Senin, 18 Januari 2016

Politik

Dengan manusia sekular yang terkadang berangkat dari modernisasi (kemajuan yang salah kaprah) dan westernisasi (kebarat-baratan) .
Kekuasaan memang diakui sebagai berkonotasi negatif tetapi apabila dikalikan dengan dekadensi moral yang juga negatif konotasinya akan memperoleh hasil yang positif karena mampu mengantisipasi, di lain pihak pelayanan berkonotasi positif oleh karenanya hanya dapat diberikan kepada yang hal-hal positif seperti pelayanan terhadap masyarakat dhu'afa, mustadh'afin, fakir,miskin, gelandangan, hina,papa, yatim,piatu, musafir, dan mereka yang tertindas haknya.
Perhatikan kebiadaban mereka yag memberikan pelayanan kepada dekadensi moral mulai dari perlindungan oleh pemerintah baik dari unsur pemegang kekuasaan eksekutif, legislatif maupun yudikatif terhadap perjudian, pelacuran, pernikahan sejenis, dengan dalih hak asasi manusia.
Tetapi sebaliknya perhatikan kebiadaban mereka yang dengan kekuasaannya menghantam orang tidak bersalah, orang yang terdzalimi, masyarakat lemah mulai dari unsur pemegang kekuasaan eksekutif mulai dari departemen-departemen dan biro-bironya mengejar orang tidak bersalah dan membela yang bersalah.
Selama ini negarawan yang berada di pihak kebenaran dan filosof yang berada di pihak kebaikan sudah dari zaman sebelum masehi ditunggui oleh plato agar digabung dengan mengatakan bahwa "hendaknya negarawan itu filosof di satu pihak dan di lain pihak hendaknya filosof itu negarawan pula".
Sayang socrates, yesus serta moses hanya berada di pihak filosof sedangkan para raja firaun, nero, yulius, herodes, dan gubernur pontius pilatus hanya berada di kalangan negarawan istana secara terpisah. Jadi hanya muhammad SAW. merupakan sabg nabi yang mendirikan pemerintahan negara yang memperbolehkan angkatan perang (the prophet army) untuk memerangi kemungkaran.
Sepanjang buku ini telah dijelaskan bahwa bila kita memisahkan kehidupan keduniawian termasuk berbagai kajian ilmu baik ilmu-ilmu eksakta dengan segala cabangnya maupun ilmu-ilmu sosial dengan segala cabangnya termasuk ilmu pemerintahan sebagai disiplin ilmu yang mandiri. Maka andaikata dipisahkan dengan agama yang selama ini hanya dianggap membahas moral, membahas kegaiban, membahas akhirat, membahas peribadatan. Maka sudah barang tentu segalanya serba terpisah, pemisahan inilah yang disebut dengan sekularisme, atau seakan-akan dipaksakan untuk berdekatan, dengan menyebut pendekatan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) dengan imtag (iman dan taqwa) padahal bermuka dua bahkan bermuka tiga yaitu pemisahan berbagai disiplin ilmu, moral agama dan seni, jadi pemisahan ilmu pemerintahan, moral pejabat dan seni kepamong- prajaan,maka "banyak" yang kita sebut dengan "bi" menjadikan multi asab kasarnya "biadab".
Bandingkan dengan titik temu antara pejabat pemerintah yang berilmi luas dalam mengendalikan negara, juga mempunyai nilai-nilai luhur agar tidak mengkorup uang rakyatnya, memalsukan ijazah, mengubah izin dengan kemudahan karena kolusi dan sogok, serta pada kesempatan ketiga memiliki seni pendekatan terhadap publik adalah pemerintahan yang beradab sepanjang buku ini kita ulang kembali titik temu ini mulai dari keterpisahan (sekularisme) biadab sampai dengan titik temu peradaban.
Jadi diperlukan titik temu moral seseorang dengan ilmu orang tersebut dan seni yang bersangkutan pada tataran aksiologi, karena pengetahuan tidak hanya berhenti pada tataran epistemologi dan ontologi saja, termasuk dalam ilmu pemerintahan secara filosofis.
Mulai dialog antara para tokoh ilmu, moral dan seni karena ilmu tanpa moral akan lumpuh ketika hanya mengandalkan kekakuan disiplin ilmu, sebaliknya moral tanpa ilmu akan buta karena kesesatan yang tanpa mengandalkan kekuatan ilmu. Pada posisi lain seni tanpa kebenaran ilmu dan kebaikan moral akan cabul.
Keadaan yang semakin dekatnya keberadaan moral, ilmu dengan seni adalah keadaan yang semakin islami karena masyarakat tampak memiliki kaitan kecerdasan dibidang ilmu, kebaikan dibidang moral dan keindahan dalam cara bergaul. Itulah masyarakat islam yag semakin terbentuk oleh titik temu kognitif (logika) ilmu, dengan afektif (etika) moral serta psikomotorik (estetika) seni.
Inilah yang dirindukan masyarakat yang dalam bahasa jawa kuno disebut dengan gemah ripah loh jibnawi, keadaan yang dicapai melewati moksah kata umat hindu dan datangnya kerajaan allah kata umat kristiani atau baldatun tayibatun wa rabun ghafuir kata ulamat islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Zack Tabudlo - Give Me Your Forever Lyrics

  Do you remember When we were young you were always with your friends Wanted to grab your hand and run away from them I knew that it was ti...