A.
PERILAKU MENYIMPANG
Dalam rangka menciptakan khidupan yang selaras, setiap
masyarakat selalu menerapkan berbagai hal untuk mengatur anggota anggotanya.
Aturan ini banyak berupa nilai dan norma yang disosialisasikan dari generasi ke
generasi demi keberlangsungan masyarakat itu sendiri. Namun, ada saja anggota
anggotanya masyarakat yang bertingkah laku berlainan dengan apa yang diharapkan
oleh masyarakat. Perlu diketahui pula bahwa penyimpangan dalam suatu masyarakat
tidak berarti merupakan penyimpangan dalam masyarakat lain karena adanya
perbedaan nilai dan norma.
1.
Penertian perilaku menyimpang
Ada beberapa definisi penyimpangan sosial yang diajukan para
sosiolog.
JAMES VANDER ZANDER
Perilaku menyimpang merupakan perilaku yang dianggap sebagai
hal tercela dan diluar batas batas toleransi oleh sejumlah besar orang.
ROBERT M.Z. LAWANG
Perilaku menyimpangadalah semua tindakan yang menyimpang
dari norma norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha
dari mereka yang berwewenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku
tersebut.
BRUCE J. COHEN
Perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak
berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak kehendak masyarakat atau kelompok
tertentu dalam masyarakat.
PAUL B. HORTON
Penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai
pelanggaran terhadap norma norma kelompok atau masyarakat.
Dari definisi definisi diatas, pengertian perilaku
menyimpang dapat disederhanakan menjadi setiap perilaku yang tidak sesuai
dengan norma norma yang ada didalam masyarakat. Perilaku seperti ini terjadi
karena seseorang mengabaikan norma atau tidak mematuhi patokan bahu dalam
masyarakat sehingga sering dikaitkan dengan istilah istilah negatif.
2.
Ciri ciri perilaku menyimpang
Menurut PAUL B. HORTON, penyimpangan sosial memiliki enam
ciri sebagai berikut.
a.
Penyimpangan harus dapat didefinisikan
Tidak ada satu pun perbuatan yang begitu
saja dinilai menyimpang. Suatu perbuatan dikatakan menyimpang jika memang
didefinisikan sebagai menyimpang. Perilaku menyimpang bukanlah semata mata ciri
tindakan yang dilakukan orang, melainkan akibat dari adanya peraturan dan
penerapan sanksi yang dilakukan oleh orang lain terhadap perilaku
tersebut. singkatnya, penilaian
menyimpang tidaknya suatu perilaku harus berdasarkan kriteria tertentu dan
diketahui penyebabnya.
b.
Penyimpangan bisa diterima atau bisa juga
ditolak
Perilaku menyimpang tidak selalu merupakan
hal yang negatif. Ada beberapa penyimpangan yang diterima bahakan dipuji dan
dohormati, seperti orang jenius yang mengemukakan pendapat pendapat baru yang
kadang kadang bertentangan dengan pendapat umum atau pahlawan yang gagah berani
dan sering terlibat peperangan. Sedangkan perampokan, pembunuhan terhadap etnis
tertentu, dan menyebarkan terror dengan bom atau gas beracun, termasuk dalam
penyimpangan yang ditolak oleh masyarakat.
c.
Penyimpangan relative dan penyimpangan mutlak
Pada kebanyakan masyarakat modern, tidak
ada seorang pun yang masuk kategori sepenuhnya penurut (konformis) ataupun
sepenuhnya penyimpang. Alasannya, orang yang termasuk kedua kategori ini justru
akan mengalami kesulitan dalam kehidupannya. Oleh sebab itu, pada dasarnya
semua orang norma pun sesekali pernah melakukan tindakan menyimpang, tetapi
pada batas batas tertentu yang bersifat relative untuk setiap orang.
Perbedaannya hanya pada frekuensi dan kadar penyimpangannya saja. Orang yang
tadinya penyimpang mutlak lambat laun juga harus berkompromi dengan
lingkungannya.
d.
Penyimpangan terhadap budaya nyata atau budaya
ideal
Budaya ideal disini adalah segenap peraturan
hukum yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat. Tetapi dalam kenyataannya,
tidak ada seorang pun yang patuh terhadap segenap peraturan resmi tersebut.
Antara budaya nyata dengan budaya ideal selalu terjadi kesenjangan. Artinya,
peraturan yang telah menjadi pengetahuan umum dalam kenyataan kehidupan sehari
hari cenderung banyak dilanggar.
e.
Terdapat norma norma penghindaran dalam
penyimpangan
Apabila pada suatu masyarakat terdapat
nilai atau norma yang melarang suatu perbuatan yang ingin sekali diperbuat oleh
banyak orang, maka akan muncul ‘’norma norma penghindaran’’. Norma penghindaran
adalah pola perbuatan yang dilakukan orang untuk memenuhi keinginan mereka
tanpa harus menentang nilai nilai tata kelakuan secara terbuka. Jadi, norma
norma penghindaran merupakan suatu bentuk penyimpangan perilaku yang bersifat
setengah melembaga (semi-institutionalized).
f.
Penyimpangan sosial bersifat adaptif
(menyesuaikan)
Penyimpangan sosial tidak selalu menjadi
ancaman karena kadang kadang dapatc dianggap sebagai alat pemelihara stabilitas
sosial. Di satu pihak, masyarakat memerlukan keteraturan dan kepastian dalam
kehidupan. Kita harus mengetahui, sampai batas tertentu, perilaku apa yang kita
harapkan dari orang lain, apa yang orang lain inginkan dari kita, serta wujud
masyarakat seperti apa yang pantas bagi sosialisasi anggotanya. Di lain pihak,
perilaku menyimpang merupakan salah satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan
dengan perubahan sosial. Tanpa suatu perilaku menyipang, penyesuaian budaya
terhadap perubahan kebutuhan dan keadaan akan menjadi sulit. Tidak ada
masyarakat yang mampu bertahan dalam kondisi statis untuk jangka waktu lama.
Masyarakat yang terosilasi sekalipun akan mengalami perubahan. Perubahan ini
mengharuskan banyak orang untuk menerapkan norma norma baru.
Perilaku menyimpang beberapa individu bisa
menjadi awal dari terbentuknya suatu norma baru. Jika semakin banyak orang ikut
menerapkan perilaku menyimpang itu dan kelompok terorganisasi ikut menunjang
dan membenarkan, maka perbuatan itu tidak lagi dipandang sebagai perilaku
menyimpang tetapi justru sebagai norma baru. Pada masyarakat modern dewasa ini,
banyak kita temukan para wanita yang bekerja diluar rumah bahkan mengerjakan
pekerjaan pekerjaan yang dahulu hanya dilakukan oleh para laki laki.
3.
Sebab terjadinya perilaku menyimpang
a.
Sudut pandang sosiologi
Proses interaksi sosail, internalisasi nilai, dan kontrol sosial, tidak
selalu sempurna. Selalu ada hal hal yang bisa mengakibatkan perilaku sosial
seseorang tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat. Akibatnya, terjadilah
perilaku menyimpang.
1.
Perilaku menyimpang karena sosialisasi
Dalam sosialisasi, individu menyerap norma dan nilai. Perilaku menyimpang
disebabkan oleh adanya gangguan pada proses penyerapan dan pengamalan nilai
nilai tersebut.
Seseorang biasanya menyerap nilai nilai dan normanorma dari beberapa
orang yang cocok dengan dirinya saja. Akibatnya, jika ia banyak menyerap nilai
nilai atau norma yang tidak berlaku secara umum, ia akan cenderung berperilaku
menyimpang. Terlebih jika sebagian besar teman teman di sekelilingmu adalah
orang yang memiliki perilaku menyimpang, kemungkinan besar orang itu juga akan
cenderung menyimpang.
Perilaku seseorang akan menyimpang, jika kadar penyimpangan dalam dirinya
lebih besar daripada kadar perilakunya yang wajar atau perilaku yang umum
diterima masyarakat.
Contoh:
Jika seorang remaja bergaul dengan teman teman yang berpakaian kurang
sopan dimata masyarakat, lambat laun ia akan terpengaruh melakukan hal serupa.
2.
Perilaku menyimpang karena anomie
Secara sederhana, anomie diartikan sebagai suatu keadaan di masyarakat
tanpa norma. Menurut EMILE DURKHEIM, anomie adalah suatu situasi tanpa norma
dan tanpa arah, sehingga tidak tercipta keselarasan antara kenyataan yang
diharapkan dan kenyataan sosial yang ada. Ini terjadi dalam masyarakat yang
memiliki banyak norma dan nilai, tetapi norma dan nilai itu saling
bertentangan. Yang terjadi adalah konflik nilai, bukan kesepakatan nilai.
Masyarakat menjadi tidak mempunyai pegangan untuk menentukan arah perilaku
masyarakat yang teratur. Gejala ini merupakan kenyataan dasar pada masyarakat
modern.
ROBERT K. MERTON menganggap anomie disebabkan adanya ketidakharmonisan
antara tujuan budaya dengan cara cara legal yang disepakati masyarakat untuk
mencapai tujuan budaya tersebut. Penyimpangan sosial terjadi ketika orang
melakukan cara tak legal untuk mencapai tujuan budaya. Berdasarkan lokasi
penelitan merton, yaitu amerika serikat, tujuan budaya yang dimaksud adalah
mencapai kekayaan.
Menurut merton, terdapat lima cara untuk mencapai tujuan budaya ini.
a.
Konformitas, yaitu sikap menerima tujuan budaya
yang telah disepakati masyarakat dan berusaha mencapai tujuan tersebut juga
dengan cara cara yang legal dan disepakati masyarakat.
Contoh:
Seseorang yang ingin kaya berusaha untuk mewujudkannya dengan cara meraih
pendidikan tinggi serta bekerja secara keras dan halal.
b.
Inovasi, yaitu sikap menerima tujuan budaya yang
telah disepakati namun menolak untuk memakai cara cara illegal dan telah
disepakati guna mencapainya. Biasanya cara ini dipakai oleh mereka yang
memiliki keterbatasan untuk mencapai tujuan budaya dengan cara cara legal.
Contoh:
Seseorang ingin menjadi kaya, namun posisinya di kantor tidak
memungkinkan untuk mendapat gaji besar. Akibatnya, ia memilih jalan pintas dengan
melakukan korupsi agar menjadi kaya.
c.
Ritualisme, yaitu sikap menolak tujuan budaya
namun tetap mempergunakan cara cara yang legal dan telah disepakati untuk
mencapai tujuan.
Contoh:
Seseorang yang bekerja bukan untuk memperoleh kekayaan melainkan hanya
sekedar untuk memperoleh rasa aman semata.
d.
Retratisme, merupakan sikap menolak tujuan
budaya dan cara cara legal yang telah disepakati masyarakat untuk mencapainya. Sebagai
solusi, pelakunya memilih untuk berhenti maju dan mencoba.
Contoh:
Para peminum alkhohol dan pemakai narkoba yang seolah olah berupaya untuk
melarikan diri dari masyarakat dan lingkungannya.
e.
Pemberontakan, yaitu sikap menolak tujuan budaya
dan cara cara legal untuk mencapainya, lalu mencoba untuk menciptakan tujuan
budaya yang baru.
Contoh:
Kaum
pemberontak yang mencoba untuk memperjuangkan suatu ideology dengan gigih
melalui perlawanan bersenjata.
3.
Perilaku menyimpang karena differential
association
Menurut EDWIN H. SUTHERLAND, penyimpangan terjadi akibat adanya
differential association atau asosiasi yang berbeda terhadap kejahatan. Semakin
tinggi derajat interkasi dengan orang yang berperilaku menyimpang, semakin
tinggi pula kemungkinan seseorang belajar bertingkah laku yang menyimpang. Derajat
interkasi ini bergantung pada frekuensi, prioritas, durasi, dan intensitas.
Contoh:
Seorang anak yang tinggal di lingkungan pencopet akan memiliki kecenderungan
yang tinggi untuk mempelajari cara cara untuk melakukan pencopetan lewat teman
teman dan orang dewasa di lingkungannya dan pada akhirnya juga menjadi pelaku
pencopetan.
4.
Perilaku menyimpang karena pemberian julukan (labeling)
Teori ini menyebutkan bahwa perilaku menyimpang lahir karena adanya
batasan (cap, julukan, sebutan) atas suatu perbuatan yng disebut menyimpang. Bila
kita memberi cap terhadap seseorang sebagai orang yang menyimpang, maka cap tersebut
akan mendorong orang itu berperilaku yang menyimpang. Pendapat ini dikemukakan
EDWIN H. LEMERT.
Mulanya, seseorang melakukan tindak penyimpangan primer (primary
deviance) yang merupakan perilaku menyimpang awal. Akibatnya, lingkungan
memberi label sesuai pemberian label ini, orang tersebut tetap melakukan tindak
penyimpangan. Masyarakaat pun semakin keras memberikan label. Lalu, mulai
timbul rasa antipasti pada mereka yang memberikan hukuman dan kadar perilaku
menyimpang menjadi semakin berat. Pada akhirnya, orang tersebut akan menerima
status sosial bahwa dirinya adalah penyimpang dan berusaha menyesuaikan diri
dengan ‘’peran’’ yang diberikan masyarakat padanya. Ia pun mulai menganut suatu
gaya hidup menyimpang (deviant lifestyle) yang menghasilkan karir penyimpang
(deviant career).
Teori labeling ini menunjukkan bahwa upaya kontrol sosial yang diberikan
oleh masyarakat melalui pemberian label pada pelaku penyimpangan seringkali
menimbulkan serangkaian peristiwa yang justru mempertegas dan meningkatkan
tindak penyimpangan. Kenyataan juga menunjukkan bahwa dalam keadaan tertentu
lainnya, pemberian cap akan mendorong kembalinya orang yang menyimpang ke perilaku
yang normal.
Contoh:
Seorang remaja tertangkap basah saat mencoba menghisap ganja. Ia mendapat
label ‘’pemakai narkoba’’. Walau masih mencoba coba, ia tertangkap basah lagi.
Maka,
masyarakat akan memberinya label sebagai ‘’pecandu narkoba’’. Akibatnya, ia
mengidentifikasikan diri dan terlibat dalam kehidupan pencandu narkoba.
Dalam rangka menciptakan khidupan yang selaras, setiap
masyarakat selalu menerapkan berbagai hal untuk mengatur anggota anggotanya.
Aturan ini banyak berupa nilai dan norma yang disosialisasikan dari generasi ke
generasi demi keberlangsungan masyarakat itu sendiri. Namun, ada saja anggota
anggotanya masyarakat yang bertingkah laku berlainan dengan apa yang diharapkan
oleh masyarakat. Perlu diketahui pula bahwa penyimpangan dalam suatu masyarakat
tidak berarti merupakan penyimpangan dalam masyarakat lain karena adanya
perbedaan nilai dan norma.
1.
Penertian perilaku menyimpang
Ada beberapa definisi penyimpangan sosial yang diajukan para
sosiolog.
JAMES VANDER ZANDER
Perilaku menyimpang merupakan perilaku yang dianggap sebagai
hal tercela dan diluar batas batas toleransi oleh sejumlah besar orang.
ROBERT M.Z. LAWANG
Perilaku menyimpangadalah semua tindakan yang menyimpang
dari norma norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha
dari mereka yang berwewenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku
tersebut.
BRUCE J. COHEN
Perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak
berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak kehendak masyarakat atau kelompok
tertentu dalam masyarakat.
PAUL B. HORTON
Penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai
pelanggaran terhadap norma norma kelompok atau masyarakat.
Dari definisi definisi diatas, pengertian perilaku
menyimpang dapat disederhanakan menjadi setiap perilaku yang tidak sesuai
dengan norma norma yang ada didalam masyarakat. Perilaku seperti ini terjadi
karena seseorang mengabaikan norma atau tidak mematuhi patokan bahu dalam
masyarakat sehingga sering dikaitkan dengan istilah istilah negatif.
2.
Ciri ciri perilaku menyimpang
Menurut PAUL B. HORTON, penyimpangan sosial memiliki enam
ciri sebagai berikut.
a.
Penyimpangan harus dapat didefinisikan
Tidak ada satu pun perbuatan yang begitu
saja dinilai menyimpang. Suatu perbuatan dikatakan menyimpang jika memang
didefinisikan sebagai menyimpang. Perilaku menyimpang bukanlah semata mata ciri
tindakan yang dilakukan orang, melainkan akibat dari adanya peraturan dan
penerapan sanksi yang dilakukan oleh orang lain terhadap perilaku
tersebut. singkatnya, penilaian
menyimpang tidaknya suatu perilaku harus berdasarkan kriteria tertentu dan
diketahui penyebabnya.
b.
Penyimpangan bisa diterima atau bisa juga
ditolak
Perilaku menyimpang tidak selalu merupakan
hal yang negatif. Ada beberapa penyimpangan yang diterima bahakan dipuji dan
dohormati, seperti orang jenius yang mengemukakan pendapat pendapat baru yang
kadang kadang bertentangan dengan pendapat umum atau pahlawan yang gagah berani
dan sering terlibat peperangan. Sedangkan perampokan, pembunuhan terhadap etnis
tertentu, dan menyebarkan terror dengan bom atau gas beracun, termasuk dalam
penyimpangan yang ditolak oleh masyarakat.
c.
Penyimpangan relative dan penyimpangan mutlak
Pada kebanyakan masyarakat modern, tidak
ada seorang pun yang masuk kategori sepenuhnya penurut (konformis) ataupun
sepenuhnya penyimpang. Alasannya, orang yang termasuk kedua kategori ini justru
akan mengalami kesulitan dalam kehidupannya. Oleh sebab itu, pada dasarnya
semua orang norma pun sesekali pernah melakukan tindakan menyimpang, tetapi
pada batas batas tertentu yang bersifat relative untuk setiap orang.
Perbedaannya hanya pada frekuensi dan kadar penyimpangannya saja. Orang yang
tadinya penyimpang mutlak lambat laun juga harus berkompromi dengan
lingkungannya.
d.
Penyimpangan terhadap budaya nyata atau budaya
ideal
Budaya ideal disini adalah segenap peraturan
hukum yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat. Tetapi dalam kenyataannya,
tidak ada seorang pun yang patuh terhadap segenap peraturan resmi tersebut.
Antara budaya nyata dengan budaya ideal selalu terjadi kesenjangan. Artinya,
peraturan yang telah menjadi pengetahuan umum dalam kenyataan kehidupan sehari
hari cenderung banyak dilanggar.
e.
Terdapat norma norma penghindaran dalam
penyimpangan
Apabila pada suatu masyarakat terdapat
nilai atau norma yang melarang suatu perbuatan yang ingin sekali diperbuat oleh
banyak orang, maka akan muncul ‘’norma norma penghindaran’’. Norma penghindaran
adalah pola perbuatan yang dilakukan orang untuk memenuhi keinginan mereka
tanpa harus menentang nilai nilai tata kelakuan secara terbuka. Jadi, norma
norma penghindaran merupakan suatu bentuk penyimpangan perilaku yang bersifat
setengah melembaga (semi-institutionalized).
f.
Penyimpangan sosial bersifat adaptif
(menyesuaikan)
Penyimpangan sosial tidak selalu menjadi
ancaman karena kadang kadang dapatc dianggap sebagai alat pemelihara stabilitas
sosial. Di satu pihak, masyarakat memerlukan keteraturan dan kepastian dalam
kehidupan. Kita harus mengetahui, sampai batas tertentu, perilaku apa yang kita
harapkan dari orang lain, apa yang orang lain inginkan dari kita, serta wujud
masyarakat seperti apa yang pantas bagi sosialisasi anggotanya. Di lain pihak,
perilaku menyimpang merupakan salah satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan
dengan perubahan sosial. Tanpa suatu perilaku menyipang, penyesuaian budaya
terhadap perubahan kebutuhan dan keadaan akan menjadi sulit. Tidak ada
masyarakat yang mampu bertahan dalam kondisi statis untuk jangka waktu lama.
Masyarakat yang terosilasi sekalipun akan mengalami perubahan. Perubahan ini
mengharuskan banyak orang untuk menerapkan norma norma baru.
Perilaku menyimpang beberapa individu bisa
menjadi awal dari terbentuknya suatu norma baru. Jika semakin banyak orang ikut
menerapkan perilaku menyimpang itu dan kelompok terorganisasi ikut menunjang
dan membenarkan, maka perbuatan itu tidak lagi dipandang sebagai perilaku
menyimpang tetapi justru sebagai norma baru. Pada masyarakat modern dewasa ini,
banyak kita temukan para wanita yang bekerja diluar rumah bahkan mengerjakan
pekerjaan pekerjaan yang dahulu hanya dilakukan oleh para laki laki.
3.
Sebab terjadinya perilaku menyimpang
a.
Sudut pandang sosiologi
Proses interaksi sosail, internalisasi nilai, dan kontrol sosial, tidak
selalu sempurna. Selalu ada hal hal yang bisa mengakibatkan perilaku sosial
seseorang tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat. Akibatnya, terjadilah
perilaku menyimpang.
1.
Perilaku menyimpang karena sosialisasi
Dalam sosialisasi, individu menyerap norma dan nilai. Perilaku menyimpang
disebabkan oleh adanya gangguan pada proses penyerapan dan pengamalan nilai
nilai tersebut.
Seseorang biasanya menyerap nilai nilai dan normanorma dari beberapa
orang yang cocok dengan dirinya saja. Akibatnya, jika ia banyak menyerap nilai
nilai atau norma yang tidak berlaku secara umum, ia akan cenderung berperilaku
menyimpang. Terlebih jika sebagian besar teman teman di sekelilingmu adalah
orang yang memiliki perilaku menyimpang, kemungkinan besar orang itu juga akan
cenderung menyimpang.
Perilaku seseorang akan menyimpang, jika kadar penyimpangan dalam dirinya
lebih besar daripada kadar perilakunya yang wajar atau perilaku yang umum
diterima masyarakat.
Contoh:
Jika seorang remaja bergaul dengan teman teman yang berpakaian kurang
sopan dimata masyarakat, lambat laun ia akan terpengaruh melakukan hal serupa.
2.
Perilaku menyimpang karena anomie
Secara sederhana, anomie diartikan sebagai suatu keadaan di masyarakat
tanpa norma. Menurut EMILE DURKHEIM, anomie adalah suatu situasi tanpa norma
dan tanpa arah, sehingga tidak tercipta keselarasan antara kenyataan yang
diharapkan dan kenyataan sosial yang ada. Ini terjadi dalam masyarakat yang
memiliki banyak norma dan nilai, tetapi norma dan nilai itu saling
bertentangan. Yang terjadi adalah konflik nilai, bukan kesepakatan nilai.
Masyarakat menjadi tidak mempunyai pegangan untuk menentukan arah perilaku
masyarakat yang teratur. Gejala ini merupakan kenyataan dasar pada masyarakat
modern.
ROBERT K. MERTON menganggap anomie disebabkan adanya ketidakharmonisan
antara tujuan budaya dengan cara cara legal yang disepakati masyarakat untuk
mencapai tujuan budaya tersebut. Penyimpangan sosial terjadi ketika orang
melakukan cara tak legal untuk mencapai tujuan budaya. Berdasarkan lokasi
penelitan merton, yaitu amerika serikat, tujuan budaya yang dimaksud adalah
mencapai kekayaan.
Menurut merton, terdapat lima cara untuk mencapai tujuan budaya ini.
a.
Konformitas, yaitu sikap menerima tujuan budaya
yang telah disepakati masyarakat dan berusaha mencapai tujuan tersebut juga
dengan cara cara yang legal dan disepakati masyarakat.
Contoh:
Seseorang yang ingin kaya berusaha untuk mewujudkannya dengan cara meraih
pendidikan tinggi serta bekerja secara keras dan halal.
b.
Inovasi, yaitu sikap menerima tujuan budaya yang
telah disepakati namun menolak untuk memakai cara cara illegal dan telah
disepakati guna mencapainya. Biasanya cara ini dipakai oleh mereka yang
memiliki keterbatasan untuk mencapai tujuan budaya dengan cara cara legal.
Contoh:
Seseorang ingin menjadi kaya, namun posisinya di kantor tidak
memungkinkan untuk mendapat gaji besar. Akibatnya, ia memilih jalan pintas dengan
melakukan korupsi agar menjadi kaya.
c.
Ritualisme, yaitu sikap menolak tujuan budaya
namun tetap mempergunakan cara cara yang legal dan telah disepakati untuk
mencapai tujuan.
Contoh:
Seseorang yang bekerja bukan untuk memperoleh kekayaan melainkan hanya
sekedar untuk memperoleh rasa aman semata.
d.
Retratisme, merupakan sikap menolak tujuan
budaya dan cara cara legal yang telah disepakati masyarakat untuk mencapainya. Sebagai
solusi, pelakunya memilih untuk berhenti maju dan mencoba.
Contoh:
Para peminum alkhohol dan pemakai narkoba yang seolah olah berupaya untuk
melarikan diri dari masyarakat dan lingkungannya.
e.
Pemberontakan, yaitu sikap menolak tujuan budaya
dan cara cara legal untuk mencapainya, lalu mencoba untuk menciptakan tujuan
budaya yang baru.
Contoh:
Kaum
pemberontak yang mencoba untuk memperjuangkan suatu ideology dengan gigih
melalui perlawanan bersenjata.
3.
Perilaku menyimpang karena differential
association
Menurut EDWIN H. SUTHERLAND, penyimpangan terjadi akibat adanya
differential association atau asosiasi yang berbeda terhadap kejahatan. Semakin
tinggi derajat interkasi dengan orang yang berperilaku menyimpang, semakin
tinggi pula kemungkinan seseorang belajar bertingkah laku yang menyimpang. Derajat
interkasi ini bergantung pada frekuensi, prioritas, durasi, dan intensitas.
Contoh:
Seorang anak yang tinggal di lingkungan pencopet akan memiliki kecenderungan
yang tinggi untuk mempelajari cara cara untuk melakukan pencopetan lewat teman
teman dan orang dewasa di lingkungannya dan pada akhirnya juga menjadi pelaku
pencopetan.
4.
Perilaku menyimpang karena pemberian julukan (labeling)
Teori ini menyebutkan bahwa perilaku menyimpang lahir karena adanya
batasan (cap, julukan, sebutan) atas suatu perbuatan yng disebut menyimpang. Bila
kita memberi cap terhadap seseorang sebagai orang yang menyimpang, maka cap tersebut
akan mendorong orang itu berperilaku yang menyimpang. Pendapat ini dikemukakan
EDWIN H. LEMERT.
Mulanya, seseorang melakukan tindak penyimpangan primer (primary
deviance) yang merupakan perilaku menyimpang awal. Akibatnya, lingkungan
memberi label sesuai pemberian label ini, orang tersebut tetap melakukan tindak
penyimpangan. Masyarakaat pun semakin keras memberikan label. Lalu, mulai
timbul rasa antipasti pada mereka yang memberikan hukuman dan kadar perilaku
menyimpang menjadi semakin berat. Pada akhirnya, orang tersebut akan menerima
status sosial bahwa dirinya adalah penyimpang dan berusaha menyesuaikan diri
dengan ‘’peran’’ yang diberikan masyarakat padanya. Ia pun mulai menganut suatu
gaya hidup menyimpang (deviant lifestyle) yang menghasilkan karir penyimpang
(deviant career).
Teori labeling ini menunjukkan bahwa upaya kontrol sosial yang diberikan
oleh masyarakat melalui pemberian label pada pelaku penyimpangan seringkali
menimbulkan serangkaian peristiwa yang justru mempertegas dan meningkatkan
tindak penyimpangan. Kenyataan juga menunjukkan bahwa dalam keadaan tertentu
lainnya, pemberian cap akan mendorong kembalinya orang yang menyimpang ke perilaku
yang normal.
Contoh:
Seorang remaja tertangkap basah saat mencoba menghisap ganja. Ia mendapat
label ‘’pemakai narkoba’’. Walau masih mencoba coba, ia tertangkap basah lagi.
Maka,
masyarakat akan memberinya label sebagai ‘’pecandu narkoba’’. Akibatnya, ia
mengidentifikasikan diri dan terlibat dalam kehidupan pencandu narkoba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar