Model kualitatif optimal
Model kualitatif optimal pembuatan kebijakan publik
dikemukakan oleh yehezkel dror dan dijelaskan secara rinci dalam buku bukunya,
public policymaking reexamined (1968), dan ventures in policy sciences:
concepts and application (1971). Dror menanggapi secara komprehensif terhadap
kebutuhan untuk mengembangkan suatu model yang secara khusus dirancang untuk
mempelajari kebijakan publik, dan mencoba untuk menganalisa karakteristik
karakteristik utama pembentukan kebijakan publik dengan mengidentifikasi
kelemahan kelemahan dan kekuatan kekuatan pokok dari model model pembentukan
kebijakan normatif yang ada. Model optimal yang dikembangkan dror, dirancang
untuk mengoreksi kelemahan kelemahan model model pembentukan kebijakan dan
untuk memberikan pedoman pedoman inovatif bagi pembentukan kebijakan kualitatif.
Dalam tiga bagian pertama dari buku dror, public
policymaking reexamined merupakan suatu elaborasi dari visi dror tentang sebuah
paradigma untuk mengevaluasi pembentukan kebijakan dalam kaitannya dengan apa
yang telah, apa, apa yang bisa, dan apa yang seharusnya, diukur menurut
fisibilitas ekonomi dan politik.
Kerangka kerja ini memberikan kriteria yang
terinci untuk mengevaluasi pembentukan kebijakan, dan ukuran ukuran untuk
penilaian hasil (output), proses dan struktur struktur sebagai indeks dari konsep
inklusif, yaitu hasil bersih atau ‘’net output’’, yang dirumuskan oleh dror
untuk membantu sebagai pin pengkait secara abstrak antara apa, apa yang bisa.
Model ini secara abstrak cukup memadai dan fleksibel dalam memberikan ruang
konseptual untuk elaborasi berbagai sarana evaluatif yang muncul sebagai
kualitas dalam memperbaiki kemampuan mengavaluasi kebijakan.
Menurut dror, pembentukan kebijakan publik merupakan suatu
proses yang dinamis dan sangat kompleks di mana berbagai komponen memberikan
kontribusi yang berbeda. Proses itu menentukan garis pedoman penting bagi
tindakan yang ditujukan di masa depan terutama oleh organ organ pemerintah.
Garis pedoman kebijakan secara formal bertujuan untuk mencapai apa yang dalam
kepentingan publik, sarana yang dimungkinkan. Beranjak dari batasan kebijakan
ini, dror mengemukakan ‘’model kualitatif optimal’’ yang didasarkan pada asumsi
asumsi normatif instrumental. Karakteristik utama dari model ini adalah sebagai
berikut: (1) model ini adalah kualitatif, bukan kuantitatif; (2) model ini
mempunyai komponen komponen rasional dan ekstrarasional; (3) landasan pemikiran
adalah rasional secara ekonomi; (4) model ini mempunyai kaitan dengan pembuatan
metapolicy; (5) model ini mempunyai a built-in feedback.
Dror berpendapat bahwa tidak ada pendekatan rasional yang
murni, di mana kebijakan didasarkan pada kenyataan yang tidak bisa dipertentangkan, atau pendekatan ektrarasional
secara murni, di mana kebijakan didasarkan pada intuisi atau bahwa fenomena
elusif ‘’kecerdasan politik’’ (political savvy) bisa dimungkinkan atau bisa
diinginkan. Sebuah aspek yang diperbaiki dari model kualitatif optimal adalah
bahwa model ini mempunyai komponen komponen rasional dan ektrarasional. Bagi
dror, ujian yang sesungguhnya dari pembentukan kebijakan adalah pengaruhnya
pada situasi situasi yang sebenarnya. Persoalan pertama yang harus dijawab
mengenai sebuah kebijakan adalah ‘’apa peluang peluangnya untuk memengaruhi
realitas?’’ atau ‘’apa fisibilitas ekonomi dan politiknya?’’
Lebih jauh dror berpendapat sebagai berikut:
The political
feasibility of policy is the probability that it will be sufficiently
acceptable to the various secondary decision makers, executors, interest
groups, and publics whose partisipation or acquiscence is needed, that it can
be translated into action. Political or acquiscence is needed, that it can be
translated into action. Political feasibility depends on the power structure of
the involved systems, and on the ability of the poicy makers and of the policy
itself to recruit support. The economic feasibility of policy is the
probability that the resources, both general (money) and specific (trained
manpower, raw materials, and information), needed to execute it will be
available.
Setelah memperkenalkan model optimalnya, dror menyarankan
bahwa suatu ilmu kebijakan sangat dibutuhkan, dan mengetengahkan sebuah
paradigma baru bagi suatu disiplin ilmu.
Harapan dror terhadap ilmu kebijakan
dapat diringkas sebagai berikut:
1. perhatikan utama dari ilmu ilmu kebijakan adalah pemahaman,
perbaikan sistem pengendalian makro, dan khususnya sistem pembentukan kebijakan
publik.
2. batas batas tradisional antar cabang pengetahuan, dan
khususnya antara berbagai ilmu perilaku dan cabang cabang pengetahuan
keputusan, harus dihilangkan. Ilmu ilmu kebijakan harus mengintegrasikan
pengetahuan dari berbagai cabang pengetahuan dan membangunnya ke dalam
supradisiplin yang memfokuskan pada pembentukan kebijakan publik. Secara
khusus, ilmu kebijakan didasarkan pada penggabungan antara ilmu ilmu perilaku
dan pendekatan pendekatan keputusan secara analitik.
3. dikotomi antara penelitian murni dan terapan harus
dijembatani. Dalam ilmu ilmu kebijakan integrasi antara penelitian murni dan
terapan diwujudkan dengan perbaikan pengarahan masyarakat sebagai tujuan akhir.
4. pengetahuan dan pengalaman pribadi harus diterima sebagai
sumber pengetahuan yang penting, di samping metode metode penelitian
konvensional dan studi.
5. ilmu ilmu kebijakan bersama dengan ilmu ilmu normal
mempunyai kaitan penting dengan pengetahuan normatif instrumental, dalam
pengertian diarahkan pada sarana dan tujuan tujuan langsung, daripada nilai
nilai absolut. Namun, ilmu ilmu kebijakan adalah sensitif terhadap kesulitan
kesulitan dalam memperoleh ‘’value free sciences’’ dan mencoba memberi
kontribusi kepada pilihan nilai dengan mengeksplorasi implikasi implikasi
nilai, konsistensi nilai, biaya nilai landasan perilaku dari komitmen nilai.
6. nilai nilai kebijakan adalah sangat sensitif berkaitan
dengan waktu, mengenai waktu sekarangsebagai jembatan antara masa lalu dan masa
depan. Akibatnya, ada penolakan pendekatan historis terhadap ilmu ilmu perilaku
kontemporer dan pendekatan pendekatan analitik. Sebaliknya, penekanan pada
perkembangan perkembangan historis pada satu sisi, dan dimensi dimensi masa
depan pada sisi lain sebagai konteks untuk perbaikan pembentukan kebijakan.
7. ilmu ilmu kebijakan mempunyai komitmen berupaya untuk
meningkatkan kegunaan ilmu ilmu kebijakan dalam pembentukan kebijakan aktual,
dan mempersiapkan para profesional untuk menempati posisi ilmu ilmu kebijakan
di semua sistem pengarahan masyarakat.
8. ilmu ilmu kebijakan mengatur kontribusi pengetahuan
sistematis dan rasionalitas terstruktur untuk rancangan dan bekerjanya sistem
pengarahan masyarakat.
Bagi dror, ilmu kebijakan menjadi tumpuan harapan untuk
memperbaiki keterbelakangan dari semua lembaga manusia dan membiasakan
pembentukan kebijakan dan pembuatan keputusan. Ia menjadi upaya penting untuk
menilai dan mencapai peran sentral bagi rasionalitas dan intelektualisme dalam
masalah masalah manusia dan untuk meningkatkan kapasitas kemanusiaan guna
mengarahkan masa depannya.
Model model kebijakan yang ada menggambarkan apakah, dan
untuk sebagian besar, mengharapkan perbaikan perbaikan yang secara esensial
inkremental. Dror mencoba untuk menyatakan apa yang seharusnya, dan bagaimana
mendekati model yang ideal. Sementara pembentukan kebijakan deskriptif membahas
prioritas prioritas sekarang dan pembuatan kebijakan dalam konteks pertimbangan
pertimbangan ex post facto terhadap dampak kebijakan. Dror mengusulkan suatu
model yang berorientasi ke depan (forward looking) untuk meramalkan konsekuensi
konsekuensi kebijakan. Kesimpulan dror adalah meningkatkan kompetensi teori
organisasi, pengembangan personil, studi inteligensi dan teori informasi, ilmu
kebijakan, penelitian lapangan dan ilmu keputusan, dan teori sistem guna
memberikan saluran saluran bagi perbaikan penting pelayanan pelayanan publik
yang bisa diwujudkan dengan menggunakan sarana perbaikan penting ‘’metapolicy’’
yaitu membentuk kebijakan tentang pembentukan kebijakan.
Beberapa model pembentukan kebijakan publik telah dikaji
ulang dan diprensentasikan untuk memudahkan pemahaman sifat dinamik dan
kompleksitas yang melingkupi proses pembentukan kebijakan. Masing masing model
yang dipresentasikan itu mewakili perspektif yang berbeda dalam memandang
pembentukan kebijakan. Sudah barang tentu, terdapat elemen elemen serupa yang
terkandung dalam beberapa model, dan dalam beberapa kasus perspektif mempunyai
perbedaan yang sangat kecil. Namun demikian, perlu dicatat bahwa terdapat
kesamaan dalam semua model, dan itu ada dalam konsep itu sendiri. Seperti yang
telah diuraikan sebelumnya bahwa model adalah tidak lebih dari abstraksi atau
representasi dari dunianya seseorang yang ada dalam pikirannya. Dalam hal ini
model kemudian merupakan realitas realitas subjektif, atau perspeksi dan citra
(image) dari sebuah dunia yang objektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar