Model penambahan (the incremental model)
Kritik terhadap model rasional komprehensif akhirnya
melahirkan model penambahan atau inkrementalisme. Oleh karena model ini
berangkat dari kritik terhadap model rasional komprehensif, maka ia berusaha
menutupi kekurangan yang ada dalam model tersebut dengan jalan menghindari
banyak masalah yang ditemui dalam model rasional komprehensif. Model ini lebih
bersifat deskriptif dalam pengertian, model ini menggambarkan secara aktual
cara cara yang dipakai para pejabat dalam membuat keputusan.
Model inkremental / penambahan merupakan hasil dari praktik
praktik yang diterima secara luas di kalangan pembentuk kebijakan publik. Model
ini mencoba untuk menyesuaikan dengan realitas kehidupan praktis dengan
mendasarkan pada pluralisme dan demokrasi, maupun keterbatasan keterbatasan
kemampuan manusia. Landasan pokok rasional dari model ini adalah bahwa
perubahan inkremental memberikan tingkat maksimal keamanan dalam proses
perubahan kebijakan. Semua pengetahuan yang bisa dipercaya didasarkan pada car
satu satunya untuk mengabil keputusan tanpa menimbulkan resiko dengan
melanjutkan kebijakan sesuai dengan arah tujuan kebijakan lama – membatasi
pertimbangan pertimbangan kebijakan alternatif dengan kebijakan kebijakan yang
secara relatif mempunyai tingkat perbedaan yang kecil dengan kebijakan sekarang
yang berlaku.
Menurut model ini, kebijakan atau keputusan selalu bersifat
serial, fragmentary, dan sebagian besar remedial. Suatu masalah bisa saja
muncul, namun dapat dipecahkan oleh proses pengambilan keputusan inkremental,
dan sejalan dengan berlalunya waktu bisa menciptakan atmosfir yang lebih
menguntungkan bagi perubahan perubahan, dan sekaligus memberikan peluang
peluang tambahan bagi penyesuaian perbedaan di kalangan pembuat keputusan.
Ringkasnya, ada beberapa hak yang harus diperhatikan dalam
mempelajari model penambahan (inkrementalisme), yakni:
1. pemilihan tujuan tujuan atau sasaran sasaran dan analisis
analisis empirik terhadap tindakan dibutuhkan. Keduanya lebih berkaitan erat
dengan dan bukan berada satu sama lain.
2. para pembuat keputusan hanya mempertimbangkan beberapa
alternatif untuk menanggulanggi masalah yang dihadapai dan alternatif
alternatif ini hanya berada secara marginal dengan kebijakan yang sudah ada.
3. untuk setiap alternatif, pembuat keputusan hanya
mengevaluasi beberapa konsekensi yang dianggap penting saja.
4. masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan dibatasi
kembali secara berkesinambungan. Inkrementalisme memungkinkan penyesuaian
penyesuaian sarana-tujuan dan tujuan-sarana sebanyak mungkin sehingga
memungkinkan masalah dapat dikendalikan.
5. tidak ada keputusan tunggal atau penyesuaian masalah yang
dianggap ‘’tepat’’. Pengujian terhadap keputusan yang dianggap baik adalah
bahwa persetujuan terhadp berbagai macam analisis dalam rangka memecahkan
persoalan tidak di ikuti persetujuan bahwa keputusan yang diambil merupakan
sarana yang paling cocok untuk meraih sasaran yang telah disepakati.
6. pembuatan keputusan secara inkremental pada dasarnya
merupakan remedial dan diarahkan lebih banyak kepada perbaikan terhadap
ketidaksempurnaan sosial yang nyata sekarang ini daripada mempromosikan tujuan
sosial di massa depan.
Inkrementalisme merupakan proses pembuatan keputusan yang
khas dalam masyarakat masyarakat pluralis, seperti di amerika serikat.
Keputusan keputusan dan kebijakan kebijakan merupakan hasil kompromi dan
kesepakatan bersama antara banyak partisipan. Dalam kondisi seperti ini,
keputusan yang bijaksana akan lebih mudah dicapai kesepakatan, jika persoalan
persoalan yang dipersengketakan antara berbagai kelompok dalam masyarakat hanya
berupa perubahan perubahan terhadap program program yang sudah ada atau hanya
menambah atau mengurangi anggaran belanja. Sementara itu, konflik biasanya akan
meningkat bila pembuatan keputusan memfokuskan pada perubahan perubahan
kebijakan besar yang dapat menimbulkan keuntungan atau kerugian besar. Karena
ketegangan politik yang timbul demikian besar dalam menetapkan program program
atau kebijakan baru, maka kebijakan masa lalu diteruskan untuk tahun depan
kecuali jika terdapat perubahan politik secara substansial. Dengan demikian,
pembuatan keputusan secara inkremental adalah penting dalam rangka mengurangi
konflik, memelihara stabilitas dan sistem politik itu sendiri.
Menurut pandangan kaum inkrementalis, para pembuat keputusan
dalam menunaikan tugasnya berada di bawah keadaan yang tidak pasti yang
berhubungan dengan konsekuensi konsekuensi dari tidak pasti yang berhubungan
dengan konsekuensi konsekuensi inkremental dapat mengurangi risiko atau biaya
ketidakpastian itu. Inkrementalisme juga mempunyai sifat realistis karen
didasari kenyataan bahwa para pembuat keputusan kurang waktu, kecakapan dan
sumber sumber lain yang dibutuhkan untuk melakukan analisis yang menyeluruh
terhadap semua penyelesaian alternatif masalah masalah yang ada. Di samping
itu, pada hakikatnya orang ingin bertindak secara pragmatis, tidak selalu
mencari cara hingga yang paling baik dalam menanggulangi suatu masalah.
Singkatnya, inkrementalisme menghasilkan keputusan keputusan yang terbatas,
dapat dilakukan dan diterima.
Menurut lindblom, di satu sisi, model inkremental bisa
dianggap sebagai sebuah model deskriptif dalam pengertian bahwa kebijakan yang
dibuat melalui apa yang disebut sebuah proses ‘’pemecahan’’ (a ‘’mudding
through’’). Di lain sisi, model ini juga dipandang sebagai sebuah pendekatan
yang secara mendasar konservatif terhadap policy innovation. Sekalipun model
ini merupakan pembenaran yang canggih terhadap kebijakan dan proses pembuatan
kebijakan yang mendasarkan pada ‘’mudding through’’, yakni perubahan inkremental,
namun sulit untuk membenarkan menurut asumsi bahwa keputusan keputusan
kebijakan masal lalu adalah selalu benar khususnya pada saat terjadi perubahan
perubahan yang sangat cepat, dan masalah atau persoalan yang sedang
didiskusikan tidak mempunyai preseden.
Sebagai contoh kasus untuk aplikasi model innkremental bisa
kita lihat pada masalah defisit pangan nasional yang terjadi di indonesia, dan
dari waktu ke waktu selalu dipecahkan oleh pemerintah melalui kebijakan
peningkatan produktivitas dan produksi ppertanian pangan padi secara nasional.
Jika terjadi defisit pangan, pemerintah segera impor beras dari negara negara
lain penghasil beras. Kebijakan pemerintah yang mendasarkan model inkremental
ini tentu saja tidak efektif karena memecahkan persoalan pangan hanya untuk
sementara waktu. Selain itu, implikasi dari impor beras sangat merugikan kepada
kaum petani penghasil padi karena harga beras yang sempat naik dan membuat
mereka bersuka cita, lantas bercenderung segera pua anjlok sehingga membuat
para petani menangis, karena kenaikan harga beras dalam negeri yang sifatnya
semenstara itu tidak mempunyai pengaruh apapun baagi perbaikan kehidupan
mereka. Sementara jika terjadi panen raya, harga juga cenderung segera anjlok,
dan kembali para petani menangis lagi karena mereka sangat dirugikan.
Pemerintah tentu saja tidak bisa menjalankan kebijakan seperti dijelaskan
sebelumnya merupakan pendekatan konservatif untuk melakukan inovasi kebijakan.
Perlu diingat pula bahwa sebenarnya telah terjadi perubahan yang yang sangat
cepat dalam masalah kependudukan. Pertama, banyak penduduk desa yang cenderung
meninggalkan daerah pedesaan mereka untuk mencari pekerjaan di kota kota besar
atau di luar negeri sebagai tenaga kerja indonesia. Biasanya alasan klise yang
menjadi pendorong mereka untuk meninggalkan daerah pedesaan mereka, yaitu dalam
pandangan mereka lapangan kerja di sektor pertanian pangan dan di sektor non
pertanian tidak bisa lagi menjadi andalan bagi kehidupan mereka yang layak
untuk masa sekarang, maupun untuk masa mendatang. Kedua, pertambahan kumulatif
penduduk secara nasional terus meningkat. Oleh karena itu, pemerintah tidak
hanya harus segera tanggap terhadap fenomena kependudukan saat ini, tetapi
perlu segera melakukan inovasi kebijakan pangan nasional dengan melakukan
kebijakan terobosan, yang dalam hal ini adalah kebijakan diversifikasi pangan
secara nasional. Sudah saatnya, pemerintah mempunyai komitmen yang kuat
terhadap kebijakan pertanian pangan yang berpihak kepada kepentingan para
petani. Sungguh tidak masuk akal dan tidak bisa dipahami bahwa kebijakan
pertanian pangan di indonesia yang telah dengan gencar dan semangat yang
menggebu gebu diluncurkan pada tahun 1969 dan sempat menjadi prioritas dan bisa
mencapai swasembada pangan, justru sekarang ini menghasilkan anti klimaks, yang
berupa tidak kunjung selesainya persoalan pangan dan kesejahteraan para petani.
Padahal negara negara lain, seperti korea selatan dan taiwan, kebijakan
pertanian pangan bisa berhasil, dan mengantarkan negara negara itu memasuki
tahap perkembangan industri dan perdagangan. Dibandingkan dengan negara negara
itu, indonesia merupakan negara pertanian terbesar di asia tenggara. Sungguh
sangat ironis dan tragis, sektor pertanian indonesia, plus sumber sumber
kekayaan alam lain tidak mampu mewujudkan impian seperti yang terjadi di negara
negara asia lainnya yang sekarang telah menjadi negara negara industri dan
perdagangan.
Perlu diperhatikan pula komentar dari para ilmuwan lain,
termasuk yehezkel dror yang menyatakan bahwa mereka sepakat mengenai model ini
inkremental sebagai alat bantu dekskriptif yang canggih untuk menganalisis
proses proses pembuatan kebijakan yang sebenarnya. Namun perlu diketahui pula
kritik kritik mereka terhadap model inkremental yang mengatakan bahwa model ini
tidak mendorong pembuat keputusan untuk melakukan inovasi dalam mencari
alternatif alternatif optimal, dan kenyataan menunjukkan bahwa model ini tidak
memberi peluang untuk beradaptasi dan mengatasi kondisi kondisi darurat dari
sebuah masyarakat modern yang kompleks dan sedang mengalami perubahan yang
cepat.
Sebuah model pembuatan kebijakan yang sangat signifikan,
mirip dengan model inkremental, bisa ditemukan dalam tulisa aaron wildavsky
yang berjudul the politics of the budgetary process. Asumsi utama wildavsky
adalah bahwa proses penganggaran belanja pemerintah adalah inkremental,
terpisah pisah, non programatik, dan sequensial. Ini disebabkan karena sifat
pluralistik dari situasi dan pembuatan anggaran belanja.
Selanjutnya wildavsky
menjelaskan pemikiran ini dengan mengatakan bahwa proses yang dikembangkan guna
melakukan komparasi interpersonal dalam pemerintahan tidak didasari kepentingan
ekonomi, melainkan sarat dengan kepentingan politik. Konflik konflik dipecahkan
(dengan landasan kesepakatan pada peran) dengan menerjemahkan preferensi –
preferensi yang berbeda melalui sistem politik ke dalam unit unit yang disebut
pemilihan atau ke dalam tipe tipe wewenang, seperti a veto power. Strategi
melibatkan politik sebenarnya merupakan faktor yang menentukan dalam proses
anggaran belanja dan kinerjanya. Lebih jauh wildavsky mengatakan sebagai
berikut:
Budgetinng is
incremental, not comprehensive. The beginning of wisdom about an agency budget
is that it is almost never actively reviewed as a whole every year in the sense
of reconsidering the whole of all existing programs as compared to all possible
alternatives. Instead, it is based on last years budget with special attention
given to a narrow range of increase. Thus, the men who make the budget are
concered with relatively small increments to an existing base. Their attention
is focused on a small number of items over which the budgetary battle is
fought.
Singkatnya, argumen pokok wildavsky adalah bahwa proses
penganggaran belanja mempunyai alterantif terbatas. Hanya penyesuaian
penyesuaian yang secaa relatif kecil dari anggaran belanja sebelumnya bisa
dibuat. Argumen ini mirip dengan konsep yang diperkenalkan oleh lindblom, yaitu
partitional mutual adjustment.’’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar