Kamis, 24 Agustus 2017

Konteks perumusan kebijakan publik



Konteks perumusan kebijakan publik

Teori sistem yang telah kita bahas sebelumnya menyatakan bahwa pembentukan kebijakan tidak dapat dipertimbangkan secara memadai bila terpisah dari lingkunganya. Tuntutan tuntutan menyangkut tindakan tindakan kebijakan timbul dari dalam lingkungan dan ditrasmisikan ke dalam sistem politik. Seperti telah kita bahas sebelumnya, teori sistem menjelaskan bahwa suatu kebijakan publik merupakan hasil dari interaksi dari berbagai subsistem yang berada dalam sistem politik. Kebijakan publik dipandang sebagai tanggapan dari suatu sistem politik terhadap tuntutan tuntutan yang timbul dari lingkungan yang merupakan kondisi atau keadaan yang berada di luar batas batas sistem politik. Kekuatan kekuatan yang timbul dari dalam lingkungan dan memengaruhi sistem politik dipandang sebagai masukan masukan (inputs) bagi sistem politik, sedangkan hasil yang dikeluarkan oleh sistem politik yang merupakan tanggapan terhadap tuntutan tuntutan tadi dianggap sebagai keluaran (outputs) dari sistem politik.

Sementara itu, pada saat yang sama lingkungan menempatkan batas batas dan hambatan hambatan pada apa yang dilakukan oleh para pembentuk kebijakan. Ada banyak hal yang termasuk ke dalam lingkungan politik, yakni menyangkut karakteristik karakteristik geografis suatu wilayah, seperti misalnya sumber sumber alam, cuaca, dan topografi; variabel variabel demografi, seperti misalnya jumlah penduduk, distribusi umur, tempat tempat yang berpenduduk jarang; budaya politik; struktur sosial dan sistem ekonomi. Selain itu, bangsa bangsa lain menjadi lingkungan politik yang penting untuk kebijakan luar negeri dan pertahanan. Dalam pembahasan ini budaya politik akan mendapat perhatian karena budaya politik memegang peran penting dalam proses kebijakan publik maupun dalam proses proses politik yang lain (anderson, 1979: 27-32). 
 Selain budaya politik, kondisi sosial dan ekonomi juga berpengaruh terhadap perumusan kebijakan publik.

Budaya politik
Setiap masyarakat mempunyai budaya tertentu yang membedakan nilai nilai dan gaya hidup anggota anggotanya dari anggota anggota masyarakat yang lain. Seorang ahli antropologi bernama clyde kluckhohn mendefinisikan budaya sebagai keseluruhan cara hidup seseorang, warisan sosial yang diperoleh inidividu dari kelompoknya. Definisi ini memberi penekanan yang luas pada sifat budaya sebagai warisan sosial. Hal ini berarti bahwa suatu budaya merupakan warisan sosial yang diturunkan secara turun terumun dari satu generasi ke generasi beriktunya. Dengan demikian, definisi ini tidak menyebutkan bagaimanakah suatu budaya diciptakan pada awalnya dan bagaimana budaya tersebut kemudian menjadi milik komunitas atau kelompok masyarakat tertentu. Definisi lainnya mengenai budaya menyatakan bahwa budaya merupakan bagian dari lingkungan yang diciptakan oleh manusia. Definisi ini lebih abstrak dibandingkan dengan definisi yang dikemukakan oleh kluchohn. Namun demikian, bila kita mencermati dari berbagai definisi yang dikemukakan oleh para ahli dan untuk kepentingan pembahasan kali ini, kebanyakan ilmuwan sosial nampaknya menyetujui jika budaya menentukan atau memengaruhi tindakan sosial, tetapi tidak sama sekali menentukannya. Budaya hanya merupakan salah satu saja dari banyak faktor yang memengaruhi tindakan atau perilaku manusia.
Budaya masyarakat secara umum dapat dinamakan sebagai budaya politik yang menyangkut nilai nilai, kepercayaan kepercayaan, dan tingkah laku yang dijadikan pegangan secara luas mengenai apa yang harus dilakukan oleh pemerintah dan bagaimana pemerintah harus melakukan pekerjaannya. Selain itu, budaya juga menyangkut hubungan antara warganegara dengan pemerintahnya. Oleh karena budaya diperoleh individu dari kelompoknya, maka budaya tersebut diteruskan dari generasi ke generasi melalui proses sosialisasi sehingga individu mendapat banyak pengalaman dari orangtua, kawan, guru, para pemimpin politik serta sumber sumber lain yang relevan. Individu individu ini belajar tentang nilai nilai, kepercayaan kepercayaan serta tingkah laku politik. Kemudian, budaya politik yang diperoleh individu tersebut menjadi bagian dari pembentukan psikologisnya dan dimanfestasikan dalam perilakunya. Dan suatu masyarakat tertentu barangkali mempunyai subbudaya tertentu yang berbeda satu dengan yang lain seperti yang terjadi di amerika serikat. Di negara ini terdapat perbedaan budaya antara utara dan selatan, antara masyarakat berkulit hitam dengan masyarakat berkulit putih. Di indonesia dimana komposisi wilayahnya terdiri dari kepulauan dengan adat dan budayanya masing masing, maka keragaman budaya ini semakin nampak kita lihat. Orang orang jawa akan berbeda budayanya dengan orang orang padang dan orang orang papua akan mempunyai perbedaan budaya dengan orang orang aceh, dan lain sebagainya.
Identifikasi yang dilakukan oleh seorang ilmuwan politik bernama daniel D. elazar yang mengkaji budaya politik yang berkembang di amerika serikat menyatakan bahwa setidaknya ada tiga tipe budaya politik, yakni budaya politik moralistik, individualistik, dan tradisionalistik. Menurut elazar, budaya politik individualistik menekankan masalah masalah pribadi dan memandang pemerintah sebagai sarana yang bermanfaat untuk melakukan apa yang diinginkan oleh rakyat. Pada tipe budaya politik seperti ini, para politisi tertarik untuk menduduki jabatan jabatan publik sebagai sarana untuk mengontrol ganjaran ganjaran pemerintah dilihat sebagai mekanisme untuk memerhatikan kepentingan publik. Oleh karenanya, campur tangan pemerintah yang besar dalam bidang ekonomi dapat diterima. Selain itu, pemerintah juga cenderung memberi perhatian yang besar terhadap isu isu kebijakan publik. Hal ini tentu sangat berbeda dengan budaya individualistik dimana pemerintah dianggap sebagai sarana yang harus melindungi kepentingan dan hak milik pribadi.
Berbeda dengan dua tipe budaya politik yang telah disebutkan di atas, budaya politik paternalistik mempunyai pandangan paternalistik dan elitis terhadap pemerintah. Di samping itu, mereka juga menghendaki pemerintah mampu memelihara tertib sosial yang ada. Dalam tipe budaya paternalistik, kekuasaan politik yang sebenarnya berpusat pada lapisan kecil masyarakat, sedangkan warganegara secara relatif diharapkan untuk tidak aktif dalam kegiatan politik. Pandangan ini barangkali lebih mirip dengan teori elit seperti yang telah kita bahas sebelumnya.
Sementara itu, robin williams mengidentifikasi sejumlah ‘’nilai utama’’ dalam suatu masyarakat. Menurut williams, orientasi nilai utama tersebut mencakup kebebasan individu, kesamaan, kemajuan, efisiensi dan kepraktisan. Nilai seperti ini bersama dengan nilai nilai yang lain, misalnya nilai nilai demokrasi, individualisme dan humanitarisme mempunyai arti penting bagi pembentukan kebijakan. Misalnya, dalam mengatur kegiatan ekonomi, bangsa amerika lebih cenderung praktis dan pragmatis, lebih menekankan pada penyelesaian masalah masalah tertentu saat ini dibandingkan berorientasi untuk masa yang akan datang. Sementara itu, hak individu mendapatkan pengakuan yang lebih luas dan karenanya pemerintah harus mampu menjamin hak tersebut bisa dilaksanakan. Hal ini terjadi karena nilai nilai individualisme lebih menjadi panutan di negara Amerika Serikat dibandingkan dengan nilai nilai yang lebih bersifat komunal. Oleh karenanya, suatu orientasi kebijakan mungkin akan berbeda bagi bangsa bangsa yang lebih menganut pandangan komunal apabila dibandingkan dengan suatu bangsa yang menganut pandangan individualistik.
Perbedaan perbedaan dalam kebijakan publik dan pembentukan kebijakan di berbagai negara dapat dijelaskan paling tidak secara parsial dengan menggunakan konsep budaya politik ini, seperti yang telah kita contohkan di atas. Contoh yang lain adalah menyangkut program program pemeliharaan kesehatan masyarakat. Di negara negara eropa barat, program program ini lebih mendapat perhatian yang luas dibandingkan di amerika serikat. Hal ini terjadi karena sebagian besar masyarakat di eropa barat lebih mempunyai penerimaan terhadap program program seperti itu dibandingkan di amerika serikat. Sementara itu, pandangan pandangan demokrasi sosialis juga lebih berkembang di negara negara tersebut dibandingkan dengan di amerika serikat. Hal ini pulalah yang mengakibatkan orang orang inggris misalnya, lebih banyak menerima kepemilikan pemerintah menyangkut perusahaan dan industri, suatu keadaan yang berkebalikan bila dibandingkan dengan warganegara amerika serikat.
Sementara itu, karl deutch menyatakan bahwa orientasi orang berdasarkan waktu, yakni pandangan pandangan orang tentang masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang akan mempuyai implikasi bagi pembentukan kebijakan. Suatu budaya politik yang lebih berorientasi pada masal lalu daripada masa sekarang atau untuk masa yang akan datang mungkin mendorong para pembentuk kebijakan lebih berorientasi  pada pemeliharaan karya karya besar dibandingkan melakukan pembaharuan pembaharuan. Untuk menjelaskan hal ini, karl deutcsh merujuk pada pengamatan yang ia lakukan terhadap dua negara yang mempunyai kultur politik yang berbeda dilihat dari orientasi waktu, yakni inggris dan amerika serikat. Karl deutcsh menyatakan bahwa di inggris undang undang tentang pensiun telah ditetapkan sejak tahun 1908, akan tetapi negara ini baru memperluas secara penting pendidikan tinggi masyarakatnya tahun 1960. Di amerika serikat yang terjadi malah sebaliknya. Deutcsh mencatat bahwa di amerik serikat dengan budaya yang lebih berorientasi pada masa depan, undang undang menyangkut pengembangan pendidikan tinggi telah ditetapkan sejak tahun 1862 yang memberikan bantuan tanah terhadap universitas universitas dan dalam tahun 1935 untuk jaminan sosial.
Pembedayaan budaya politik yang lain diberikan oleh almond dan verba. Kedua ahli ini membedakan budaya politik ke dalam tiga wilayah kategori, yakni budaya politik parokial, subjek dan partisipan. Dalam budaya politik parokial, warga negara mempunyai kesadaran yang rendah terhadap sistem politik secara keseluruhan baik menyangkut proses input, proses output, maupun warganegara sebagai partisipan politik. Individu individu yang hidup dalam budaya politik seperti ini tidak mengharapkan apapun dalam sistem politik. Budaya politik parokial ini dapat kita jumpai di beberapa masyarakat afrika dan italia. Di dalam budaya politik subjek yang dapat kita jumpai di jerman, masyarakat atau warganegara mempunyai orientasi terhadap sistem politik menyangkut proses output. Mereka mempunyai kesadaran yang rendah terhadap proses input atau sebagai pemeran sera. Dengan demikian, para warganegara ini cenderung pasif. Sedangkan dalam budaya politik partisipan yang dapat dijumpai dalam masyarakat amerika serikat, warganegara mempunyai kesadaran politik dan informasi yang tinggi dan mempunyai orientasi yang jelas terhadap sistem politik secara keseluruhan, baik menyangkut proses input, proses output, maupun peran serta mereka sebagai warganegara.

Kondisi sosial-ekonomi
Kondisi sosial ekonomi juga merupakan variabel yang penting dalam proses perumusan kebijakan. Oleh karena itu, para aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan tidak bisa dilepaskan begitu saja dari situasi atau kondisi sosial ekonomi yang melingkupinya. Penggunaan istilah ini bersama sama karena dalam banyak kasus adalah mustahil untuk memisahkan faktor faktor ekonomi dan sosial. Biasanya kedua variabel ini hadir secara bersama sama dalam kondisi tertentu. Misalnya, kebangkrutan negara akibat krisis ekonomi yang terjadi di indonesia belakangan ini telah menciptakan kerawanan sosial, seperti misalnya tingkat kriminalitas yang semakin tinggi. Kerawanan sosial tersebut dipicu oleh semakin tingginya angka pengangguran dan kemiskinan karena banyaknya kasus PHK dan langkanya lapangan pekerjaan. Sementara di sisi yang lain, kegagalan ekonomi yang berakibat pada naiknya harga harga juga bisa menjadi faktor pendorong tingginya angka kriminalitas tersebut.
Schattschneider menyatakan bahwa kebijakan publik dapat dilihat sebagai konflik antara berbagai kelompok dalam masyarakat yang berbeda, pegawai dan pribadi, perbedaan kepemilikan kepentingan dan hasrat. Dalam masyarakat modern, maka sumber konflik yang terbesar adalah sumber sumber ekonomi atau kegiatan ekonomi. Seperti yang sering terjadi di indonesia adalah antara serikat serikat buruh dengan pengusaha, para petani dengan penjual pupuk, dan antar pengusaha itu sendiri. Kelompok kelompok yang dirugikan secara ekonomi ini akan meminta pemerintah untuk melindungi kelompok yang dirugikan tersebut. Misalnya, kebijakan pemerintah mengenai upah minimum regional mungkin didorong oleh desakan desakan yang dilakukan oleh kaum buruh yang merasa selama ini upah yang mereka terima sangat rendah sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari hari.

Senin, 21 Agustus 2017

Nilai nilai yang berpengaruh dalam pembuatan keputusan



Nilai nilai yang berpengaruh dalam pembuatan keputusan

Apakah proses pembuatan keputusan yang dipilih oleh para pembuat keputusan (decision-makers) menganut model model rasional komprehensif, inkremental, kepuasan, kualitati optimal, sistem, atau mixed scanning, mereka harus mempunyai landasan untuk melakukan pilihan pilihan itu. Artinya, para pembuat keputusan harus mempunyai kriteria kriteria tertentu untuk menetapkan pendekatan yang dipakai. Beberapa ‘’keputusan’’ yang diambil mungkin merupakan hasil kesempatan yang memang ada, kurang hati hati, pilihan pilihan serampangan, atau tidak melakukan tindakan yang membuat tindakan tindakan lain berlaku, tetapi kebanyakan tindakan yang diambil melibatkan pilihan pilihan sadar dari para pembuat keputusan. 

Persoalannya kemudian adalah kriteria (nilai nilai atau ukuran ukuran) seperti apakah yang memengaruhi para pembuat keputusan politik? Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita akan dihadapkan para banyak faktor yang berpengaruh terhadap para pembuat keputusan, seperti misalnya tekanan tekanan politik dan sosial, kondisi kondisi ekonomi, persyaratan persyaratan prosedural, komitmen komitmen sebelumnya, waktu yang sempit dan sebagainya. Selain itu, kita juga harus melihat nilai nilai pribadi para pembuat keputusan.

James anderson, meringkas nilai nilai yang dapat membantu dalam mengarahkan perilaku para pembuat keputusan ke dalam empat kategori, yaitu:

Nilai nilai politik
Pembuat keputusan (decision maker) mungkin menilai alternatif alternatif kebijakan berdasarkan pada kepentingan partai politiknya beserta kelompoknya (clientele group). Keputusan yang dibuat didasarkan pada keuntungan politik dengan dipandang sebagai sarana untuk mencapai tujuan tujuan partai atau tujuan tujuan kelompok kepentingan. Para ilmuwan politik sering menggunakan perspektif ini dalam mempelajari dan menilai pembentukan kebijakan. Perspektif lain mungkin berangkat dari keputusan keputusan khusus yang dibuat dalam rangka memenuhi kepentingan kepentingan seperti misalnya, kelompok buruh yang terorganisir, petani petani di pedesaan, atau mungkin juga kelompok kelompok lain dalam masyarakat.

Nilai nilai organisasi
Para pembuat keputusan, khususnya para birokrat mungkin dipengaruhi pula oleh nilai nilai organisasi. Organsasi organisasi, seperti badan badan administratif menggunakan banyak imbalan (reward) dan sanksi dalam usahanya untuk memengaruhi anggota anggotanya menerima dan bertindak atas dasar nilai nilai organisasi yang telah ditentukan. Seberapa jauh hal ini terjadi, keputusan keputusan inidividu mungkin diarahkan oleh pertimbangan pertimbangan semacam keinginan keinginan untuk melihat organisasi bisa hidup terus, untuk memperbesar atau memperluas program program dan kegiatan kegiatannya atau mempertahankan kekuasaannya dan hak hak istimewanya.

Nilai nilai pribadi
Usaha untuk melindungi dan mengembangkan kepentingan ekonomi, reputasi atau kedudukan sejarah seseorang mungkin pula merupakan kriteria keputusan. Seorang politisi yang menerima suap untuk membuat suatu keputusan tertentu, seperti pemberian lisensi atau kontrak menjadi contoh konkret bagaimana nilai nilai pribadi berpengaruh dalam pembuatan keputusan. Di lain pihak, presiden yang mengatakan bahwa ia tidak akan menjadi presiden pertama yang menyatakan kalah perang dan yang bertindak demikian ini, mungkin juga dipengaruhi oleh pertimbangan pertimbangan pribadi seperti keinginan untuk dicatat dalam sejarah.

Nilai nilai kebijakan
Para pembuat keputusan politik tidak hanya dipengaruhi oleh perhitungan perhitungan keuntungan, organisasi organisasi atau pribadi, namun para pembuat keputusan mungkin bertindak dengan baik atas dasar persepsi mereka tentang kepentingan masyarakat atau kepercayaan kepercayaan mengenai apa yang merupakan kebijakan publik secara moral benar atau pantas. Seorang anggota lembaga legislatif memberikan suara mendukung undang undang hak hak sipil karena ia berpendapat bahwa tindakannya secara moral benar dan bahwa kesetaraan (equality) merupakan tujuan yang diinginkan dari kebijakan publik, sekalipun ia menyadari bahwa dukungannya itu mungkin mempunyai risiko politik.

Nilai nilai ideologi
Ideologi merupakan seperangkat nilai nilai dan kepercayaan kepercayaan yang berhubungan secara logis yang memberikan gambaran dunia yang disederhanakan dan merupakan pedoman bagi rakyat untuk melakukan tindakan. Di bekas negara uni soviet, ideologi marxis dan lennis dipakai paling tidak sebagai landasan bagi perubahan sosial dan ekonomi. Walaupun di bekas negara uni soviet kadang kadang meninggalkan ideologi marxis-lennis, seperti penggunaan insentif ekonomi untuk meningkatkan produksi, namun ideologi tersebut masih merupakan sarana untuk merasionalkan dan melegitimasikan tindakan tindakan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah di masa yang lalu. Di banyak negara berkembang seperti misalnya di asia, afrika dan timur tengah, nasionalisme – yakni suatu keinginan dari rakyat atau bangsa untuk memeroleh otonomi dan perhatian yang mendalam dengan karakteristik yang mereka miliki, kebutuhan kebutuhan dan masalah merupakan faktor yang penting dalam membentuk kebijakan kebijakan luar negeri dan dalam negeri. Nasionalisme menggerakkan keinginan dari bangsa bangsa yang baru untuk memeroleh kemerdekaan dari bangsa bangsa bekas penjajah.

Para pemeran serta tidak resmi dalam perumusan kebijakan



Para pemeran serta tidak resmi dalam perumusan kebijakan

Di samping para pembuat keputusan kebijakan yang resmi, kita juga sering menemukan para pemeran serta yang tidak resmi. Mereka biasanya berpartisipasi di dalam proses pembentukan kebijakan. Kelompok kelompok ini dikatakan tidak resmi karena meskipun mereka terlibat aktif di dalam perumusan kebijakan, akan tetapi mereka tidak mempunyai kewenangan yang sah untuk membuat keputusan yang mengikat. 

Dalam uraian berikut, kita akan mengidentifikasi bebeapa pemeran serta yang tidak resmi tersebut.

Kelompok kelompok kepentingan
Kelompok ini merupakan pemeran serta tidak resmi yang memainkan peran penting dalam pembentukan kebijakan di hampir semua negara. Perbedaan yang mungkin ada bergantung pada apakah negara negara tersebut demokratik ataukah otoriter, modern atau berkembang. Perbedaan tersebut menyangkut keabsahan serta hubungan antara pemerintah dengan kelompok kelompok tadi. Dengan demikian, dalam sistem politik demokratik kelompok kelompok kepentingan akan lebih memainkan peran yang penting dengan kegiatan yang lebih terbuka dibandingkan dengan sistem otoriter. Hal ini terjadi karena dalam sistem politik demokrasi kebebasan berpendapat dilindungi, serta warga negara lebih mempunyai keterlibatan politik. Walaupun dalam kedua sistem yang disebutkan di atas kelompok kelompok kepentingan berbeda dalam hal hubungan dan sifat aktivitasnya, namun di semua sistem tadi di kelompok kelompok kepentingan menjalankan fungsi artikulasi kepentingan, yaitu mereka berfungsi menyatakan tuntutan tuntutan dan memberikan alternatif alternatif tindakan kebijakan. Selain itu, kelompok ini juga sering memberikan informasi kepada para pejabat publik dan seringkali informasi yang diberikan bersifat teknis mengenai sifat serta konsekuensi konsekuensi yang mungkin timbul dari usul usul kebijakan yang diajukan. Dengan demikian, kelompok kepentingan telah memberikan sumbangan yang berarti bagi rasionalitas pembentukan kebijakan.

Di amerika serikat dimana demokrasi pluralis lebih berkembang, kelompok kelompok kepentingan ini menjadi sumber utama bagi lahirnya tuntutan tuntutan tindakan kebijakan terhadap pejabat pejabat pemerintah. Dan karena sifat pluralisnya, kelompok kelompok kepentingan di negara ini mempunyai jumlah yang besar dengan kepentingan, ukuran, organisasi, dan cara kerja yang beraneka ragam. Oleh karena mereka biasanya mempunyai kepentingan yang beraneka ragam dan kadang kadang bertentangan terhadap isu kebijakan, maka pejabat pemerintah dituntut untuk mampu menyelaraskan kepentingan kepentingan tersebut. Satu hal yang harus diingat dalam mengkaji kelompok kelompok kepentingan adalah bahwa kelompok kelompok yang diorganisasikan dengan baik akan melakukan kegiatan yang terogranisasikan dengan baik pula dibandingkan dengan kelompok kelompok yang tidak diorganisasikan dengan baik.

Pengaruh kelompok kepentingan terhadap keputusan kebijakan tergantung pada banyak faktor yang menyangkut ukuran ukuran keanggotaan kelompok, keuangan dan sumber sumber lain, kepaduannya, kecakapan dari orang yang memimpin kelompok tersebut, ada tidaknya persaingan organisasi, tingkah laku para pejabat pemerintah, dan tempat pembuatan keputusan dalam sistem politik. Selain itu, pengaruh kelompok kepentingan dalam pembuatan keputusan ditentukan pula oleh pandangan yang ditujukan terhadap kelompok tersebut. Suatu kelompok yang dianggap baik dan besar akan cenderung efektif dalam memengaruhi keputusan kebijakan dibandingkan dengan kelompok yang dipandang sebaliknya. Berdasarkan faktor faktor yang telah disebutkan tadi, maka suatu kelompok kepentingan akan efektif memengaruhi keputusan kebijakan tertentu, namun mereka cenderung tidak efektif dalam memengaruhi bidang kebijakan yang lain. Misalnya, suatu kelompok kepentingan yang terdiri dari para guru akan efektif dalam memengaruhi kebijakan pendidikan nasional atau menyangkut kesejahteraan para guru, namun kelompok ini belum tentu efektif dalam memengaruhi kebijakan yang berhubungan dengan kaum buruh.

Zeigler dan van dalen melakukan penelitian terhadap kelompok kelompok penekan di negara bagian amerika serikat dengan memfokuskan  pada tiga variabel, yakni variabel kekuatan kompetisi partai, kepaduan legislatif (kekuatan partai partai dalam legislatif) dan variabel sosial ekonomi. Dengan memfokuskan pada ketiga variabel ini, mereka menemukan adanya pola pola hubungan antara kelompok kelompok tadi. 

Kelompok kelompok penekan yang kuat cenderung berhubungan dengan partai yang lemah dalam pemilihan maupun dalam legislatif, penduduk perkotaan yang rendah, pendapatan per kapita yang rendah serta tersedia lapangan kerja yang tinggi di sektor non industri pertanian, perikanan dan kehutanan. Pola kedua yang ditunjukkan oleh penelitian zeigler dan van dalen adalah bahwa kelompok kelompok penekan yang lemah lebih cenderung berhubungan dengan partai partai politik yang kuat dan kompetitif, serta tingkat penduduk perkotaan yang tinggi dan tersedianya pekerjaan di sektor industri.

Partai partai politik
Dalam sistem demokrasi, partai partai politik memegang peran penting. Dalam sistem tersebut, partai politik digunakan sebagai alat untuk meraih kekuasaan. Hal ini berarti bahwa partai partai politik pada dasarnya lebih berorientasi kepada kekuasaan dibandingkan dengan kebijakan publik. Namun demikian, kita tidak dapat mengabaikan begitu saja pengaruh mereka dalam proses pembentukan kebijakan.

Dalam masyarakat modern, partai partai politik seringkali melakukan ‘’agregasi kepentingan’’. Partai partai tersebut berusaha untuk mengubah tuntutan tuntutan tertentu dari kelompok kelompok kepentingan menjadi alternatif alternatif kebijakan. Ukuran partai politik yang bersangkutan akan menentukan cara partai politik tersebut dalam mengagresikan kepentingan. Dalam siste dua partai predominan seperti yang berlaku di amerika serikat dan inggris, keinginan untuk memeroleh dukungan pemilih mengharuskan partai partai ini untuk memasukkan ke dalam ‘’paket’’ kebijakan mereka tuntutan tuntutan yang mempunyai dukungan luas dari para pemilih atau rakyat serta mencegah kelompok kelompok yang menonjol untuk menjauhkan diri. Sementara itu, dalam sistem multipartai seperti yang terjadi di perancis, partai partai politik kurang memiliki peran dalam mengagresikan kepentingan. Mereka biasanya bertindak sebagai wakil wakil dari kepentingan kepentingan yang terbatas. Pada umumnya, walaupun partai partai politik ini mempunyai jangkauan yang lebih luas dibandingkan dengan kelompok kelompok kepentingan, namun mereka lebih cenderung bertindak sebagai perantara daripada sebagai pendukung kepentingan kepentingan tertentu dalam pembentukan kebijakan. Sedangkan dalam sistem satu partai, partai politik merupakan kekuatan yang predominan dalam pembentukan kebijakan.

Warganegara individu
Dalam pembahasan mengenai pembuatan kebijakan, warganegara individu sering diabaikan dalam hubungannya dengan legislatif, kelompok kepentingan serta pemeran serta lainnya yang lebih menonjol. 

Walaupun tugas pembentukan kebijakan pada dasarnya diserahkan kepada para pejabat publik, namun dalam beberapa hal para individu warganegara individu ini masih dapat mengambil peran secara aktif dalam pengambilan keputusan. Di beberapa negara bagian di amerika serikat seperti misalnya di negara bagian california, dan di negara swiss, para warganegara individu masih memiliki peran dalam pembuatan undang undang. Selain itu, suara mereka juga dibutuhkan dalam amandemen konstitusi. Namun demikian, beberapa ahli mempunyai kritik terhadap peran serta warganegara ini dalam pembuatan keputusan. Kita akan sedikit menyinggung mengenai kritik tersebut dalam uraian selanjutnya.

Peran serta warganegara dalam sistem politik, walaupun sistem politik tersebut merupakan sistem politik demokrasi, sering dianggap mempunyai peran serta yang rendah. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa banyak orang yang tidak memberikan suaranya pada waktu pemilihan umum, tidak ikut serta dalam kegiatan partai politik, serta tidak terlibat dalam kelompok kelompok penekan, serta mempunyai perhatian yang rendah terhadap sistem politik. Bahkan berdasarkan survei yang pernah dilakukan terhadap para pemilih, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa para pemilih ini memeroleh pengaruh yang relatif kecil dari pertimbangan pertimbangan kebijakan. Sementara itu, studi yang lain yang dilakukan oleh Paul Lazarsfeld menunjukkan bahwa referensi para pemilih lebih dipengaruhi oleh para pemuka pendapat dibandingkan oleh faktor faktor yang lain, seperti misalnya media massa.

Walaupun kritik yang dikemukakan di atas barangkali benar, namun hal ini tidak berarti bahwa warganegara tidak mempunyai peran sama sekali dalam proses pembuatan keputusan. Uraian berikut akan berusaha mengungkap kemungkinan kemungkinan yang masih ada menyangkut peran serta warganegara dalam pembuatan keputusan tersebut. Uraian akan didasarkan pada dua sistem demokrasi. Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa baik dalam sistem otoriter maupun dalam sistem demokrasi para warganegara mempunyai peluang untuk terlibat secara aktif dalam pembuatan keputusan.

Di negara negara yang mendasarkan diri pada sistem otoriter, kepentingan kepentingan dan keinginan keinginan para warga negara biasanya merupakan akibat dari kebijakan kebijakan publik. Para diktraktor dalam sistem otoriter tetap akan menaruh perhatian terhadap apa yang menjadi keinginan rakyat agar kekacauan sedapat mungkin diminimalkan. Selain itu, rezim otoriter ini juga mempunyai keinginan untuk menjaga keutuhan negara, suatu hal yang juga diinginkan oleh para warganegara sekalipun di negara negara yang mendasarkan pada sistem ini, para warganegara tidak diizinkan terlibat secara langsung dalam pembentukan kebijakan.

Sementara itu, di negara negara demokratik pemilihan umum barangkali merupakan tanggapan tidak langsung terhadap tuntutan tuntutan warga negara. Dalam hal ini, charles lindblom menyatakan bahwa perbedaan yang paling menonjol antara rezim otoriter denan rzim demokratik adalah bahwa dalam rezim demokratik para warganegara memilih para pembentuk kebijakan puncak dalam pemilihan pemilihan yang murni. Beberapa ilmuwan politik berspekulasi bahwa pemberian suara dalam pemilihan pemilihan yang murni mungkin merupakan suatu metode yang penting dari pengaruh warganegara dalam pembentukan kebijakan karena hal ini memungkinkan warganegara untuk memilih para pejabat dan sedikit banyak menginstruksikan pejabat pejabat ini mengenai kebijakan tertentu. Oleh karena itu, menurut lindblom, keinginan para warganegara perlu mendapat perhatian oleh para pembentuk kebijakan. Aturan yang dikemukakan oleh lindblom ini kadang kadang dinyatakan dalam aphorisme bahwa warganegara mempunyai hak untuk didengar dan para pejabat mempunyai tugas untuk mendengarkannya.

Jumat, 18 Agustus 2017

Aktor aktor dalam perumusan kebijakan



Aktor aktor dalam perumusan kebijakan

Dalam membahas pemeran serta atau aktor aktor dalam proses perumusan kebijakan, ada perbedaan yang cukup penting yang perlu diperhatikan antara negara negara berkembang dengan negara negara maju. Di negara negara berkembang, struktur pembuatan kebijakan cenderung lebih sederhana dibandingkan dengan negara negara maju. Kecenderungan struktur pembuatan keputusan di negara negara maju adalah lebih kompleks. Perbedaan ini disebabkan salah satunya adalah oleh aktor aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan. Di negara berkembang dimana perumusan kebijakan lebih dikendalikan oleh elit politik dengan pengaruh masyarakat luas yang sedikit, seperti di kuba dan korea utara, maka proses perumusan kebijakan cenderung lebih sederhana. Sementara itu, di negara negara eropa barat dan amerika serikat dimana setiap warga negara mempunyai kepentingan terhadap kebijakan publik negaranya, maka kondisi ini akan mendorong struktur yang semakin kompleks.

Pembahasan mengenai siapa saja yang terlibat dalam perumusan kebijakan dapat dilihat misalnya dalam tulisan james anderson (1979), charles lindblom (1980), maupun james P. Lester dan joseph stewart, jr. (2000). Aktor aktor atau pemeran serta dalam proses pembentukan kebijakan dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yakni para pemeran serta resmi dan para pemeran serta tidak resmi. Yang termasuk ke dalam pemeran serta resmi adalah agen agen pemerintah (birokrasi), presiden (eksekutif), legislatif, dan yudikatif. Sedangkan yang termasuk dalam kelompok pemeran serta tidak resmi meliputi: kelompok kelompok kepentingan, partai politik, dan warganegara individu. Kita akan menjelaskan masing masing aktor ini dalam uraian selanjutnya beserta peran yang dapat dijalankan oleh aktor aktor tersebut.

Badan badan administrasi (agen agen pemerintah)
Sistem administrasi di seluruh dunia mempunyai perbedaa dalam hal karakteristik karakteristik, seperti ukuran dan kerumitan, organisasi, struktur hierarkis dan tingkat otonomi. Walaupun doktrin mengatakan bahwa badan badan administrasi dianggap sebagai badan pelaksana telah diakui secara umum dalam ilmu politik, namun bahwa politik dan administrasi telah bercampur aduk menjadi satu juga telah mennjadi aksioma yang diakui kebenarannya. Selain itu, saat itu badan badan administrasi sering terlibat dalam pengembangan kebijakan publik. Hal ini berkait erat dengan pemahaman kebijakan sebagai apa yang dilakukan oleh pemerintah mengenai masalah tertentu. Dengan pemahaman yang demikian, maka keterlibatan badan badan administrasi sebagai agen pemerintah dalam ikut menentukan kebijakan menjadi semakin terbuka. Badan badan administrasi dalam hal ini dapat membuat atau melanggar undang undang atau kebijakan yang ditetapkan sebelumnya. Misalnya, pada abad 18 catherine II, penguasa rusia pada waktu itu memutuskan pembubaran sebagian besar lembaga perbudakan. Sementara itu, kaum bangsawan yang mengendalikan administrasi pemerintaha dapat mencegah diberlakukannya keputusan tersebut. Sedangkan di amerika serikat, efektivitas undang-undang pengendalian polusi di negara bagian sering dihambat pelaksanaannya oleh badan badan administrasi. Sementara itu, kerumitan administrasi di indonesia juga barangkali menjadi faktor yang cukup penting bagi kurang efektifnya implementasi kebijakan publik. Dengan demikian, badan badan administrasi telah menjadi aktor yang penting dalam proses pembentukan kebijakan dan keberadaannya perlu mendapat perhatian oleh para ilmuwan politik yang tertarik untuk mengkaji kebijakan kebijakan publik.

Dalam masyarakat masyarakat industri yang mempunyai tingkat kompleksitas yang tinggi, badan badan administrasi sering membuat banyak keputusan mempunyai konsekuensi konsekuensi politik dan kebijakan yang luas. Hal ini terjadi karena di samping tingkat kompleksitas masyarakat industri itu sendiri, juga disebabkan oleh alasan alasan teknis, banyaknya masalah kebijakan, kebutuhan untuk melestarikan kontrol, serta kurangnya waktu dan informasi dari para anggota legislatif sehingga banyak sekali wewenang yang didelegasikan.

Selain itu, badan badan administrasi juga menjadi sumber utama mengenai usul usul pembuatan undang undang dalam sistem politik, seperti yang terjadi di amerika serikat dan inggris. Badan badan tersebut secara khas tidak hanya menyarankan undang undang, tetapi juga secara aktif melakukan lobi dan menggunakan tekanan tekanan dalam penetapan undang undang. Hal ini bisa ditunjukkan, misalnya melalui cara bagaimana suatu departemen tertentu menggalang kekuatan untuk mendukung suatu kebijakan, seperti departemen pertanian yang mendukung kenaikan harga harga produk pertanian atau kebijakan menyangkut ekspor hasil pertanian.

Presiden (eksekutif)
Presiden sebagai kepala eksekutif mempunyai peran yang penting dalam perumusan kebijakan. Keterlibatan presiden dalam perumusan kebijakan dapat dilihat dalam komisi komisi presidensial, maupun dalam rapat rapat kabinet. Dalam beberapa kasus, presiden terlibat secara personal dalam perumusan kebijakan, seperti misalnya keterlibatan presiden jimmy carter dalam perumusan kebijakan. Presiden jimmy carter dikenal sebagai orang yang menaruh perhatian yang besar dalam perumusan kebijakan. Dia lebih suka terlibat aktif dalam memberikan inisiatif pembuatan undang undang dan menggunakan stafnya untuk mempersiapkan lebih banyak peraturan perundang undangan untuk keperluan conggressional review. Sementara itu, presiden lainnya barangkali akan menggunakan cara yang lain untuk melibatkan diri dalam perumusan kebijakan. 

Selain keterlibatan secara langsung yang dilakukan oleh presiden dalam merumuskan kebijakan publik, kadangkala presiden juga membentuk kelompok kelompok atau komisi komisi penasihat yang terdiri dari warganegara swasta maupun pejabat pejabat yang ditujukan untuk menyelidiki kebijakan tertentu dan mengembangkan usul usul kebijakan. Hal ini sering dilakukan oleh presiden lyndon johnson.

Di amerika serikat presiden dan para pembantunya merupakan bagian yang penting dalam prakarsa dan pengembangan usul usul kebijakan. Sementara itu, banyak usul usul kebijakan dikembangkan oleh pejabat pejabat karier dan nonkarier yang diangkat di departemen departemen dan badan badan administratif. 

Mereka biasanya mengembangkan kebijakan kebiajkan yang berhubungan dengan badan badan dan departemennya masing masing.

Di indonesia tentunya juga tidak jauh berbeda walaupun dinamika masalah yang dihadapi oleh masing masing negara berbeda antara satu dengan yang lain, namun kenyataan menunjukkan bahwa presiden beserta pembantu pembantunya mempunyai peran yang penting dalam proses pembentukan kebijakan tidak perlu disangsikan lagi. Hal ini dimungkinkan oleh sistem konstitusi indonesia yang memberikan wewenang yang besar kepada eksekutif untuk menjalankan pemerintahan.

Lembaga yudikatif
Lembaga ini memainkan peran yang besar dalam pembentukan kebijakan di amerika serikat. Namun sejauh mana badan ini mempunyai pengaruh di dalm pembentukan kebijakan di indonesia tentunya memerlukan telaah lebih lanjut, walaupun jika didasarkan pada undang undang dasar badan ini mempunyai kekuasaan yang cukup besar untuk memengaruhi kebijakan publik melalui pengujian kembali suatu undang undang atau peraturan. Di amerika serikat, pada tingkat nasional dan negara bagian, badan yudikatif seringkali sangat memengaruhi substansi kebijakan publik melalui penggunaan kekuasaan peninjauan yudisial dan penafsiran undang undang dalam kasus kasus yang diajukan kepadanya.

Pada dasarnya, tinjauan yudisial merupakan kekuasaan pengadilan untuk menentukan apakah tindakan tindakan yang diambil oleh cabang cabang maupun legislatif sesuai dengan konstitusi ataukah tidak. Bila keputusan keputusan tersebut melawan atau bertentangan dengan konsitusi negara, maka badan yudikatif ini berhak membatalkan atau menyatakan tidak sah terhadap peraturan atau undang undang yang telah ditetapkan. Hal ini sebenarnya juga terjadi di indonesia dan dalam beberapa tahun belakangan ini, seiring proses reformasi yang tengah peran lembaga yudikatif semakin meningkat. Di samping itu, pengadilan pengadilan di amerika serikat juga diminta untuk menafsirkan dan menentukan arti ketentuan ketentuan undang undang yang seringkali dinyatakan secara umum dan dapat menimbulkan interprestasi yang saling bertentangan. Lembaga lembaga peradilan di amerika serikat juga memainkan peranan yang besar dalam menentukan kebijakan ekonomi. Undang undang yang berhubungan dengan masalah masalah, seperti hak milik, kontrak, korporasi, hubungan buruh dan pengusaha telah dikembangkan oleh lembaga lembaga pengadilan di negara tersebut. Hal serupa juga dapat kita temukan di indonesia. Lahirnya undang undang kepailitan telah mendorong keterlibatan yang semakin besar badan badan peradilan indonesia dalam bidang ekonomi.

Lembaga legislatif
Di amerika serikat lembaga ini lebih dikenal sebagai kongres. Dalam kasus indonesia lembaga ini sering kita sebut sebagai DPR. Lembaga ini bersama sama dengan pihak eksekutif (presiden dan pembantu pembantunya), memegang peran yang cukup krusial di dalam perumusan kebijaksanaan. Setiap undang undang menyangkut persoaan persoalan publik harus mendapatkan persetujuan dari lembaga legislatif, misalnya kebijakan menyangkut swadana rumah sakit. Status swadana organisasi pelayanan kesehatan ini ditentukan oleh lembaga legislatif berdasarkan usulan yang dikemukakan oleh kalangan eksekutif. Selain itu, keterlibatan lembaga legislatif dalam perumusan kebijakan juga dapat dilihat dari mekanisme dengan pendapat, penyelidikan penyelidikan dan kontak kontak yang mereka lakukan dengan pejabat pejabat administrasi, kelompok kelompok kepentingan dan lain sebagainya.

Dengan demikian bersama sama dengan lembaga eksekutif, lembaga legislatif memegang peran yang krusial dalam pembuatan keputusan kebijakan. Suatu undang undang baru akan sah bila telah disahkan oleh lembaga legislatif.

Zack Tabudlo - Give Me Your Forever Lyrics

  Do you remember When we were young you were always with your friends Wanted to grab your hand and run away from them I knew that it was ti...