Rabu, 09 Mei 2018

Dialog empat kutub



1. berlandaskan sulalat al-salatin atau sulalatus salatin dan atau sejarah melayu yang dikarang penulis tentang tun sri lanang, tuhfat al-nafis karya agung raja ali haji, hikayat siak yang dirawikan tengku said, hikayat Abdullah yang dicacat Abdullah bin abdul kadir munsyi, serta bermacam macam hikayat dan kronik melayu lainnya yang bersifat sejarah-sastra dan atau sastra-sejarah.
2. menelisik sejimat mampu melalui catatan sejarah yang bersumber dari buku, manuskip dan dokumen lain yang berkait-kelindan dengan melayu, termasuk melalui media internet.
3. wawancara langsung dengan beberapa tokoh, pelaku, saksi, sejarawan, budayawan, dan orang tua-tua yang relative mengetahui, memahami dan menguasai sejarah melayu.
4. mengunjungi situs dan tapak peninggalan sejarah melayu yang masih ada serta mencocokannya dengan sumber tertulis dan lisan.
Keempat kutub ini coba dipertemukan dalam sebuah sembang (dialog) yang berimbang untuk kemudian disuguh sebagai sebuah bacaan yang dapat memberi makna kekinian kepada melayu. 

Karya sejarah-sastra atau sastra-sejarah sebagaimana disebut menjadi sumber pertama, selain bermuat sarat kandungan kesejarahan, juga menyelip mitos dan fiksi di sana-sini. Demikian juga tuturan kisah dari kalangan orang tua-tua. Tetapi bukan tidak mungkin mitos dan fiksi juga ditulis dan diceritakan berdasarkan sejarah, dan atau ada kaitannya dengan peristiwa sejarah; bedanya ia ditokok-tambah (meminjam-pakai istilah penulis prolific melayu hasan junus), sehingga menarik dan memberi nilai kejut, sebagaimana yang menjadi syarat sebuah karya sastra.

Bahkan bisa saja sejarah ditulis dan diceritakan bertolak dari mitos dan fiksi lalu dilanjutkan dengan penelusuran data dan fakta kesejarahannya. Artinya, tiada perlu interupsi dan pertelagahan dalam pertembungan keempat kutub itu ketika menjalani sesi dialog yang berbeda sifat dan tujuannya – yang pada banyak segi juga memiliki magnet yang memiliki potensi untuk saling menarik dan saling menolak, yang diambil bukanlah peristiwa tolak-menolak, tetapi yang bersifat tarik-menarik sehingga dijumpai titik temu.

Diperuntukkan terutama bagi generasi sekarang yang belum sempat membaca sulalat al-salatin atau sulalatus salatin atau sejarah melayu karya tun sri lanang yang kesohor itu serta tuhfat al-nafis karya agung raja ali haji. Mungkin saja belum sempat mendapatkannya. Atau karena faktor bahasanya yang sulit dipahami generasi zaman sekarang sehingga menyurutkan minat untuk membacanya. 

Menawarkan diri sebagai sebuah solusi, dengan harapan, setelah membaca, malah jadi tertarik lalu mencari dan membaca sulalatus salatin dan tuhfat al-nafis guna mendapatkan data dan informasi selengkapnya.

Terbesit harapan: generasi sekarang tidak mengalami amnesia sejarah. Menyitir pikiran Arthur Schopenhauer, ‘’ melalui sejarah sebuah bangsa dapat pemyadari makna kediriannya.’’ Dan sebagaimana diharapkan hasan junus, ‘’bacaan-bacaan tentang sejarah hendaklah menjadi nasi dan roti sehari-hari bagi seseorang yang ingin menjadi cendikiawan.’’

Mengenang masa lalu dengan memberi makna kekinian melalui cara mengambil isi yang penting, misalnya dari sulalatus salatin dan tuhfat al-nafis, lalu membuang kulitnya yang tidak selari dengan tatanan nilai zaman; tiada lain sebagai upaya menjemput masa depan melayu dan turut menjayakan melayu dengan menoleh dan bercermin sejenak ke masa silam.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penting! Minum 7 Suplemen Ini di Usia 20-an supaya tetap sehat di usia tua.

Umumnya, usia 20-an adalah usia di mana kita sedang sehat-sehatnya. Nge-gym selama 2 jam? Bisa. Naik gunung hingga berhari-hari? Hayuk. Bega...