boleh menguasai permainan nie yg
dianggap rahsia dan hanya utk kalangan tertentu saja.
Dalam
kategori senjata genggam paling berbahaya, kerambit menduduki tempat kedua
sebagai senjata maut yang membawa instant death selepas pistol. Sabitan senjata
kerambit bila terkena tubuh lawan, nampak dari luar macam luka siatan kecik,
tapi bisanya yang berada dalam bahagian badan boleh menyebabkan maut akibat
urat2 yang terputus. Kalau terkena perut, usus akan terpotong atau terkelar di dlm.
Terdapat 2 jenis kerambit, yaitu kerambit jantan dan kerambit betina. Senjata
kerambit jantan bentuknya besar (selalunya diguna oleh kaum lelaki
Minang), sedangkan yang betina bentuknya kecil dengan hujung gagang
berlubang (selalunya diguna oleh kaum wanita Minang).
Lubang nie sebagai tempat
jari telunjuk mencakam senjata. Keistimewaan dari senjata ini adalah oleh
karena bentuknya yang bengkok dan tajam, senjata kerambit ini susah nak
dipatahkan. Kerambit betina mudah disorok dalam tangan atau dalam sanggul
rambut tanpa dilihat oleh pihak lawan.
Sistem
mata pencaharian
Orang Minangkabau
sangat menonjol di bidang perniagaan, sebagai profesional dan intelektual.
Mereka merupakan pewaris terhormat dari tradisi tua Kerajaan Melayu dan Sriwijaya yang gemar
berdagang dan dinamis. Hampir separuh jumlah keseluruhan anggota masyarakat ini
berada dalam perantauan. Minang perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota
besar, seperti Jakarta, Bandung,Pekanbaru, Medan, Batam, Palembang, dan Surabaya. Di luar wilayah
Indonesia, etnis Minang banyak terdapat di Negeri Sembilan, Malaysia dan Singapura
Sistem religi atau keagamaan di
Minangkabau
Kedatangan para
reformis Islam dari Timur Tengah pada akhir abad ke-18, telah
menghapus adat budaya Minangkabau yang tidak sesuai dengan hukum Islam. Budaya menyabung ayam, mengadu kerbau, berjudi, minum tuak, diharamkan
dalam pesta-pesta adat masyarakat Minang. Para ulama yang dipelopori
oleh Haji Piobang, Haji Miskin, dan Tuanku Nan Renceh mendesak kaum adat untuk
mengubah pandangan budaya Minang yang sebelumnya banyak berkiblat kepada budaya animisme dan Hindu-Budha, untuk berkiblat
kepada syariat Islam.
Reformasi budaya di
Minangkabau terjadi setelah perang Paderi yang berakhir pada tahun 1837. Hal ini ditandai
dengan adanya perjanjian di Bukit Marapalam antara alim ulama, tokoh adat,
dan cadiak pandai (cerdik pandai). Mereka bersepakat untuk
mendasarkan adat budaya Minang pada syariah Islam. Hal ini tertuang dalam
adagium Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Syarak mangato
adat mamakai (Adat bersendikan kepada syariat, syariat bersendikan
kepada Al-Quran). Sejak reformasi budaya dipertengahan abad ke-19, pola pendidikan dan
pengembangan manusia di Minangkabau berlandaskan pada nilai-nilai Islam.
Sehingga sejak itu, setiap kampung atau jorong di Minangkabau memiliki masjid, disamping surau yang ada di tiap-tiap lingkungan keluarga. Pemuda
Minangkabau yang beranjak dewasa, diwajibkan untuk tidur di surau. Di surau,
selain belajar mengaji, mereka juga ditempa latihan fisik berupa ilmu bela
diri pencak silat.
Kesenian
Masyarakat Minangkabau
memiliki berbagai macam atraksi dan kesenian, seperti tari-tarian yang biasa
ditampilkan dalam pesta adat maupun perkawinan. Di antara tari-tarian tersebut
misalnya tari pasambahan merupakan tarian
yang dimainkan bermaksud sebagai ucapan selamat datang ataupun ungkapan rasa
hormat kepada tamu istimewa yang baru saja sampai, selanjutnya tari piring merupakan bentuk
tarian dengan gerak cepat dari para penarinya sambil memegang piring pada
telapak tangan masing-masing, yang diiringi dengan lagu yang dimainkan
oleh talempong dan saluang.
Silek atau Silat Minangkabau merupakan suatu
seni bela diri tradisional khas suku ini yang sudah berkembang sejak lama.
Selain itu, adapula tarian yang bercampur dengan silek yang
disebut denganrandai. Randai biasa
diiringi dengan nyanyian atau disebut juga dengan sijobang, dalam randai ini
juga terdapat seni peran (acting) berdasarkan skenario.
Di samping itu,
Minangkabau juga menonjol dalam seni berkata-kata. Ada tiga genre seni
berkata-kata, yaitu pasambahan (persembahan), indang, dan
salawat dulang. Seni berkata-kata atau bersilat lidah, lebih mengedepankan kata
sindiran, kiasan, ibarat, alegori, metafora, dan aphorisme. Dalam seni
berkata-kata seseorang diajarkan untuk mempertahankan kehormatan dan harga
diri, tanpa menggunakan senjata dan kontak fisik. Selanjutnya,
alat musik dan makanan khas yang dimiliki oleh Minangkabau yaitu saluang dan
sate padang .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar