B. SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU DAN METODE
Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai
hasil penggunaan panca indera atau segala sesuatu yang kita ketahui dari
berbagai sumber, yaitu bernalar, pengalaman, wewenang, dan intuisi. Pengetahuan
memerlukan pembuktian kebenaran untuk menghilangkan prasangka, kira-kira, dan
ketidakpastian. Sebaliknya, kepercayaan (beliefs), takhayul (superstitions),
dan khayalan (imagination) tidak memerlukan pembuktian seperti di atas.
Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang ilmiah yang didapat
melalui langkah-langkah sistematis, dapat diperiksa, serta ditelaah secara
mendalam oleh orang lain. Sistematis artinya diperoleh dengan tahapan yang
jelas dan merupakan satu kesatuan yang utuh sehingga tiap-tiap bagian saling
berhubungan.
Semua bidang ilmu pengetahuan senantiasa berupaya
mengembangkan dan memperkaya pengetahuan yang telah ada. Hal ini dimaksudkan
agar suatu ilmu dapat menjawab setiap perubahan dalam bidang kajiannya. Untuk tujuan
pengembangan tersebut, ilmu menggunakan suatu prosedur yang dibagian awal tadi
kita namakan metode ilmiah. Menurut paul B. Horton, ada beberapa langkah dalam
penelitian ilmiah yang mudah untuk disusun secara sistematis tetapi tidak
selalu mudah untuk dilaksanakan, yaitu sebagai berikut.
1.
Merumuskan masalah
Sebagai langkah awal dalam suatu penelitian sosial, kita
harus menemukan suatu permasalahan yang bermanfaat untuk dicarikan
penyelesaiannya melalui metode ilmiah.
2.
Meninjau kepustakaan
Meninjau kepustakaan artinya kita membaca dan mengumpulkan
pendapat-pendapat atau teori yang dapat dijadikan sebagai landasan dalam memecahkan
suatu permasalahan.
3.
Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah suatu pernyataan yang disusun berdasarkan
teori yang dipertimbangkan dengan sangat hati-hati. Tujuannya menghubungkan
semua fakta yang telah diketahui dengan cara yang dapat diterima akal (logis)
dan dapat diuji.
4.
Merencanakan desain penelitian
Bagian ini berisi tentang apa yang perlu ditelaah, data apa
yang perlu dicari, dimana kita dapat menemukannya, bagaimana cara mengumpulkan,
mengolah, dan menganalisisnya .
5.
Mengumpulkan data
Data hasil penelitian dikumpulkan untuk menguji hipotesis
dan menghindari kesulitan yang tidak terduga.
6.
Menganalisis data
Dalam menganlisis data, yang harus dilakukan di antaranya
adalah membuat pengelompokkan data, membuat tabel, membandingkan data, serta
melakukan berbagai pengujian dan perhitungan yang perlu untuk membantu
menemukan hasilnya.
7.
Menarik kesimpulan
Di dalam menarik kesimpulan ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu sebagai berikut .
·
Apakah dugaan awal diterima atau ditolak?
·
Apakah hasilnya meyakinkan?
·
Apakah penelitian tersebut menambah pengetahuan
kita?
·
Apa pengaruhnya terhadap perkembangan ilmu
sosiologi?
·
Saran-saran apakah yang timbul untuk penelitian
lebih lanjut?
1.
Pengertian sosiologi
Istilah sosiologi pertama kali dikemukakan oleh ahli filsafat,
moralis, dan sekaligus berkebangsaan prancis, auguste comte, melalui cours de
philosophie positive. Menurut comte, sosiologi berasal dari kata latin socius
yang artinya teman atau sesama dan logos dari kata yunani yang artinya cerita. Jadi
pada awalnya, sosiologi berarti bercerita tentang teman atau kawan
(masyarakat).
Pitirim sorokin
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari :
·
Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka
macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala agama, gejala keluarga,
dan gejala moral)
·
Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala
sosial dengan gejala non-sosial (gejala geografis, biologis)
·
Ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial
lain.
Roucek dan warren
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara
manusia dalam kelompok-kelompok.
wiliam F. Ogburn dan
mayer F. Nimkopf
sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur
dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
Max weber
Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami
tindakan-tindakan sosial.
Selo soemardjan dan
soeleman soemardi
Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari
tentang struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan sosial.
Paul B. Horton
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan penelaahan pada
kehidupan kelompok dan produk dari kehidupan kelompok tersebut.
Soerjono soekanto
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada
segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusahan untuk mendapatkan
pola-pola umum kehidupan masyarakat.
Wiliam kornblum
Sosiologi adalah suatu upaya ilmiah untuk mempelajari
masyarakat dan perilaku sosial anggotanya dan menjadikan masyarakat yang
bersangkutan dalam berbagai kelompok dan kondisi.
Allan johnson
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan
perilaku, terutama dalam kaitannya dengan suatu sistem sosial dan bagaimana
sistem tersebut memengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat di
dalamnya memengaruhi sistem itu.
Dari beberapa definisi diatas dapat dirangkum bahwa
sosiologi adalah ilmu yang membicarakan apa yang sedang terjadi saat ini,
khususnya pola-pola hubungan dalam masyarakat, serta berusaha mencari
pengertian-pengertian umum, nasional, dan empiris tentang masyarakat. Rasional berarti
apa yang dipelajari sosiologi selalu berdasarkan penalaran dan empiris.
2.
Ciri dan hakikat sosiologi
Sosiologi merupakan salah satu bidang ilmu sosial yang
mempelajari masyarakat. Sebagai ilmu pengetahuan, sosiologi memiliki ciri-ciri
utama sebagai berikut.
a.
Empiris, artinya ilmu pengetahuan tersebut
didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat serta hasilnya
tidak bersifat spekulatif (menduga-duga)
b.
Teoritis, artinya suatu ilmu pengetahuan yang
selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasil pengamatan. Abstraksi
tersebut merupakan kesimpulan logis yang bertujuan menjelaskan hubungan sebab
akibat sehingga menjadi teori.
c.
Kumulatif, artinya disusun atas dasar
teori-teori yang sudah ada, atau memperbaiki, memperluas, serta memperkuat
teori-teori yang lama.
d.
Nonetis, artinya pembahasan suatu masalah tidak
mempersoalkan baik atau buruk masalah tersebut, tetapi lebih bertujuan untuk
menjelaskan masalah tersebut secara mendalam.
Hakikat sosiologi sebagai ilmu pengetahuan antara lain
sebagai berikut.
a.
Sosiologi adalah ilmu sosial, hal ini sesuai
dengan kenyataan bahwa sosiologi mempelajari atau berhubungan dengan
gejala-gejala kemasyarakatan.
b.
Dilihat dari segi penerapannya, sosiologi dapat
digolongkan ke dalam ilmu pengetahuan murni (pure science) dan dapat pula
menjadi ilmu terapan (applied science)
c.
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang abstrak
dan bukan pengetahuan yang konkret. Artinya, yang menjadi perhatian adalah
bentuk dan pola-pola peristiwa dalam masyarakat secara menyeluruh, bukan hanya
peristiwa itu sendiri.
d.
Sosiologi bertujuan untuk menghasilkan
pengertian-pengertian dan pola-pola umum manusia dan masyarakatnya. Sosiologi meneliti
dan mencari apa yang menjadi prinsip dan hukum-hukum umum dari interaksi
manusia serta sifat, bentuk, isi, dan struktur masyarakat.
e.
Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang umum,
bukan khusus, artinya mempelajari gejala-gejala umum yang ada pada interaksi
antar manusia.
3.
Objek sosiologi
Objek studi suatu ilmu dapat dipahami dengan segi material
maupun segi formalnya (sudut pandang ilmu itu sendiri). Secara material, objek
studi sosiologi adalah manusia, baik sebagai individu maupun sebagai bagian
dari kelompok sosial. Sedangkan dari segi formal, sosiologi memandang manusia
sebagai perwujudan hubungan sosial antar manusia serta proses yang timbul dari
hubungan sosial dalam masyarakat sehingga membentuk struktur sosial.
Emile durkheim menyatakan bahwa di balik manusia sebagai
individu dan kelompok, ada fakta sosial berupa cara bertindak, berpikir, dan
berperasaan yang berada diluar individu dan mempunyai kekuataan memaksa dan
mengendalikan individu tersebut. Sedangkan menurut weber, dibalik individu dan
kelompok terdapat tindakan sosial, yaitu suatu tindakan yang dilakukan dengan
mempertimbangkan perilaku orang lain. Jadi, menurut dua tokoh ini, objek formal
sosiologi adalah fakta sosial atau tindakan sosial. Namun ,menurut alex inkeles
(1965), perhatian utama sosiologi adalah hubungan sosial, institusi / lembaga,
dan masyarakat, yang menjadi unit analisis tersendiri dalam ilmu sosiologi.
4.
Sosiologi diantara ilmu lain
Sosiologi merupakan ilmu murni sekaligus terapan. Dilihat dari
objeknya, sosiologi termasuk pada kelompok ilmu-ilmu sosial yang mempelajari
manusia, khususnya yang menyangkut perilaku manusia.
Sedangkan jika dilihat dari segi penerapannya, ilmu tersebut
digolongkan ke dalam :
a.
Ilmu pengetahuan murni, yaitu ilmu yang
bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan pengetahuan secara abstrak guna
mempertinggi mutu pengetahuan tersebut, namun segi penerapannya bukan merupakan
perhatian utama.
b.
Ilmu pengetahuan terapan, yaitu ilmu yang
bertujuan untuk mencari cara-cara mempergunakan pengetahuan ilmiah guna
memecahkan masalah praktis.
Sebagai ilmu murni sekaligus terapan, tujuan sosiologi
adalah melakukan pencarian untuk mendapatkan pengetahuan sedalam-dalamnya
tentang masyarakat dan mencari cara-cara untuk menyelesaikan berbagai masalah
yang ada di masyarakat.
ILMU
|
|
Ilmu-ilmu alam
(natural sciences)
|
Ilmu-ilmu sosial
(social sciences)
|
-
Biologi
|
-
Sosiologi
|
-
Fisika
|
-
Antropologi
|
-
Geologi
|
-
Ekonomi
|
-
Hidrologi
|
-
Sejarah
|
-
Kartografi
|
-
Hukum
|
-
Geomorfologi, dll
|
-
Manajemen, dll
|
ILMU-ILMU SOSIAL
(SOCIAL SCIENCES)
|
|
Ilmu-ilmu murni
(pure sciences)
|
Ilmu-ilmu terapan
(applied sciences)
|
-
Sosiologi
|
-
Administrasi
|
-
Antropologi
|
-
Pemerintahan
|
-
Ekonomi
|
-
Jurnalistik
|
-
Sejarah
|
-
Manajemen
|
5.
Tokoh-tokoh sosiologi
a.
Auguste comte francois xavier comte
Auguste comte merupakan seorang tokoh brilian yang disebut
sebagai peletak dasar sosiologi. Comte melihat hasil dari revolusi prancis
cenderung ke arah reorganisasi masyarakat secara besar-besaran. Menurutnya,
reorganisasi masyarakat hanya dapat berhasil jika orang mengembangkan cara
berpikir yang baru tentang masyarakat. Jika ingin menciptakan masyarakat yang
adil maka harus ada kesepakatan tentang daar-dasarnya. Dasar-dasar itu hanya
dapat dicapai apabila ada suatu metode yang dapat diandalkan sehingga
hasil-hasilnya meyakinkan setiap orang.
Comte memperkenalkan metode postif, yaitu hukum mengenai
urutan gejala-gejala sosial. Dia memperkenalkan hukum tiga stadia (tahap) yang
berhubungan dengan perkembangan cara berpikir yang mendasari perkembangan
masyarakat.
1.
Tahap teologis. Pada tahap ini orang lebih suka
dengan pertanyaan yang tidak dapat dipecahkan, yaitu tentang hal-hal yang tidak
dapat diamati. Orang mencari keteranan tentang sebab-sebab suatu hal pada
kekuatan-kekuatan alam dan benda-benda angkasa yang dianggap memiliki kekuatan
yang menguasai segalanya.
2.
Tahap metafisik. Pada tahap ini jawaban atau
pertanyaan-pertanyaan yang sama dicari jawabannya pada hal-hal abstrak yang di
ibaratkan sebagai esensi (hakikat) dan eksistensi (keberadaan).
3.
Tahap postif. Pada tahap ini, manusia mulai
mencari jawaban yang tidak bersifat mutlak, dengan mempertanyakan kaitan statis
serta dinamis dari gejala-gejala yang muncul.
Menurut comte, usaha pengorganisasian kembali masyarakat
yang dilakukan setelah revolusi prancis gagal, sebab orang berusaha menciptakan
masyarakat baru dengan menggunakan asas-asas abstrak yang berasal dari tahap
metafisik. Reaksi yang timbul bahkan berasal dari masyarakat tahap teologis. Keberhasilan
dapat dicapai bila ilmu pengetahuan tentang masyarakat telah mencapai tahap
positif.
Secara umum comte berkeyakinan bahwa kesenjangan keadaan
masyarakat prancis pascarevolusi bersifat sementara. Suatu saat, masyarakat itu
akan mencapai tahap masyarakat yang tertib, maju, dan modern. Untuk itu,
sosiologi dipandang sebagai ilmu yang mampu memberikan sumbangan besar bagi
tercapainya ketertiban dan kemajuan tersebut.
a.
Emile durkheim
Durkheim merupakan salah seorang peletak dasar-dasar
sosiologi modern. Durkheim terpengaruh oleh tradisi para pemikir bangsa prancis
dan jerman. Semua pengaruh ini diolah dengan kreatif oleh durkheim sehingga
sumbangannya sangat mengesankan dan berpengaruh besar terhadap sosiologi abad
ke-20.
Dalam karya besarnya yang pertama, durkheim membahas masalah
pembagian kerja yang berfungsi untuk meningkatkan solidaritas. Pembagian kerja
yang berkembang pada masyarakat tidak mengakibatkan disintegrasi masyarakat
yang bersangkutan, tetapi justru meningkatkan soldaritas karena bagian-bagian
dari masyarakat menjadi saling tergantung satu sama lain. Durkheim membagi dua
tipe utama solidaritas.
1.
Solidaritas mekanis
Tipe solidaritas yang didasarkan atas
persamaan. Bisa dijumpai pada masyarakat yang masih sederhana dan mempunyai
struktur sosial yang bersifat segmenter (terbagi). Struktur sosial ini terdiri
atas segmen-segmen yang homogen dan kurang menunjukkan keterpaduan satu sama
lain. Jika satu segmen hilang, kehilangan ini boleh dikatakan tidak berpengaruh
terhadap keseluruhan struktur masyarakat. Dalam masyarakat ini, semua
anggotanya mempunyai kesadaran kolektif yang sama.
2.
Solidaritas organis
Merupakan sistem terpadu dalam organisme yang
didasarkan atas keragaman fungsi-fungsi demi kepentingan keseluruhan. Setiap organ
memiliki ciri-cirinya masing-masing yang tidak dapat dialih oleh organ yang
lain. Berlawanan dengan masyarakat segmenter, di dalam masyarakat solidaritas
organis terdapat saling ketergantungan yang besar sehingga mengharuskan adanya
kerja sama. Berbeda dengan solidaritas mekanis yang didasarkan pada hati nurani
kolektif, solidaritas organis didasarkan pada hukum dan akal.
Menurut durkheim, yang harus dipelajari sosiologi adalah
fakta-fakta sosial mengenai cara bertindak, berpikir, dan merasakan apa yang
ada diluar individu dan memiliki daya paksa atas dirinya. Contoh yang diberikan
durkheim mengenai fakta sosial adalah hukum, moral, kepercayaan, adat
isitiadat, tata cara berpakaian, dan kaidah ekonomi. Fakta-fakta sosial
tersebut mengendalikan dan dapat memaksa indivudu karena jika individu
melanggarnya akan dikenal sanksi oleh masyarakat.
b.
Karl marx
Karl marx lebih dikenal sebagai tokoh sejarah ekonomi
daripada seorang perintis sosiologi. Ahli filsafat dan aktivis ini
mengembangkan teori mengenai sosialisme yang dikemudian hari dikenal dengan
nama ‘’marxisme’’. Meskipun demikian, marx merupakan seorang tokoh teori
sosiologi yang patut diperhitungkan.
Sumbangan marx bagi sosiologi terletak pada teorinya
mengenai kelas. Marx berpandangan bahwa sejarah masyarakat manusia merupakan
sejarah perjuangan kelas. Menurut marx, perkembangan pembagian kerja dalam
ekonomi kapitalisme menumbuhkan dua kelas yang berbeda, yaitu:
1.
Kaum borjuis (kaum kapitalis), adalah kelas yang
terdiri dari orang-orang yang menguasai alat-alat produksi dan modal.
2.
Kaum proletar, adalah kelas yang terdiri dari
orang-orang yang tidak mempunyai alat produksi dan modal sehingga diekspoitasi
untuk kepentingan kaum kapitalis.
Menurut marx, pada suatu saat kaum proletar akan menyadari
kepentingan bersama mereka sehingga bersatu dan memberontak terhadap kaum
kapitalis. Mereka akan memperoleh kemenangan yang akan mengakibatkan
terhapusnya pertentangan kelas sehingga masyarakat proletar akan mendirikan
masyarakat tanpa kelas.
c.
Herbert spencer
Menurut herbert spencer, fakta pertama yang penting dalam
proses evolusi sosial adalah peningkatan jumlah penduduk. Pertumbuhan ini
tergantung pada persediaan makanan dan kesempatan-kesempatan yang disajikan
oleh alam. Pertumbuhan itu bukan hanya merupakan akibat dari
kelebihan-kelebihan, tetapi juga dapay timbul dari penggabungan satuan-satuan
sosial yang disertai dengan peningkatan diferensiasi struktural. Hal ini
berarti mulai ada bagian-bagian yang dapat dibedakan. Bagian-bagian ini juga
mengisi fungsi yang berbeda-beda dri keseluruhan sehingga tergantung satu
dengan yang lainnya. Saling ketergantungan ini dinyatakan sebagai peningkatan
integrasi.
Spencer membagi tiga aspek dalam proses evolusi, yaitu
diferensiasi struktural, spesialisasi fungsional, dan integrasi yang meningkat.
Lalu, spencer membagi struktur, bagian, atau sistem yang timbul dalam evolusi
masyarakat menjadi tiga, yaitu:
1.
Sistem penopang, berfungsi untuk mencukupi
keperluan-keperluan bagi ketahanan hidup anggota masyarakat.
2.
Sistem pengatur, berfungsi untuk memelihara
hubungan-hubungan dengan masyarakat lainnya dan mengatur hubungan-hubungan yang
terjadi di antara anggotanya.
3.
Sistem pembagi
(distributif), berfungsi mengangkut barang-barang dari suatu sistem ke sistem
lainnya.
Tahap-tahap dalam proses evolusi sosial dengan tipe-tipe
masyarakat, dibagi oleh spencer menjadi tiga bagian, yaitu:
1.
Tipe masyarakat primitif
Dalam masyarakat primitif boleh dikatakan
belum ada diferensiasi dan spesialisasi fungsional. Pembagian kerja masih
sedikit. Hubungan kekuasaan belum jelas terlihat. Masyarakat dengan tipe ini
sangat tergantung kepada lingkungan. Kerja sama terjadi dengan spontan dan
didukung oleh hubungan kekeluargaan.
2.
Tipe masyarakat militan
Pada tipe masyarakat ini, heterogenitas
sudah mulai meningkat karena bertambahnya jumlah penduduk atau karena
penaklukan. Hal yang penting ialah koordinasi tugas-tugas yang dikhususkan,
dilakukan dengan paksaan. Cara ini memerlukan sistem-sistem atau bagian-bagian
yang dapat mengatur dirinya sendiri. Kerja sama yang tidak sukarela ini dijamin
keberlangsunannya oleh seorang pemimpin, kemudian oleh negara secara nasional. Pengendalian
oleh negara tidak saja terbatas pada produksi dan distribusi, tetapi juga pada
bidang-bidang kehidupan pribadi.
3.
Tipe masyarakat industri
Masyarakat industri bercirikan suatu
tingkat kompleksitas yang sangat tinggi, yang tida lagi dikendalikan oleh kekuasaan
negara. Sebagai penggantinya, masyarakat mengendalikan diri sendiri, seperti
hak menentukan diri sendiri, kerja sama sukarela, dan keseimbangan berbagai
kepentingan. Kondisi ini mengakibatkan individualisasi yang ditandai dengan
berkurangnya campur tangan pemerintah.
Kebebasan dan toleransi menjadi nilai-nilai
sentral masyarakat. Terjadilah konsesus tentang nilai-nilai sentral itu. Nilai-nilai
ini terutama berdasarkan penerimaan aturan-aturan ilmiah dan pendirian bahwa
bidang kehidupan pribadi tidak dapat diganggu gugat. Salig ketergantungan yang
semakin meningkat ini memperbesar kemauan untuk berkompromi dan kemauan ini
menguntungkan bagi hubungan-hubungan yang damai.
d.
Max weber
Max weber menyatakan bahwa yang dipelajari oleh sosiologi adalah
tindakan sosial. Menurut weber, suatu tindakan manusia disebut tindakan sosial
apabila tindakan ini dihubungkan dengan tingkah laku orang lain dan
diorientasikan kepada apa yang terjadi sesudahnya.
Tidak semua kontak manusia lain merupakan tindakan sosial. Individu
yang melakukan tindakan sosial bersifat aktif juga reaktif. Kelakuan massa
dengan individu-individu yang dipengaruhi oleh anggota lainnya secara pasif
bukan termasuk tindakan sosial. Tindakan sosial juga merupakan kegiatan
individu dan tidak pernah merupakan kegiatan kelompok. Weber menyebutkan dengan
istilah bangunan sosial (soziale gebilde), seperti kegiatan negara,
perkumpulan, dan perusahaan.
Dalam analisis yang dilakukan weber terhadap masyarakat,
konflik menduduki tempat sentral. Konflik merupakan unsur dasar kehidupan
manusia dan tidak dapat dilenyapkan dari kehidupan budaya manusia. Manusia dapat
mengubah objek sarana, objek asas, atau pendukungnya, tetapi tidak dapat
membuang konflik itu sendiri. Konflik terletak pada dasar integrasi sosial
maupun perubahan sosial. Hal ini terlihat paling nyata dalam politik
(perjuangan demi mencapai kekuasaan) dan dalam persaingan ekonomi.
Dalam salah satu bukunya yang terkenal, the protestant ethic
and the spirit of capitalism, weber mengemukakan pendapatnya yang terkenal
mengenai keterkaitan etika protestan dengan munculnya kapitalisme berlangsung
secara bersamaan dengan perkembangan sekte kalvinisme dalam agama protestan.
Ajaran kalvinisme mengharuskan umatnya bekerja keras,
disiplin, hidup sederhana, dan hemat. Dengan bekerja keras, umat kalvinis
berharap akan mendapatkan kemakmuran yang dapat menuntun mereka ke arah surga. Keuntungan
dari hasil kerja tidak dikonsumsi berlebih karena mereka wajib hidup sederhana.
Akibatnya, penganut agama protestan menjadi makmur karena keuntungan yang
diperoleh dari hasil usaha tidak dikonsumsi, melainkan ditanamkan kembali dalam
usaha mereka. Melalui cara itulah, menurut weber, kapitalisme di eropa barat
berkembang dengan baik.
Makasih banyak
BalasHapus