Tahap tahap dalam perumusan kebijakan
Suatu keputusan kebijakan mencakup tindakan oleh seorang
pejabat atau lembaga resmi untuk menyetujui, mengubah, atau menolak suatu
alternatif kebijakan yang dipilih. Dalam bentuknya yang positif, keputusan
kebijakan bisa berupa penetapan undang-undang atau dikeluarkannya perintah perintah
eksekutif, seperti dalam kasus indorayon di atas. Dalam bab pertama kita telah
membedakan antara keputusan keputusan rutin yang menetapkan kebijakan sehari
hari. Keputusan kebijakan biasanya merupakan puncak dari berbagai keputusan
yang dibuat selama proses kebijakan itu berlangsung.
Tahap keputusan kebijakan bukan merupakan pemilihan dari
berbagai alternatif kebijakan, melainkan tindakan tentang apa yang boleh
dipilih. Pilihan pilihan ini sering disebut sebagai alternatif kebijakan yang
dipilih, yang menurut para pendukung tindakan tersebut dapat disetujui. Pada
saat proses kebijakan bergerak ke arah proses pembuatan keputusan, maka
beberapa usul akan diterima sedangkan usul usul yang lain akan ditolak, dan
usul usul yang lain lagi mungkin akan dipersempit. Pada tahap ini perbedaan
pendapat akan dipersempit dan tawar menawar akan terjadi hingga akhirnya dalam
beberapa hal, keputusan kebijakan hanya akan merupakan formalitas.
Walaupun demikian, meskipun individu individu dan organisasi
organisasi swasta mungkin terlibat dalam pembuatan keputusan kebijakan,
wewenang formal tetap berada pada pejabat pejabat pemerintah, yaitu anggota
anggota legislatif, kalangan eksekutif, administrator dan para hakim. Oleh
karena itu, individu individu dan organisasi organisasi tadi kita sebut sebagai
pemeran serta tidak resmi. Dalam sistem politik demokratis, tugas membuat
keputusan keputusan kebijakan berkait erat dengan lembaga legislatif yang
dianggap sebagai representasi dari rakyat pemilih. Sementara itu, keputusan keputusan
yang diformulasikan oleh lembaga legislatif biasanya diterima secara sah dan
karena itu mengikat pada semua orang yang bersangkutan. Secara umum, kita dapat
mengatakan bahwa keputusan keputusan yang dibuat oleh lembaga lembaga tinggi
maupun tertinggi negara dianggap mempunyai keabsahan. Demikian juga keputusan
keputusan yang dibuat oleh pejabat pejabat pemerintah dianggap sah, jika
pejabat pejabat tersebut mempunyai wewenang yang sah untuk bertindak dan
memenuhi ukuran ukuran yang diterima dalam mengambil tindakan.
Tahap pertama: perumusan masalah (defining problem)
Mengenali dan merumuskan masalah merupakan langkah yang
paling fundamental dalam perumusan kebijakan. Untuk dapat merumuskan kebijakan
dengan baik, maka masalah masalah publik harus dikenali dan didefinisikan
dengan baik pula. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk memecahkan
masalah yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu, seberapa besar kontribusi
yang diberikan oleh kebijakan publik dalam menyelesaikan masalah masalah dalam
masyarakat menjadi pertanyaan yang menarik dalam evaluasi kebijakan publik.
Namun demikian, apakah pemecahan masalah tersebut meuaskan atau tidak
bergantung pada ketepatan masalah masalah publik tersebut dirumuskan. Rushefky
secara eksplisit menyatakan bahwa kita sering gagal menemukan pemecahan masalah
yang tepat dibandingkan menemukan masalah yang tepat.
Tahap kedua: agenda kebijakan
Tidak semua masalah publik akan masuk ke dalam agenda
kebijakan. Masalah masalah tersebut saling berkompetisi antara satu dengan yang
lain. Hanya masalah masalah tertentu yang pada akhirnya akan masuk ke dalam
agenda kebijakan. Secara panjang lebar kita telah mendiskusikan agenda
kebijakan pada bab sebelumnya. Namun untuk kepentingan pembahasan bab ini, kita
akan kembali sedikit menyinggung bagaimana masalah tersebut mendapat perhatian
para pengambil kebijakan di tingkat pemerintahan. Suatu masalah untuk masuk ke
dalam agenda kebijakan harus memenuhi syarat syarat tertentu, seperti misalnya
apakah masalah tersebut mempunyai dampak yang besar bagi masyarakat dan
membutuhkan penanganan yang harus segera dilakukan? Masalah publik yang telah
masuk ke dalam agenda kebijakan akan dibahas oleh para perumus kebijakan,
seperti kalangan legislatif (DPR), kalangan eksekutif (presiden dan para pembantunya),
agen agen pemerintah dan mungkin juga kalangan yudikatif. Masalah masalah
tersebut dibahas berdasarkan tingkat urgensinya untuk segera diselesaikan.
Tahap ketiga: pemilihan alternatif kebijakan untuk
memecahkan masalah
Setelah masalah masalah publik didefinisikan dengan baik dan
para perumus kebijakan sepakat untuk memasukkan masalah tersebut ke dalam
agenda kebijakan, maka langkah selanjutnya adalah membuat pemecahan masalah.
Disini para perumus kebijakan akan berhadapan dengan alternatif alternatif
pilihan kebijakan yang dapat diambil untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam
kasus pendirian PT. indorayon, maka pilihan kebijakan yang dapat diambil
meliputi: pertama, pabrik tersebut tetap didirikan di porsea karena dilihat
dari segi ekonomi akan menguntungkan. Kedua, pendirian pabrik tersebut di luar
porsea mengingat kerusakan lingkungan yang mungkin ditimbulkan oleh pendirian
pabrik tersebut. Alternatif kebijakan ini didasarkan pada beberap usulan yang
diberikan oleh presiden maupun para menteri yang terlibat. Pertama, usulan
presiden soeharto mengatakan agar pendirian lokasi pabrik pulp dan rayon dapat
dipertanggungjawabkan, maka harus dilakukan studi kelayakan dengan negara lain
yang telah mendirikan pabrik sejenis. Kedua, alternatif kebijakan yang
ditawarkan oleh menteri negara kependudukan dan lingkungan hidup yang menolak
pendirian pabrik pulp dan rayon tersebut di daerah porsea karena terletak di
hulu sungai sehingga akan mencemari lingkungan. Ketiga, usulan yang diberikan
oleh menristek BJ. Habibie yang menghendaki agar pabrik tersebut tetap
didirikan di porsea dengan tujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat di
sekitar pabrik dan dalam rangka meningkatkan pendapatan pemerintah dan daerah.
Pada tahap ini para perumus kebijakan akan dihadapkan pada
pertarungan kepentingan antar berbagai aktor yang terlibat dalam perumusan
kebijakan. Dalam kasus PT. Indorayon di atas pertarungan kepentingan terjadi
antara menristek yang menghendaki pabrik karena dilihat dari perspektif ekonomi
menguntungkan dan menteri negara kependudukan dan lingkungan hidup yang menolak
pendirian pabrik di daerah porsea karena akan mengancam kelestarian lingkungan
hidup. Dalam kondisi seperti ini, maka pilihan pilihan kebijakan akan
didasarkan pada kompromi dan negoisasi yang terjadi antar aktor yang
berkepentingan dalam pembuatan kebijakan tersebut.
Tahap keempat: tahap penetapan kebijakan
Setelah salah satu dari sekian alternatif kebijakan
diputuskan diambil sebagai cara untuk memecahkan masalah kebijakan, maka tahap
paling akhir dalam pembentukan kebijakan adalah menetapkan kebijakan yang
dipilih tersebut sehingga mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Alternatif kebijakan
yang diambil pada dasarnya merupakan kompromi dari berbagai kelompok kepentingan
yang terlibat dalam pembentukan kebijakan tersebut. Penetapan kebijakan dapat
berbentuk berupa undang undang, yurisprudensi, keputusan presiden, keputusan
keputusan menteri dan lain sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar