Kamis, 21 Juli 2016

B. SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU DAN METODE



B. SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU DAN METODE

Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indera atau segala sesuatu yang kita ketahui dari berbagai sumber, yaitu bernalar, pengalaman, wewenang, dan intuisi. Pengetahuan memerlukan pembuktian kebenaran untuk menghilangkan prasangka, kira-kira, dan ketidakpastian. Sebaliknya, kepercayaan (beliefs), takhayul (superstitions), dan khayalan (imagination) tidak memerlukan pembuktian seperti di atas.
Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang ilmiah yang didapat melalui langkah-langkah sistematis, dapat diperiksa, serta ditelaah secara mendalam oleh orang lain. Sistematis artinya diperoleh dengan tahapan yang jelas dan merupakan satu kesatuan yang utuh sehingga tiap-tiap bagian saling berhubungan.
Semua bidang ilmu pengetahuan senantiasa berupaya mengembangkan dan memperkaya pengetahuan yang telah ada. Hal ini dimaksudkan agar suatu ilmu dapat menjawab setiap perubahan dalam bidang kajiannya. Untuk tujuan pengembangan tersebut, ilmu menggunakan suatu prosedur yang dibagian awal tadi kita namakan metode ilmiah. Menurut paul B. Horton, ada beberapa langkah dalam penelitian ilmiah yang mudah untuk disusun secara sistematis tetapi tidak selalu mudah untuk dilaksanakan, yaitu sebagai berikut.

1.       Merumuskan masalah
Sebagai langkah awal dalam suatu penelitian sosial, kita harus menemukan suatu permasalahan yang bermanfaat untuk dicarikan penyelesaiannya melalui metode ilmiah.
2.       Meninjau kepustakaan
Meninjau kepustakaan artinya kita membaca dan mengumpulkan pendapat-pendapat atau teori yang dapat dijadikan sebagai landasan dalam memecahkan suatu permasalahan.
3.       Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah suatu pernyataan yang disusun berdasarkan teori yang dipertimbangkan dengan sangat hati-hati. Tujuannya menghubungkan semua fakta yang telah diketahui dengan cara yang dapat diterima akal (logis) dan dapat diuji.
4.       Merencanakan desain penelitian
Bagian ini berisi tentang apa yang perlu ditelaah, data apa yang perlu dicari, dimana kita dapat menemukannya, bagaimana cara mengumpulkan, mengolah, dan menganalisisnya .
5.       Mengumpulkan data
Data hasil penelitian dikumpulkan untuk menguji hipotesis dan menghindari kesulitan yang tidak terduga.
6.       Menganalisis data
Dalam menganlisis data, yang harus dilakukan di antaranya adalah membuat pengelompokkan data, membuat tabel, membandingkan data, serta melakukan berbagai pengujian dan perhitungan yang perlu untuk membantu menemukan hasilnya.
7.       Menarik kesimpulan
Di dalam menarik kesimpulan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut .
·         Apakah dugaan awal diterima atau ditolak?
·         Apakah hasilnya meyakinkan?
·         Apakah penelitian tersebut menambah pengetahuan kita?
·         Apa pengaruhnya terhadap perkembangan ilmu sosiologi?
·         Saran-saran apakah yang timbul untuk penelitian lebih lanjut?

1.       Pengertian sosiologi
Istilah sosiologi pertama kali dikemukakan oleh ahli filsafat, moralis, dan sekaligus berkebangsaan prancis, auguste comte, melalui cours de philosophie positive. Menurut comte, sosiologi berasal dari kata latin socius yang artinya teman atau sesama dan logos dari kata yunani yang artinya cerita. Jadi pada awalnya, sosiologi berarti bercerita tentang teman atau kawan (masyarakat).

Pitirim sorokin
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari :
·         Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala agama, gejala keluarga, dan gejala moral)
·         Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non-sosial (gejala geografis, biologis)
·         Ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.
Roucek dan warren
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.
wiliam F. Ogburn dan mayer F. Nimkopf
sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
Max weber
Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.
Selo soemardjan dan soeleman soemardi
Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari tentang struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan sosial.
Paul B. Horton
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan penelaahan pada kehidupan kelompok dan produk dari kehidupan kelompok tersebut.
Soerjono soekanto
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusahan untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.
Wiliam kornblum
Sosiologi adalah suatu upaya ilmiah untuk mempelajari masyarakat dan perilaku sosial anggotanya dan menjadikan masyarakat yang bersangkutan dalam berbagai kelompok dan kondisi.
Allan johnson
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku, terutama dalam kaitannya dengan suatu sistem sosial dan bagaimana sistem tersebut memengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat di dalamnya memengaruhi sistem itu.
Dari beberapa definisi diatas dapat dirangkum bahwa sosiologi adalah ilmu yang membicarakan apa yang sedang terjadi saat ini, khususnya pola-pola hubungan dalam masyarakat, serta berusaha mencari pengertian-pengertian umum, nasional, dan empiris tentang masyarakat. Rasional berarti apa yang dipelajari sosiologi selalu berdasarkan penalaran dan empiris.

2.       Ciri dan hakikat sosiologi
Sosiologi merupakan salah satu bidang ilmu sosial yang mempelajari masyarakat. Sebagai ilmu pengetahuan, sosiologi memiliki ciri-ciri utama sebagai berikut.
a.       Empiris, artinya ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif (menduga-duga)
b.      Teoritis, artinya suatu ilmu pengetahuan yang selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasil pengamatan. Abstraksi tersebut merupakan kesimpulan logis yang bertujuan menjelaskan hubungan sebab akibat sehingga menjadi teori.
c.       Kumulatif, artinya disusun atas dasar teori-teori yang sudah ada, atau memperbaiki, memperluas, serta memperkuat teori-teori yang lama.
d.      Nonetis, artinya pembahasan suatu masalah tidak mempersoalkan baik atau buruk masalah tersebut, tetapi lebih bertujuan untuk menjelaskan masalah tersebut secara mendalam.

Hakikat sosiologi sebagai ilmu pengetahuan antara lain sebagai berikut.
a.       Sosiologi adalah ilmu sosial, hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa sosiologi mempelajari atau berhubungan dengan gejala-gejala kemasyarakatan.
b.      Dilihat dari segi penerapannya, sosiologi dapat digolongkan ke dalam ilmu pengetahuan murni (pure science) dan dapat pula menjadi ilmu terapan (applied science)
c.       Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang abstrak dan bukan pengetahuan yang konkret. Artinya, yang menjadi perhatian adalah bentuk dan pola-pola peristiwa dalam masyarakat secara menyeluruh, bukan hanya peristiwa itu sendiri.
d.      Sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum manusia dan masyarakatnya. Sosiologi meneliti dan mencari apa yang menjadi prinsip dan hukum-hukum umum dari interaksi manusia serta sifat, bentuk, isi, dan struktur masyarakat.
e.      Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang umum, bukan khusus, artinya mempelajari gejala-gejala umum yang ada pada interaksi antar manusia.

3.       Objek sosiologi
Objek studi suatu ilmu dapat dipahami dengan segi material maupun segi formalnya (sudut pandang ilmu itu sendiri). Secara material, objek studi sosiologi adalah manusia, baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari kelompok sosial. Sedangkan dari segi formal, sosiologi memandang manusia sebagai perwujudan hubungan sosial antar manusia serta proses yang timbul dari hubungan sosial dalam masyarakat sehingga membentuk struktur sosial.
Emile durkheim menyatakan bahwa di balik manusia sebagai individu dan kelompok, ada fakta sosial berupa cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang berada diluar individu dan mempunyai kekuataan memaksa dan mengendalikan individu tersebut. Sedangkan menurut weber, dibalik individu dan kelompok terdapat tindakan sosial, yaitu suatu tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain. Jadi, menurut dua tokoh ini, objek formal sosiologi adalah fakta sosial atau tindakan sosial. Namun ,menurut alex inkeles (1965), perhatian utama sosiologi adalah hubungan sosial, institusi / lembaga, dan masyarakat, yang menjadi unit analisis tersendiri dalam ilmu sosiologi.

4.       Sosiologi diantara ilmu lain
Sosiologi merupakan ilmu murni sekaligus terapan. Dilihat dari objeknya, sosiologi termasuk pada kelompok ilmu-ilmu sosial yang mempelajari manusia, khususnya yang menyangkut perilaku manusia.
Sedangkan jika dilihat dari segi penerapannya, ilmu tersebut digolongkan ke dalam :
a.       Ilmu pengetahuan murni, yaitu ilmu yang bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan pengetahuan secara abstrak guna mempertinggi mutu pengetahuan tersebut, namun segi penerapannya bukan merupakan perhatian utama.
b.      Ilmu pengetahuan terapan, yaitu ilmu yang bertujuan untuk mencari cara-cara mempergunakan pengetahuan ilmiah guna memecahkan masalah praktis.
Sebagai ilmu murni sekaligus terapan, tujuan sosiologi adalah melakukan pencarian untuk mendapatkan pengetahuan sedalam-dalamnya tentang masyarakat dan mencari cara-cara untuk menyelesaikan berbagai masalah yang ada di masyarakat.
ILMU
Ilmu-ilmu alam
(natural sciences)
Ilmu-ilmu sosial
(social sciences)
-          Biologi
-          Sosiologi
-          Fisika
-          Antropologi
-          Geologi
-          Ekonomi
-          Hidrologi
-          Sejarah
-          Kartografi
-          Hukum
-          Geomorfologi, dll
-          Manajemen, dll

ILMU-ILMU SOSIAL
(SOCIAL SCIENCES)
Ilmu-ilmu murni
(pure sciences)
Ilmu-ilmu terapan
(applied sciences)
-          Sosiologi
-          Administrasi
-          Antropologi
-          Pemerintahan
-          Ekonomi
-          Jurnalistik
-          Sejarah
-          Manajemen


5.       Tokoh-tokoh sosiologi

a.       Auguste comte francois xavier comte
Auguste comte merupakan seorang tokoh brilian yang disebut sebagai peletak dasar sosiologi. Comte melihat hasil dari revolusi prancis cenderung ke arah reorganisasi masyarakat secara besar-besaran. Menurutnya, reorganisasi masyarakat hanya dapat berhasil jika orang mengembangkan cara berpikir yang baru tentang masyarakat. Jika ingin menciptakan masyarakat yang adil maka harus ada kesepakatan tentang daar-dasarnya. Dasar-dasar itu hanya dapat dicapai apabila ada suatu metode yang dapat diandalkan sehingga hasil-hasilnya meyakinkan setiap orang.
Comte memperkenalkan metode postif, yaitu hukum mengenai urutan gejala-gejala sosial. Dia memperkenalkan hukum tiga stadia (tahap) yang berhubungan dengan perkembangan cara berpikir yang mendasari perkembangan masyarakat.
1.       Tahap teologis. Pada tahap ini orang lebih suka dengan pertanyaan yang tidak dapat dipecahkan, yaitu tentang hal-hal yang tidak dapat diamati. Orang mencari keteranan tentang sebab-sebab suatu hal pada kekuatan-kekuatan alam dan benda-benda angkasa yang dianggap memiliki kekuatan yang menguasai segalanya.
2.       Tahap metafisik. Pada tahap ini jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang sama dicari jawabannya pada hal-hal abstrak yang di ibaratkan sebagai esensi (hakikat) dan eksistensi (keberadaan).
3.       Tahap postif. Pada tahap ini, manusia mulai mencari jawaban yang tidak bersifat mutlak, dengan mempertanyakan kaitan statis serta dinamis dari gejala-gejala yang muncul.


Menurut comte, usaha pengorganisasian kembali masyarakat yang dilakukan setelah revolusi prancis gagal, sebab orang berusaha menciptakan masyarakat baru dengan menggunakan asas-asas abstrak yang berasal dari tahap metafisik. Reaksi yang timbul bahkan berasal dari masyarakat tahap teologis. Keberhasilan dapat dicapai bila ilmu pengetahuan tentang masyarakat telah mencapai tahap positif.
Secara umum comte berkeyakinan bahwa kesenjangan keadaan masyarakat prancis pascarevolusi bersifat sementara. Suatu saat, masyarakat itu akan mencapai tahap masyarakat yang tertib, maju, dan modern. Untuk itu, sosiologi dipandang sebagai ilmu yang mampu memberikan sumbangan besar bagi tercapainya ketertiban dan kemajuan tersebut.

a.       Emile durkheim
Durkheim merupakan salah seorang peletak dasar-dasar sosiologi modern. Durkheim terpengaruh oleh tradisi para pemikir bangsa prancis dan jerman. Semua pengaruh ini diolah dengan kreatif oleh durkheim sehingga sumbangannya sangat mengesankan dan berpengaruh besar terhadap sosiologi abad ke-20.
Dalam karya besarnya yang pertama, durkheim membahas masalah pembagian kerja yang berfungsi untuk meningkatkan solidaritas. Pembagian kerja yang berkembang pada masyarakat tidak mengakibatkan disintegrasi masyarakat yang bersangkutan, tetapi justru meningkatkan soldaritas karena bagian-bagian dari masyarakat menjadi saling tergantung satu sama lain. Durkheim membagi dua tipe utama solidaritas.
1.       Solidaritas mekanis
Tipe solidaritas yang didasarkan atas persamaan. Bisa dijumpai pada masyarakat yang masih sederhana dan mempunyai struktur sosial yang bersifat segmenter (terbagi). Struktur sosial ini terdiri atas segmen-segmen yang homogen dan kurang menunjukkan keterpaduan satu sama lain. Jika satu segmen hilang, kehilangan ini boleh dikatakan tidak berpengaruh terhadap keseluruhan struktur masyarakat. Dalam masyarakat ini, semua anggotanya mempunyai kesadaran kolektif yang sama.
2.       Solidaritas organis
Merupakan sistem terpadu dalam organisme yang didasarkan atas keragaman fungsi-fungsi demi kepentingan keseluruhan. Setiap organ memiliki ciri-cirinya masing-masing yang tidak dapat dialih oleh organ yang lain. Berlawanan dengan masyarakat segmenter, di dalam masyarakat solidaritas organis terdapat saling ketergantungan yang besar sehingga mengharuskan adanya kerja sama. Berbeda dengan solidaritas mekanis yang didasarkan pada hati nurani kolektif, solidaritas organis didasarkan pada hukum dan akal.
Menurut durkheim, yang harus dipelajari sosiologi adalah fakta-fakta sosial mengenai cara bertindak, berpikir, dan merasakan apa yang ada diluar individu dan memiliki daya paksa atas dirinya. Contoh yang diberikan durkheim mengenai fakta sosial adalah hukum, moral, kepercayaan, adat isitiadat, tata cara berpakaian, dan kaidah ekonomi. Fakta-fakta sosial tersebut mengendalikan dan dapat memaksa indivudu karena jika individu melanggarnya akan dikenal sanksi oleh masyarakat.

b.      Karl marx
Karl marx lebih dikenal sebagai tokoh sejarah ekonomi daripada seorang perintis sosiologi. Ahli filsafat dan aktivis ini mengembangkan teori mengenai sosialisme yang dikemudian hari dikenal dengan nama ‘’marxisme’’. Meskipun demikian, marx merupakan seorang tokoh teori sosiologi yang patut diperhitungkan.
Sumbangan marx bagi sosiologi terletak pada teorinya mengenai kelas. Marx berpandangan bahwa sejarah masyarakat manusia merupakan sejarah perjuangan kelas. Menurut marx, perkembangan pembagian kerja dalam ekonomi kapitalisme menumbuhkan dua kelas yang berbeda, yaitu:
1.       Kaum borjuis (kaum kapitalis), adalah kelas yang terdiri dari orang-orang yang menguasai alat-alat produksi dan modal.
2.       Kaum proletar, adalah kelas yang terdiri dari orang-orang yang tidak mempunyai alat produksi dan modal sehingga diekspoitasi untuk kepentingan kaum kapitalis.
Menurut marx, pada suatu saat kaum proletar akan menyadari kepentingan bersama mereka sehingga bersatu dan memberontak terhadap kaum kapitalis. Mereka akan memperoleh kemenangan yang akan mengakibatkan terhapusnya pertentangan kelas sehingga masyarakat proletar akan mendirikan masyarakat tanpa kelas.

c.       Herbert spencer
Menurut herbert spencer, fakta pertama yang penting dalam proses evolusi sosial adalah peningkatan jumlah penduduk. Pertumbuhan ini tergantung pada persediaan makanan dan kesempatan-kesempatan yang disajikan oleh alam. Pertumbuhan itu bukan hanya merupakan akibat dari kelebihan-kelebihan, tetapi juga dapay timbul dari penggabungan satuan-satuan sosial yang disertai dengan peningkatan diferensiasi struktural. Hal ini berarti mulai ada bagian-bagian yang dapat dibedakan. Bagian-bagian ini juga mengisi fungsi yang berbeda-beda dri keseluruhan sehingga tergantung satu dengan yang lainnya. Saling ketergantungan ini dinyatakan sebagai peningkatan integrasi.
Spencer membagi tiga aspek dalam proses evolusi, yaitu diferensiasi struktural, spesialisasi fungsional, dan integrasi yang meningkat. Lalu, spencer membagi struktur, bagian, atau sistem yang timbul dalam evolusi masyarakat menjadi tiga, yaitu:
1.       Sistem penopang, berfungsi untuk mencukupi keperluan-keperluan bagi ketahanan hidup anggota masyarakat.
2.       Sistem pengatur, berfungsi untuk memelihara hubungan-hubungan dengan masyarakat lainnya dan mengatur hubungan-hubungan yang terjadi di antara anggotanya.
3.        Sistem pembagi (distributif), berfungsi mengangkut barang-barang dari suatu sistem ke sistem lainnya.
Tahap-tahap dalam proses evolusi sosial dengan tipe-tipe masyarakat, dibagi oleh spencer menjadi tiga bagian, yaitu:
1.       Tipe masyarakat primitif
Dalam masyarakat primitif boleh dikatakan belum ada diferensiasi dan spesialisasi fungsional. Pembagian kerja masih sedikit. Hubungan kekuasaan belum jelas terlihat. Masyarakat dengan tipe ini sangat tergantung kepada lingkungan. Kerja sama terjadi dengan spontan dan didukung oleh hubungan kekeluargaan.
2.       Tipe masyarakat militan
Pada tipe masyarakat ini, heterogenitas sudah mulai meningkat karena bertambahnya jumlah penduduk atau karena penaklukan. Hal yang penting ialah koordinasi tugas-tugas yang dikhususkan, dilakukan dengan paksaan. Cara ini memerlukan sistem-sistem atau bagian-bagian yang dapat mengatur dirinya sendiri. Kerja sama yang tidak sukarela ini dijamin keberlangsunannya oleh seorang pemimpin, kemudian oleh negara secara nasional. Pengendalian oleh negara tidak saja terbatas pada produksi dan distribusi, tetapi juga pada bidang-bidang kehidupan pribadi.
3.       Tipe masyarakat industri
Masyarakat industri bercirikan suatu tingkat kompleksitas yang sangat tinggi, yang tida lagi dikendalikan oleh kekuasaan negara. Sebagai penggantinya, masyarakat mengendalikan diri sendiri, seperti hak menentukan diri sendiri, kerja sama sukarela, dan keseimbangan berbagai kepentingan. Kondisi ini mengakibatkan individualisasi yang ditandai dengan berkurangnya campur tangan pemerintah.
Kebebasan dan toleransi menjadi nilai-nilai sentral masyarakat. Terjadilah konsesus tentang nilai-nilai sentral itu. Nilai-nilai ini terutama berdasarkan penerimaan aturan-aturan ilmiah dan pendirian bahwa bidang kehidupan pribadi tidak dapat diganggu gugat. Salig ketergantungan yang semakin meningkat ini memperbesar kemauan untuk berkompromi dan kemauan ini menguntungkan bagi hubungan-hubungan yang damai.

d.      Max weber
Max weber menyatakan bahwa yang dipelajari oleh sosiologi adalah tindakan sosial. Menurut weber, suatu tindakan manusia disebut tindakan sosial apabila tindakan ini dihubungkan dengan tingkah laku orang lain dan diorientasikan kepada apa yang terjadi sesudahnya.
Tidak semua kontak manusia lain merupakan tindakan sosial. Individu yang melakukan tindakan sosial bersifat aktif juga reaktif. Kelakuan massa dengan individu-individu yang dipengaruhi oleh anggota lainnya secara pasif bukan termasuk tindakan sosial. Tindakan sosial juga merupakan kegiatan individu dan tidak pernah merupakan kegiatan kelompok. Weber menyebutkan dengan istilah bangunan sosial (soziale gebilde), seperti kegiatan negara, perkumpulan, dan perusahaan.
Dalam analisis yang dilakukan weber terhadap masyarakat, konflik menduduki tempat sentral. Konflik merupakan unsur dasar kehidupan manusia dan tidak dapat dilenyapkan dari kehidupan budaya manusia. Manusia dapat mengubah objek sarana, objek asas, atau pendukungnya, tetapi tidak dapat membuang konflik itu sendiri. Konflik terletak pada dasar integrasi sosial maupun perubahan sosial. Hal ini terlihat paling nyata dalam politik (perjuangan demi mencapai kekuasaan) dan dalam persaingan ekonomi.
Dalam salah satu bukunya yang terkenal, the protestant ethic and the spirit of capitalism, weber mengemukakan pendapatnya yang terkenal mengenai keterkaitan etika protestan dengan munculnya kapitalisme berlangsung secara bersamaan dengan perkembangan sekte kalvinisme dalam agama protestan.
Ajaran kalvinisme mengharuskan umatnya bekerja keras, disiplin, hidup sederhana, dan hemat. Dengan bekerja keras, umat kalvinis berharap akan mendapatkan kemakmuran yang dapat menuntun mereka ke arah surga. Keuntungan dari hasil kerja tidak dikonsumsi berlebih karena mereka wajib hidup sederhana. Akibatnya, penganut agama protestan menjadi makmur karena keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha tidak dikonsumsi, melainkan ditanamkan kembali dalam usaha mereka. Melalui cara itulah, menurut weber, kapitalisme di eropa barat berkembang dengan baik.

1 komentar:

Penting! Minum 7 Suplemen Ini di Usia 20-an supaya tetap sehat di usia tua.

Umumnya, usia 20-an adalah usia di mana kita sedang sehat-sehatnya. Nge-gym selama 2 jam? Bisa. Naik gunung hingga berhari-hari? Hayuk. Bega...