B. BENTUK-BENTUK
INTERAKSI SOSIAL
1. proses asosiatif
(association processes)
Interaksi sosial dengan proses asosiatif bersifat positif.
Maksudnya, mendukung seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu.
a. Kerja sama (cooperation)
Kerja sama adalah suatu usaha bersama antara orang
perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama dilakukan
sejak manusia berinteraksi dengan sesamanya. Kebiasaan dan sikap mau bekerja
sama dimulai sejak kanak-kanak, mulai dalam kehidupan keluarga, lalu meningkat
dalam kelompok sosial yang lebih luas. Kerja sama berawal dari kesamaan
orientasi. Misalnya, warga rela bekerja bakti membersihkan lingkungan karena
sama-sama menyadari manfaat lingkungan yang bersih. Kerja sama akan bertambah
erat apabila ada bahaya dari luar yang mengancam. Misalnya, warga semakin giat
bekerja bakti membersihkan lingkungan untuk mencegah wabah demam berdarah.
Kerja sama juga akan bertambah erat apabila ada tindakan
yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau institusional telah
tertanam. Kerja sama seperti ini bisa konstruktif (membangun), bisa juga
destruktif (merusak). Contoh konstruktif adalah kerja sama siswa dan guru
memulihkan nama baik sekolah yang dinodai tindakan kriminal sejumlah siswanya.
Contoh destruktif adalah tawuran antarkampung.
Kerja sama dapat bersifat agresif apabila suatu kelompok
mengalami kekecewaan dalam jangka waktu yang lama akibat rintangan-rintangan
dari luar kelompok itu. Keadaan tersebut dapat menjadi lebih tajam lagi apabila
kelompok tersebut merasa tersinggung atau dirugikan oleh sistem kepercayaan
atau dalam salah satu bidang sensitif kebudayaan yang dimilikinya. Kerja sama
ini cenderung bersifat destruktif.
Kerja sama dibedakan menjadi beberapa bentuk berikut.
1. Kerja sama spontan, yaitu kerja sama
yang terjadi secara serta-merta.
2. Kerja sama langsung, yaitu kerja sama
sebagai hasil dari perintah atasan kepada bawahan atau penguasa terhadap
rakyatnya.
3. Kerja sama kontrak, yaitu kerja sama
atas dasar syarat-syarat atau ketetapan tertentu, yang disepakati bersama.
4. Kerja sama tradisional, yaitu kerja sama
sebagian atau unsur-unsur tertentu dari sistem sosial.
Sejumlah ahli berpendapat bahwa masyarakat yang terlalu
mementingkan kerja sama justru cenderung kurang mempunyai inisiatif ataupun
daya kreasi. Warga dalam masyarakat seperti itu terlalu mengandalkan bantuan
dari rekan-rekannya. Orang cenderung mempersilakan orang lain tampil lebih
dahulu, atau menunggu sejumlah orang untuk memulai. Meskipun demikian, harus
diakui bahwa kerja sama merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang
universal pada masyarakat manapun.
b. Akomodasi (accomodation)
Akomodasi adalah suatu proses penyesuaian diri individu atau
kelompok manusia yang semula saling bertentangan sebagai upaya untuk mengatasi
ketegangan. Akomodasi berarti adanya keseimbangan interaksi sosial dalam
kaitannya dengan norma dan nilai yang ada di dalam masyarakat. Seringkali akomodasi
terjadi dalam situasi konflik sosial (pertentangan). Akomodasi merupakan salah
satu cara untuk menyelesaikan pertentangan, entah dengan cara menghargai
kepribadian yang berkonflik atau dengan cara paksaan atau tekanan.
Bentuk-bentuk akomodasi antara lain sebagai berikut.
1. Koersi
Koersi adalah suatu bentuk akomodasi yang
terjadi melalui pemaksaan kehendak suatu pihak terhadap pihak lain yang lebih
lemah. Terjadi dominasi suatu kelompok atas kelompok lain.
Contoh:
sistem pemerintahan totalitarian.
2.
Kompromi
Kompromi adalah suatu bentuk akomodasi
ketika pihak-pihak yang terlibat perselisihan saling mengurangi tuntuan agar
tercapai suatu penyelesaian. Sikap dasar kompromi adalah semua pihak bersedia
merasakan dan memahami keadaan pihak lain.
Contoh:
perjanjian gencatan senjata antara dua negara.
3. Arbitrasi
Arbitrasi terjadi apabila pihak-pihak yang
berselisih tidak sanggup mencapai kompromi sendiri. Untuk itu, diundang pihak
ketiga yang netral untuk mengusahakan penyelesaian. Pihak ketiga dapat ditunjuk
atau dilaksanakan oleh badan berwenang.
Contoh:
penyelesaian pertentangan antara karyawan dan pengusaha dengan serikat
buruh, serta Departemen Tenaga sebagai pihak ketiga.
4. Mediasi
Hampir sama dengan arbitrasi, tapi pihak
ketiga hanya penengah atau juru damai. Keputusan berdamai tergantung pihak yang
bertikai.
Contoh
: mediasi pemerintah RI untuk mendamaikan faksi-faksi yang berselisih di
Kamboja.
5. Konsiliasi
Upaya mempertemukan keinginan-keinginan
dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama. Konsiliasi
bersifat lebih lunak dan membuka
kesempatan untuk mengadakan asimilasi.
Contoh
: panitia tetap penyelesaian masalah ketenagakerjaan mengundang perusahaan
dan wakil karyawan untuk menyelesaikan pemogokan.
6. Toleransi
Toleransi adalah bentuk akomodasi tanpa
persetujuan yang resmi. Bisa terjadi secara tidak sadar dan tanpa direncanakan,
karena adanya keinginan untuk menghindarkan diri dari perselisihan yang saling
merugikan.
7. Stalemate
Stalemate terjadi ketika kelompok yang
terlibat pertentangan mempunyai kekuatan seimbang. Lalu, keduanya sadar bahwa
tidak mungkin lagi maju atau mundur, sehingga pertentangan akan berhenti dengan
sendirinya.
Contoh:
persaingan antara blok barat dan blok timur eropa berhenti dengan
sendirinya tanpa ada pihak yang kalah atau menang.
8. Ajudikasi
Ajudikasi adalah penyelesaian masalah atau
sengketa melalui pengadilan atau jalur hukum.
Contoh
: persengketaan tanah warisan keluarga yang diselesaikan di pengadilan.
c. Asimilasi
Asimilasi terjadi setelah memalui
tahap kerja sama dan akomodasi. Asimilasi pada dasarnya merupakan perubahan
yang dilakukan secara sukarela, yang umum dimulai dari penggunaan bahasa. Suatu
asimilasi ditandai oleh usaha-usaha mengurangi perbedaan antara orang atau
kelompok. Untuk mengurangi perbedaan itu, asimilasi meliputi usaha-usaha
mempererat kesatuan tindakan, sikap, dan persamaan dengan memperhatikan kepentingan
serta tujuan bersama.
Hasil dari proses asimilasi
adalah semakin tipisnya batas perbedaan antara indinvidu dalam sutu kelompok
atau batas antarkelompok. Selanjutnya, individu menyesuaikan kemauannya dengan
kemauan kelompok. Demikian pula antara satu kelompok dengan kelompok lain.
Asimilasi dapat terbentuk dengan
tiga syarat berikut.
1.
Terdapat sejumlahh kelompok yang memiliki
kebudayaan berbeda.
2.
Terjadi pergaulan antarindividu atau kelompok
secara intensif dan dalam waktu yang relatif lama.
3.
Kebudayaan masing-masing kelompok tersebut
saling berubah dan menyesuaikan diri.
Adapun faktor-faktor pendorong
asimilasi adalah sebagai berikut.
1.
Toleransi diantara sesama kelompok yang berbeda
kebudayaan.
2.
Kesempatan yang sama dalam bidang ekonomi.
3.
Kesediaan menghormati dan menghargai orang asing
dan kebudayaan yang dibawanya.
4.
Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam
masyarakat.
5.
Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan
universal.
6.
Perkawinan antara kelompok yang berbeda budaya.
7.
Mempunyai musuh yang sama dan meyakini
kekuatan-kekuatan masing-masing untuk menghadapi musuh tersebut.
Sedangkan faktor umum penghalang
asimilasi antara lain sebagai berikut.
1.
Kelompok yang terisolasi atau terasing (biasanya
kelompok minoritas).
2.
Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan baru
yang dihadapi.
3.
Prasangka negatif terhadap pengaruh kebudayaan
baru. Kekhawatiran ini dapat diatasi dengan meningkatkan fungsi lembaga-lembaga
kemasyarakatan.
4.
Perasaan bahwa kebudayaan kelompok tertentu
lebih tinggi daripaada kebudayaan kelompok lain. Kebanggaan berlebihan ini
mengakibatkan kelompok yang satu tidak mau mengakui keberadaan kebudayaan
kelompok lainnya.
5.
Perbedaan ciri-ciri fisik, seperti tinggi badan,
warna kulit, atau rambut.
6.
Perasaan yang kuat bahwa individu terikat pada
kebudayaan kelompok yang bersangkutan.
7.
Golongan minoritas mengalami gangguan oleh
kelompok penguasa.
Contoh:
pembantaian suku minoritas (ethnic cleansing) yang terjadi di bbekas negara
yugoslavia dan rwanda. Atau, pembantaian secara sistematis (genocide) orang
yahudi semasa nazi jerman berkuasa.
d. Akulturasi
Akulturasi adalah proses penerimaan dan pengolahan
unsur-unsur kebudayaan asing menjadi bagian dari kebudayaan suatu kelompok,
tanpa menghilangkan kepribadian kebudayaan yang asli. Akulturasi merupakan
hasil perpaduan dua kebudayaan dalam waktu lama. Dalam akulturasi, unsur-unsur
kebudayaan asing sama-sama diterima oleh kelompok yang berinteraksi untuk
selanjutnya diolah tetapi dengan tidak menghilangkan kepribadian asli
kebudayaan yang menerima.
Contoh:
·
Kebudayaan hindu di indonesia bertemu denggan
kebudayaan islam menghasilkan kebudayaan islam yang bercorak hindu.
·
Musik melayu bertemu dengan musik spanyol
menghasilkan musik keroncong.
2. proses disosiatif
(opposition processes)
Proses disosiatif disebut pula proses oposisi. Oposisi dapat
diartikan cara yang bertentangan dengan seseorang ataupun kelompok untuk
mencapai tujuan tertentu. Proses disosiatif dapat dibedakan menjadikan tiga bbentuk
sebagai berikut.
a. Persaingan (competition)
Persaingan merupakan suatu proses sosial ketika ada dua
pihak atau lebih saling berlomba dan berbuat sesuatu untuk mencapai kemenangan
tertentu. Persaingan terjadi apabila beberapa pihak menginginkan sesuatu yang
jumlahnya terbatas atau menjadi pusat perhatian umum. Misalnya, ribuan remaja
bersaing untuk masuk dalaam 12 besar penyanyi idola.
Persaingan dilakukan dengan orma dan nilai yang diakui
bersama dan berlaku pada masyarakat tersebut. Kecil kemungkinan, persaingan
menggunakan kekerasan atau ancaman. Dengan kata lain, persaingan dilakukan
secara sehat atau sportif. Misalnya, dalam sepak bola dikenal istilah fair
play.
Persaingan yang disertai dengan kekerasan, ancaman atau
keinginan untuk merugikan pihak lain dinamakan persaingan tidak sehat. Tindakan
seperti itu bukan lagi peersaingan tetapi sudah menjurus pada permusuhan atau
persengketaan.
Apa pun hasil dari suatu persaingan akan diterima dengan
kepala dingin tanpa ada rasa dendam sedikitpun. Sejak awal, masing-masing pihak
yang bersaing menyadari akan ada yang menang dan kalah.
Contoh:
·
Dalam bidang ekonomi; persaingan antara produsen
barang sejenis dalam merebut pasar yang terbatas.
·
Dalam hal kedudukan : persaingan untuk menduduki
jabatan strategis.
·
Dalam kebudayaan: persaingan dalam penyebaran
ideologi, pendidikan, dan unsur-unsur kebudayaan lainnya.
Persaingan memiliki beberapa fungsi berikut ini.
1.
Menyalurkan keinginan individu atau kelompok
yang sama-sama menuntut dipenuhi, padahal sulit dipenuhi semuanya secara
serentak.
2.
Menyalurkan kepentingan serta nilai-nilai dalam
masyarakat, terutama kepentingan dan nilai yang menimbulkan konflik.
3.
Menyeleksi individu yang pantas memperoleh
kedudukan serta peran yang sesuai dengan kemampuannya.
b. Kontravensi
Kontravensi merupakan proses sosial yang dditandai oleh
adanya ketidakpastian, keraguan, penolakan, dan penyangkalan yang tidak
diungkapkan secara terbuka. Kontravensi adalah sikap menentang secara
tersembunyi, agar tidak sampai terjadi perselisihan atau konflik secara
terbuka. Penyebab kontravensi antara lain adalah perbedaan pendirian antara
kalangan tertentu dengan pendirian kalangan lainnya dalam masyarakat, atau bisa
juga dengan pendirian keseluruhan masyarakat.
Menurut leopold von wiese dan howard becker, terdapat lima
bentuk kontravensi sebagai berikut.
1.
Kontravensi umum.
Misalnya : penolakan, keenganan,
perlawanan, protes, ganggguan,, mengancam pihak lawan.
2.
Kontravensi sederhana.
Misalnya : menyangkal pernyataan orang di depan umum.
3.
Kontravensi intensif.
Misalnya : penghasutan, penyebaran
desas-desus.
4.
Kontravensi rahasia.
Misalnya : pembocoran rahasia, khianat.
5.
Kontravensi taktis.
Misalnya : mengejutkan pihak lawan,
provokasi, dan intimidasi.
c. Pertikaian
Pertikaian merupakan proses sosial bentuk lanjut dari
kontravensi. Dalam pertikaian, perselisihan sudah bbersifat terbuka. Pertikaian
terjadi karena semakin tajamnya perbedaan antara kalangan tertentu dalam
masyarakat.
Kondisi semakin tajamnya
peerbedaan mengakibatkan amarah, rasa benci yang mendorong tindakan
untuk melukai, menghancurkan, atau menyerang pihak lain. Jadi, pertikaian
muncul apabila individu atau kelompok berusaha memenuhi kebutuhan atua
tujuannya dengan jalan menentang pihak lain lewat ancaman atau kekerasan.
d. Konflik
Pengertian konflik yang paling sederhana adalah saling
memukul (configere). Namun, konflik tidak hanya berwujud pertentangan fisik
semata. Dalam definisi yang lebih luas, konflik diartikan sebagai suatu proses
sosial antara dua pihak atau lebih ketika pihak yang satu berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tidak
berdaya.
Sebagai proses sosial, konflik dilatarbelakangi oleh
perbedaan yang agaknya sulit didamaikan atau ditemukan kesamaannya. Perbedaan tersebut
antara lain menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, dan
keyakinan.
Konflik merupakan situasi wajar dalam setiap masyarakat. Bahkan,
tidak ada satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik. Tiap masyarakat
pasti pernah mengalami konflik, baik itu konflik dalam cakupan kecil ataupun
konflik berskala besar. Konflik dalam cakupan kecil misalnya konflik dalam
keluarga, konflik dengan teman, konflik dengan atasan, dan sebagainya. Sedangkan,
konflik dalam cakupan besar misalnya konflik antargolongan atau antarkampung.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik dalam
masyarakat adalah sebagai berikut.
1.
Perbedaan individu, berupa perbedaan pendirian
dan perasaan.
2.
Perbedaan
latar belakang kebudayaan, sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda-beda
pula. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan
pendirian kelompoknya.
3.
Perbedaan kepentingan antara individu dan
kelompok, bisa menyangkut bidang ekonomi, politik, dan sosial.
4.
Perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam
masyarakat.
Menurut de moor, konflik dalam masyarakat terjadi jika para
anggotanya secara besar-besaran membiarkan diri dibimbing oleh tujuan-tujuan
(nilai-nilai) yang bertentangan.
Menurut dahrendorf, pembagian konflik adalah sebagai
berikut.
1.
Konflik antara atau dalam peran sosial, misalnya
antara peran dalam keluarga dan profesi.
2.
Konflik antara kelompok-kelompok sosial.
3.
Konflik antara kelompok yang terorganisasi
dengan kelompok yang terorganisasi.
4.
Konflik antara satuan nasional.
5.
Konflik antarnegara atau antar negara dengan
organisasi internasional.
Konflik bisa membawa akibat positif asalkan masalah yang
dipertentangkan dan kalangan yang bertentangan memang konstruktif. Artinya,
konflik itu sama-sama dilandasi kepentingan menjadikan masyarakat lebih baik.
Contoh :
Konflik mengenai kebebasan informasi. Kalangan yang satu
menghendaki bebasnya informasi, dengan alasan melatih masyarakat untuk
menyaring informasi secara mandiri. Kalangan yang lain menghendaki adanya
lembaga sensor karena khawatir adanya informasi yang tidak mendidik. Kedua kalangan
sama-sama menginginkan masyarakat yang semakin berkualitas.
Hasil dan akibat suatu konflik adalah sebagai berikut.
1.
Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok
yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
2.
Keretakan hubungan antara anggota kelompok,
misalnya akibat konflik antarsuku.
3.
Perubahan kepribadian pada individu, misalnya
adanya rasa benci dan saling curiga akibat perang.
4.
Kerusakan harta benda dan hilangnya nyawa
manusia.
5.
Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang
terlibat dalam konflik.
Konflik merupakan proses disosiatif yang tajam. Meskipun begitu,
sebagai salah satu proses sosial, konflik dapat berfungsi positif bagi masyarakat.
Fungsi-fungsi positif konflik tersebut adalah sebagai berikut.
1.
Dapat memperjelas aspek-aspek kehidupan yang
belum jelas atau belum tuntas dipelajari.
2.
Memungkinkan adanya penyesuaian kembali
norma-norma dan nilai-nilai serta hubungan sosial dalam kelompok bersangkutan
sesuai dengan kebutuhan individu atau kelompok.
3.
Merupakan jalan mengurangi ketegangan
antarindividu dan antarkelompok.
4.
Merupakan jalan untuk mengurangi atau menekan
pertentangan yang terjadi dalam masyarakat.
5.
Membantu menghidupkan kembali norma-norma lama
dan menciptakan norma-norma baru.
6.
Merupakan sarana untuk mencapai keseimbangan
antara kekuatan-kekuatan dalam masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar