Model rasional komprehensif
Model ini merupakan model pembentukan kebijakan yang paling
terkenal dan juga yang paling luas diterima di kalangan para pengkaji kebijakan
publik. Pada dasarnya model ini terdiri dari beberapa elemen, yakni:
1. pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu.
Masalah ini dapat dipisahkan dengan masalah masalah yang lain atau paling tidak
masalah tersebut dapat dipandang bermakna bila dibandingkan dengan masalah
masalah yang lain.
2. tujuan tujuan, nilai nilai atau sasaran sasaran yang
mengarahkan pembuat keputusan dijelaskan dan disusun menurut arti pentingnya.
3. berbagai alternatif untuk mengatasi masalah perlu
diselidiki.
4. konsekuensi konsekuensi (biaya dan keuntungan) yang
timbul dari setiap pemilihan alternatif diteliti.
5. setiap alternatif da konsekuensi yang menyertainya dapat
dibandingkan dengan alternatif alternatif lain.
Pembuat keputusan memiliki
alternatif beserta konsekuensi konsekuensinya yang memaksimalkan pencapaian
tujuan, nilai atau sasaran sasaran yang hendak dicapai.
Keseluruhan proses tersebut akan menghasilkan suatu
keputusan rasional, yaitu keputusan yang efektif untuk mencapai tujuan tertentu
yang diinginkan (intended goal).
Namun demikian, beberapa ahli di bidang kebijakan publik
mengajukan beberapa keberatan dan kritik terhadap model ini. Pertama, menurut
para pengkrtik model rasional komprehensif, para pembuat keputusan tidak
dihadapkan pada masalah masalah konkret yang jelas. Masalah yang sering
dihadapi di lapangan adalah kesulitan dalam membatasi masalah itu sendiri.
Seringkali para pembuat keputusan gagal mendefinisikan masalah yang jelas. Akibatnya,
keputusan yang dihasilkan untuk menyelesaikan masalah tersebut tidak tepat
kalau tidak ingin dikatakan ‘’melenceng’’ sama sekali. Sebagai contoh,
kemiskinan di indonesia disebabkan oleh rendahnya motivasi kerja dan tingkat
ketrampilan / pendidikan di kalangan masyarakat ataukah memang kebijakan
pemerintah itu sendiri yang selalu berpihak kepada kelompok kelompok tertentu
sehingga di masyarakat muncul ketimpangan dan kemiskinan.
Kegagalan dalam mengidentifikasi masalah ini, pada akhirnya
akan menyebabkan pula kegagalan dalam menentukan solusi terbaik untuk mengatasi
masalah kemiskinan di indonesia. Rumitnya mendefinisikan masalah dapat juga
kita lihat dalam kasus kenaikan harga harga barang yang berlangsung dengan
cepat. Bila harga barang naik dengan cepat kemudian orang mengatakan, ‘’kita
harus berbuat sesuatu mengenai masalah inflasi’’, maka akan muncul pertanyaan
apakah yang menjadi akar masalahnya? Permintaan barang yang berlebihan sehingga
berlaku hukum ekonomi? Persediaan barang barang dan jasa yang tidak memadai?
Apakah karena terjadi penimbunan barang barang tersebut? Apakah karena
psikologi inflasi? Ataukah disebabkan oleh gabungan dari ini semua? Pada kasus
seperti ini bagaimanapun orang menjadi sangat sulit untuk menentukan variabel
variabel pokok yang menjadi penyebab inflasi tersebut. Hal ini menunjukkan
bahwa membatasi masalah seringkali merupakan problem utama bagi pembuat
keputusan.
Kedua, kritik selanjutnya terhadap model model rasional
komprehensif adalah bahwa teori rasional komprehensif menurut mereka tidak
realistis dalam tuntutan tuntutan yang dibuat oleh para pembuat keputusan.
Menurut model rasional komprehensif, pembuat keputusan akan mempunyai cukup
informasi mengenai alternatif alternatif yang digunakan untuk menanggulangi
masalah. Asumsi yang digunakan model ini adalah bahwa pembuat keputusan akan
mampu membuat perbandingan alternatif alternatif berdasarkan biaya dan
keuntungan secara tepat. Dalam kenyataannya, seperti diungkapkan oleh para
pengkritik model ini, pemikiran sesaat tentang sumber sumber informasi dan
intelektual yang dibutuhkan agar dapat bertindak secara rasional mengenai
masalah inflasi yang dikemukakan sebelumnya menunjukkan hambatan hambatan
terhadap tindakan rasional yang dinyatakan dalam asumsi asumsi ini, misalnya
kurangnya waktu, kesulitan mengumpulkan informasi dan meramalkan kerumitan
perhitungan perhitungan masa depan. Para pembuat keputusan seringkali
dihadapkan oleh waktu yang tidak memadai karena desakan desakan masalah yang
membutuhkan penanganan sesegera mungkin. Hal ini berakibat pada ketidakuratan
informasi yang digunakan karena proses pengumpulan informasi itu sendiri
membutuhkan waktu yang cukup lama.
Ketiga, merujuk pada aspek nilai. Para pembuat keputusan
publik biasanya dihadapkan dengan situasi konflik daripada kesepakatan nilai.
Sementara itu, nilai nilai yang bertentangan tersebut tidak mudah
diperbandingkan atau diukur bobotnya. Selain itu, menurut para pengkritik model
rasional komprehensif, para pembuat keputusan mempunyai kemungkinan untuk mengacaukan
nilai nilai pribadi dengan nilai nilai publik. Pada akhirnya, seperti
diungkapkan oleh para pengkritik teori ini, asumsi rasionalistik yang
menyatakan bahwa fakta fakta dan nilai nilai dapat dipisahkan dengan mudah
tidak berlaku dan sulit untuk dilaksanakan.
Keempat, model ini lebih merujuk pada kenyataan bahwa para
pembuat keputusan tidak mempunyai motivasi untuk menetapkan keputusan keputusan
berdasarkan tujuan tujuan masyarakat, tetapi sebaliknya mereka mencoba
memaksimalkan ganjaran ganjaran mereka sendiri, seperti misalnya kekuasaan,
kedudukan, motivasi agar dipilih kembali pada pemilu yang akan datang, uang dan
sebagainya.
Kelima, para pembuat keputusan mempunyai kebutuhan
kebutuhan, hambatan hambatan dan kekurangan kekurangan sehingga menyebabkan
mereka tidak dapat mengambil keputusan keputusan atas dasar rasionalitas yang
tinggi. Kritik kelima ini lebih didasarkan pada kelemahan kelemahan yang secara
alamiah dimiliki manusia.
Keenam, sekalipun para pembuat keputusan dapat memanfaatkan
teknik teknik analisis komputer yang paling maju, mereka tida mempunyai
kecakapan yang cukup untuk menghitung rasio biaya dan keuntungan secara tepat
bila sejumlah besar nilai yang berbeda beda, seperti politik, ekonomi, sosial,
budaya yang menjadi taruhannya.
Ketujuh, investasi investasi yang besar dalam program
program dan kebijakan menyebabkan pembuat keputusan tidak mempertimbangkan lagi
alternatif yang telah ditetapkan oleh keputusan sebelumnya.
Kedelapan, terdapat banyak hambatan dalam mengumpulkan semua
informasi yang diperlukan untuk mengetahui semua kemungkinan alternatif dan
konsekuensi konsekuensi dari masing masing alternatif, termasuk di dalamnya
biaya pengumpulan informasi, ketersediaan informasi dan waktu yang dibutuhkan
untuk pengumpulannya.
Dalam pandangan Ira Sharkansky, ada lima hambatan yang
dihadapi oleh decision makers untuk mengambil keputusan rasional, sebagai
berikut:
(1) the multitude of
problems, goals, and policy commitments that are imposed on – pr kept from –
decision makers by actors In the environment of an administrative unit; (2)
barriers to collecting adequate information about the variety of ‘’acceptable’’
goals and policies; (3) the personal needs, commitments, ihhibitions, and
inadequacies of decision – makers which interfere in their assesment of goals
and policies that are acceptable from their agency’s point of view; (4)
structural difficulties within administrative units and involving their
relations with legislative branches of government; and (5) the deviant behavior
of individual administrators.
Masalah masalah dan persoalan persoalan yang dikemukakan
oleh para pengkritik model rasional komprehensif ini boleh dikatakan beragam,
sehingga masing masing kritik perlu dikaji secara terpisah, dan memiliki
sejumlah keterbatasan pada pembuat keputusan yang mencoba memberikan ‘’satu
alternatif terbaik’’ keputusan rasional. Kritik kritik ini didasarkan pada
ketidakmampuan decision makers untuk benar benar mengambil keputusan sesuai
dengan konsep model rasional, tidak perlu mempunyai makna bahwa model ini
mempunyai kelemahan dalam tingkat kemampuan penerapan (degree of
applicability).
Sesungguhnya, model pembuatan keputusan rasional ini dalam hal
hal tertentu bisa dikatakan berhasil, seperti dalam meningkatkan dan
memperbesar efisiensi dan keefektifan kegiatan kegiatan pemerintah melalui
aplikasinya pada PPBS, operations research, sistems analysis, cost benefit
analysis, and cost-effectiveness analysis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar