Senin, 14 Desember 2015

Makalah IDEOLOGI AGAMA


Makalah IDEOLOGI AGAMA

KATA PENGANTAR

Pertama-tama, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat serta karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tugas karya ilmiah yang disusun untuk memenuhi Tugas Pancasila sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dosen Bidang Studi Pancasila yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengerjakan tugas karya ilmiah ini, sehingga penulis menjadi lebih mengerti dan memahami tentang Ideologi Pancasila. Tak lupa Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung telah tnembantu dalam upaya penyelesaian karya ilmiah ini baik mendukung secara moril maupun materil.

Ibarat pepatah “Tak Ada Gading Yang Tak Retak” maka begitu pulalah dengan hanya ilmiah ini. Walaupun penulis telah berusaha semaksimal mungkin, akan tetapi penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan, kekurangan dan kesilapan dalam karya ilmiah ini. Untuk itu saran dan kritik tetap penulis harapkan demi perbaikan makalah ini kedepan. Akhir kata penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima Kasih.

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Dalam karya tulis ini kami mendapat tema tentang “IDEOLOGI AGAMA”.karna ideology agama ini dapat memberikan pengetahuan tentang etika bagaimana berperilaku yang baik dikehidupan sehari – hari.

Seiring dengan banyak terjadi konflik antar agama yaitu fakta yang terjadi diIndonesia demi misi ideology kelompok masing – masing.

Lagi-lagi konsep tentang agama perlu dipertanyakan kembali karena dalam konstalasi zaman, ideologi bertabrakan, dengan jahatnya ideologi terselubung lewat agama yang sulit dikendalikan karena sangat akut, konflik tidak hanya terjadi dalam polemik/kontroversi wacana yang terjadi dalam teks melainkan juga secara riil telah nampak diermukaan bumi dan sangat telanjang. Karena masing-masing paham memiliki sudut pandang yang berbeda dan juga relevansinya dengan ideologi masing-masing. Konsekuensi logisnya suatu penyampaian terdistorsi, yang seharusnya berada di wilayah agama kini ditempatkan pada wilayah teks, karena setiap tokoh paham mempunyai hak provieles dan sebagai masyarakat yang awam tidak dapat memberikan negasi mutlak. Indikasinya masyarakat selalu terpatologi bahkan menjadi panismen ideologi paham.

1.2  Rumusan Masalah

Dalam penulisan karya ilmiah ini terdapat rumusan masalah yaitu sebagai berikut :

    Agama sebagai ideologi (Benarkah kekerasan atas nama agama ada?)
    Benarkan Islam hanya agama, bukan ideologi?



1.3  Manfaat Penulisan

    Untuk mengetahui apa itu ideologi agama
    Untuk mengetahui perkembangan ideologi agama
    Untuk mengetahui kondisi ideology saat ini
    Untuk dijadikan sebagai pedoman pada penulisan perkembangan karya ilmiah selanjutnya.

1.4  Tujuan Penulisan

    Karya tulis ini untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen bidang studi Pancasila.
    Agar kita lebih mengerti dan memahami tentang Ideologi Agama.

1.5  Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan adalah metode literature yaitu meneliti masalah dengan menggunakan kajian yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.

BAB 2

LANDASAN TEORI



2,1 Pengertian Ideologi

Berdasarkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), ideologi memiliki arti Kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup, cara berpikir seseorang atau suatu golangan, Paham, Teori dan Tujuan yang merupakan satu program sosial politik.

Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan. Kata ideologi sendiri diciptakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18 untuk mendefinisikan “sains  tentang ide“. Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu (bandingkan Weltanschauung), secara umum (lihat Ideologi dalam kehidupan sehari hari) dan beberapa arah filosofis (lihat Ideologi politis), atau sekelompok ide yang diajukan oleh kelas yang dominan pada seluruh anggota masyarakat. Tujuan untama dibalik ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran normatif. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya sekadar pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti politik. Secara implisit setiap pemikiran politik mengikuti sebuah ideologi walaupun tidak diletakkan sebagai sistem berpikir yang eksplisit.(definisi ideologi Marxisme).

                

2.2  Pengertian Ideologi Agama

Agama Sebagai Ideologi pada tataran individu, etika berfungsi sebagai proses awal pembentukan indentitas. Konstruksi identitas akan memberikan kesadaran untuk mempercayai segala kebenaran yang disampaikan oleh suatu agama. Jika seorang penganut agama sudah punya kesadaran tentang identitasnya dalam suatu agama, maka komitmennya pada agama tidak akan diragukan lagi. Dapat dikatakan bahwa militansi seorang penganut agama berawal dari pembentukan identitas pada dirinya. Adanya identifikasi spesifik di antara anggota kelompok. Termasuk masalah komitmen di antara mereka dapat kita lihat pada cerita kepahlawanan ataupun perilaku yang menidentikan perlawanan antara yang baik dan jahat. Tradisi keagamaan selalu menunjukkan bahwa Tuhan tidak suka pada beberapa perilaku yang dianggap salah dan juga memberikan restu pada perilaku yang dianggap benar. Konsep ini juga memberikan pemahaman untuk memberikan reward pada pelaku agama, yang benar diberikan pahala sedangkan yang salah diberikan dosa. Identitas kelompok (agama) inilah yang menjadikan awal ideologisasi agama bagi pemeluknya. Ideologi sendiri berfungsi untuk mempengaruhi kehidupan suatu kelompok agar sesuai dengan apa yang telah digariskan sejak awal oleh agama tersebut. Di sisi lain pada tingkat lebih lanjut identitas agama memberikan harapan besar bagi masyarakat untuk maju, karena membentuk moral personal dan juga solidaritas bagi masing-masing pemeluk agama. Namun demikian, sebagaimana ideologi, agama tidak akan serta-merta dipercaya oleh para penganutnya, dalam keadaan ini konstruksi identitas memberikan pengamanan akan keraguan tersebut. Hingga penerimaan akan sebuah kepercayaan mutlak dan mesti dilakukan. Pada dataran inilah kebanyakan pemerhati keagamaan memetakan asal-mula tindakan kekerasan atas nama agama muncul. Menurut penulis sendiri agama sebagai Ideologi tidaklah menjadi pokok persoalan, ketika ideologisasi ini mampu memberikan kenyamanan dan keamanan bagi hidup di dunia dan akhir nanti. Karena memang setiap agama menawarkan rasa aman kepada pengikutnya. Tentunya perasaan seperti inilah yang dicari oleh setiap pengikut agama. Rasa aman memberikan ketenangan kepada manusia akan kehidupan setelah mati, seperti apa yang selalu di informasikan oleh setiap agama di dunia ini. Permasalahannya adalah pembenaran tindak kekerasan terhadap kelompok lain.



2.3  Pengertian Ideologi Islam

Ideologi Islam (Arab: الإسلامɪ (bantuan·info) al-‘islāmiyya) adalah sistim politik yang berdasar akidah agama Islam. istilah dan definisi ideologi Islam mempunyai istilah dan definisi yang berbeda-beda di antara para pemikir terkemuka Islam.

BAB 3

PEMBAHASAN



3.1 Agama sebagai Ideologi

Akhir-akhir ini kita selalu disuguhi fenomena yang hampir tidak terperikan. Kekerasan atas nama agama marak terjadi di mana-mana. Mulai dari teror mental terhadap aliran lain dalam sebuah komunitas, sampai pada tindak kekerasan fisik. Contoh nyata adalah pembakaran masjid jama’ah Ahmadiyah yang terjadi di Lombok, beberapa minggu yang lalu. Hal ini aneh dan sangat membebani tentunya dalam hati setiap orang yang merasa beragama. Sebagai konsekuensinya tentunya kita wajib mempertanyakan sebenarnya apakah memang Agama yang kita anut (Islam) mengajarkan dengan sendirinya tindak kekerasan? Ataukah sebenarnya tindak kekerasan yang terjadi hanya sebatas atas nama agama belaka? Yang intinya karena kepentingan golongan tertentu?

Pada dasarnya kalau kita kaji dari sudut pandang Agama sebagai sistem sosial. Maka agama mempunyai aturan dan kriteria yang sama dengan semua organisasi sosial lainnya. Agama mempunyai konsern terhadap aspirasi atau keinginan, harapan dan juga tujuan yang dicita-citakan. Penganut agama punya rasa keinginan untuk mengetahui apa yang terjadi nanti (kejadian alam, kecelakaan, kematian dll.), mereka juga punya keinginan untuk mengekspresikan hubungannya dengan Tuhan (ibadah dan kegiatan ritual keagamaan lainnya), dan pada akhirnya mereka semua menginginkan reward atau tujuan yang akan dicapai setelah melakukan semua aturan dan norma yang ada (surga ataupun neraka)

Proses pencapaian suatu tujuan akan berhasil ketika norma atau aturan yang telah disepakati berhasil dilaksanakan dengan baik oleh anggotanya. Sebagaimana sebuah peradaban, di mana akan terbentuk ketika masyarakat yang ada di dalamnya mempunya kesadaran dan bekerja secara komunal, pun juga masyarakat, tidak akan bisa bekerja jika tidak di topang individu-individu brilian yang bekerja demi tujuan bersama, ketika ini terealisasi maka sebuah peradaban bisa terbentuk.

Begitu juga agama, aturan dan norma-norma yang ada (demi tujuan yang telah disepakati) akan berhasil jika semua pengikut menjalankannya. Untuk itu, agama memerlukan satu etika (ethos) yang kemudian bisa menumbuhkan kesadaran bagi pengikut agama guna menaati semua aturan yang ada. Etika dalam agama juga berfungsi sebagai rasionalisasi suatu agama kepada penganutnya. Pula, etika memberikan legitimasi bagi peraturan agama sehingga dapat dijalankan oleh penganutnya. Weber berpendapat bahwa etika agama mempunyai pengaruh yang sangat signifikan, penganut agama akan merasa berdosa jika tidak mengerjakan aturan dalam suatu agama (konsep kewajiban).

Agama Sebagai Ideologi

Pada tataran individu, etika berfungsi sebagai proses awal pembentukan indentitas. Konstruksi identitas akan memberikan kesadaran untuk mempercayai segala kebenaran yang disampaikan oleh suatu agama. Jika seorang penganut agama sudah punya kesadaran tentang identitasnya dalam suatu agama, maka komitmennya pada agama tidak akan diragukan lagi. Dapat dikatakan bahwa militansi seorang penganut agama berawal dari pembentukan identitas pada dirinya.

Adanya identifikasi spesifik di antara anggota kelompok. Termasuk masalah komitmen di antara mereka dapat kita lihat pada cerita kepahlawanan ataupun perilaku yang menidentikan perlawanan antara yang baik dan jahat. Tradisi keagamaan selalu menunjukkan bahwa Tuhan tidak suka pada beberapa perilaku yang dianggap salah dan juga memberikan restu pada perilaku yang dianggap benar. Konsep ini juga memberikan pemahaman untuk memberikan reward pada pelaku agama, yang benar diberikan pahala sedangkan yang salah diberikan dosa.

Identitas kelompok (agama) inilah yang menjadikan awal ideologisasi agama bagi pemeluknya. Ideologi sendiri berfungsi untuk mempengaruhi kehidupan suatu kelompok agar sesuai dengan apa yang telah digariskan sejak awal oleh agama tersebut. Di sisi lain pada tingkat lebih lanjut identitas agama memberikan harapan besar bagi masyarakat untuk maju, karena membentuk moral personal dan juga solidaritas bagi masing-masing pemeluk agama. Namun demikian, sebagaimana ideologi, agama tidak akan serta-merta dipercaya oleh para penganutnya, dalam keadaan ini konstruksi identitas memberikan pengamanan akan keraguan tersebut. Hingga penerimaan akan sebuah kepercayaan mutlak dan mesti dilakukan. Pada dataran inilah kebanyakan pemerhati keagamaan memetakan asal-mula tindakan kekerasan atas nama agama muncul.

Menurut penulis sendiri agama sebagai Ideologi tidaklah menjadi pokok persoalan, ketika ideologisasi ini mampu memberikan kenyamanan dan keamanan bagi hidup di dunia dan akhir nanti. Karena memang setiap agama menawarkan rasa aman kepada pengikutnya. Tentunya perasaan seperti inilah yang dicari oleh setiap pengikut agama. Rasa aman memberikan ketenangan kepada manusia akan kehidupan setelah mati, seperti apa yang selalu di informasikan oleh setiap agama di dunia ini. Permasalahannya adalah pembenaran tindak kekerasan terhadap kelompok lain. Apakah memang rasa aman mampu diperoleh dengan tindak kekerasan dan menghilangkan rasa aman dan nyaman orang lain? Tindak kekerasan bukanlah sebuah solusi!



3.2 Benarkan Islam hanya agama, bukan ideologi?

Harus diakui, istilah ideologi adalah istilah baru, setelah munculnya ideologi dunia, seperti Kapitalisme dan Sosialisme. Bagi Islam dan kaum Muslim, istilah ideologi ini merupakan istilah serapan, seperti istilah ‘aqîdah, dharîbah, dustûr (UUD) dan qânûn (UU) pada zaman masing-masing ketika istilah tersebut muncul pertama kali, dan diadopsi oleh kaum Muslim. Istilah ‘aqîdah, misalnya, sekalipun tidak digunakan dalam nas-nas al-Quran dan as-Sunnah, pada akhirnya bisa diterima oleh kaum Muslim, setelah digunakan oleh para ulama ushuluddin pada pertengahan abad ke-6 H.1 Istilah ini merupakan padanan dari kata îmân, yang digunakan baik dalam al-Quran maupun as-Sunnah. Demikian halnya penggunakan istilah dharîbah, digunakan oleh para fukaha kaum Muslim kira-kira pada abad ke-8 H.2 Hal yang sama juga terjadi dalam kasus dustûr dan qânûn, yang digunakan pada abad ke-18 H, setelah negara-negara Eropa mulai bangkit serta membuat UUD dan peraturan perundang-undangan. Istilah UUD dan peraturan perundang-undangan ini kemudian diterjemahkan dalam bahasa Arab dengan istilah ad-dustûr wa al-qawânîn. Awalnya, istilah ini dipakai oleh para ulama bahasa untuk menulis buku yang berisi aturan bahasa, seperti kitab Dustûr al-Muntahâ atau Dustûr al-Mubtadi’.3

Dalam konteks penggunaan istilah ideologi, istilah ini kemudian digunakan dalam bahasa Arab dengan sebutan yang sama, yaitu idiyuluji, atau dengan sebutan yang berbeda, yaitu mabda’. Intinya adalah pemikiran paling mendasar, yang tidak dibangun dari pemikiran yang lain.4 Pemikiran seperti ini, menurut Muhammad Muhammad Ismail, hanya ada pada pemikiran yang menyeluruh tentang alam, manusia dan kehidupan; serta apa yang ada sebelum dan setelahnya; juga hubungan antara alam, manusia dan kehidupan dengan apa yang ada sebelum dan setelahnya.5 Bagi kaum Muslim, pemikiran seperti ini adalah akidah Islam itu sendiri. Sebab, akidah Islam adalah pemikiran yang menyeluruh tentang alam, manusia dan kehidupan; yaitu dari mana, untuk apa dan akan ke manakah alam, manusia dan kehidupan ini? Maka dari itu, tentu alam, manusia dan kehidupan itu tak lain merupakan ciptaan Allah, untuk mengabdi kepada-Nya, dan hanya kepada-Nyalah semuanya akan kembali. Manusia akan dibangkitkan dan dimintai pertanggungjawaban setelah kematiannya di dunia, sementara yang lain tidak. Karena itu, sebelum kehidupan ini, ada Allah, Zat Yang Maha Pencipta, dan setelah kehidupan ini akan ada Hari Kiamat, dan hisâb. Agar semua proses kehidupan manusia itu bisa dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak, maka Allah menurunkan syariah (aturan) untuk kehidupan manusia, yang kelak juga akan dijadikan standar oleh Allah untuk meminta pertanggungjawaban mereka. Inilah pemikiran mendasar, yang juga disebut fikrah kulliyah Islam. Pemikiran mendasar inilah yang juga disebut mabda’ atau idiyuluji. Inilah substansi ideologi, yaitu apa dan bagaimana ideologi itu sendiri.

Pertanyaan berikutnya, apakah setiap akidah agama bisa menjadi ideologi? Jawabannya tidak, bergantung: Pertama, apakah akidahnya adalah akidah yang rasional atau tidak? Kedua, apakah akidah tersebut bisa memancarkan sistem (nizhâm) atau tidak? Jika dari kedua pertanyaan tersebut jawabannya ya, atau dengan kata lain merupakan akidah rasional yang bisa memancarkan sistem, maka akidah tersebut bisa menjadi ideologi. Sebaliknya, jika tidak maka akidah tersebut pasti tidak akan bisa menjadi ideologi. Contohnya, akidah Yahudi maupun Nasrani. Kedua akidah ini tidak bisa menjadi ideologi, karena bukan merupakan akidah ‘aqliyyah, yang bisa memancarkan nizhâm. Ini berbeda dengan akidah Islam. Akidah Islam adalah akidah rasional yang bisa memancarkan nizhâm, yang bukan hanya sistem peribadatan saja, melainkan juga sistem pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan, dan semua sistem kehidupan yang lainnya.

Bukti lain bahwa Islam bisa menjadi ideologi adalah dari aspek keutuhan ajaran Islam, yang bukan hanya berisi gagasan, konsep atau pemikiran, yang disebut dengan fikrah (ide), tetapi juga berisi tharîqah (metode) bagaimana fikrah tersebut diterapkan, dipertahankan dan diemban ke seluruh dunia. Pada tataran konsep, misalnya, Islam bukan saja berisi akidah tentang keimanan kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Kiamat serta Qadha’ dan Qadar—yang baik dan buruknya berasal dari Allah; tetapi juga seluruh aturan yang dibutuhkan oleh manusia, baik dalam konteks ubudiah, muamalah maupun untuk mengurus dirinya sendiri (akhlak, makanan dan pakaian). Semua itu hanya bisa diwujudkan kalau ada metode untuk mewujudkannya, yaitu adanya partai yang memperjuangkan terwujudnya fikrah tersebut, dan adanya negara yang menerapkannya. Demikian halnya, semua itu bisa dipertahankan jika ada sanksi hukum dan negara yang mempertahankannya, berikut peranan partai politik dan umat yang mengontrolnya. Begitu juga, semua itu akan bisa diemban ke seluruh dunia jika ada dakwah, jihad dan negara yang mengembannya.

Karena itu, Islam bukan hanya agama, melainkan juga ideologi. Penggunaan ideologi ini untuk Islam tentu absah, dilihat dari substansinya; bukan dari aspek sumber, dari mana ideologi tersebut dihasilkan; akal atau wahyu? Sebab, pada aspek ini, persoalannya adalah persoalan sumber, bukan substansi. Artinya, dari aspek sumber ideologi, ideologi yang ada saat ini bisa dikategorikan menjadi dua: yaitu ideologi yang bersumber dari akal manusia dan ideologi yang bersumber dari wahyu. Islam adalah satu-satunya ideologi yang bersumber dari wahyu. Selain Islam, baik Kapitalisme, Solialisme maupun Komunisme adalah ideologi yang bersumber dari akal manusia. Hanya saja, sering ada kesengajaan untuk merancukan ideologi dari substansinya ke sumbernya. Akibatnya, Islam ditolak sebagai ideologi, dengan alasan, Islam adalah ajaran yang bukan bersumber dari akal manusia, melainkan dari wahyu Allah. Padahal konteks permasalahannya bukan disitu. Ini sebenarnya merupakan upaya penyesatan yang bertujuan untuk menolak Islam sebagai ideologi. Padahal dengan menolak Islam sebagai ideologi, sama saja dengan menolak Islam sebagai sistem pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan, politik dalam dan luar negeri. Tentu itu bertentangan dengan akidah Islam dan kaum Muslim, apapun mazhabnya.

Kita tidak yakin ada orang Islam yang berani melakukan itu, apalagi sampai lancang mengatakan, bahwa ideologi Islam adalah sumber konflik. Sebab, risikonya jelas: melawan akidah yang diyakininya, bahkan menginjak-injak fikih yang dipelajari dan diajarkannya sendiri; kecuali, jika dia menjadi kepanjangan tangan kaum imperialis penjajah untuk sengaja melemahkan Islam dan kaum Muslim, demi mendapatkan secuil kenikmatan dunia, yang belum tentu didapatkannya.

BAB IV

PENUTUP 

    A.    Kesimpulan

Dari pembahasan diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa ideologi  agama merupakan  etika yang digunakan sebagai proses awal pembentukan identitas atau jati diri seseorang bisa terbentuk.Sehingga,seseorang itu bisa berkelakuan baik dan berakhlak mulia yaitu menaati setiap nilai – nilai dan norma – norma yang berlaku dalam suatu bangsa dan Negara.



    B.     Saran

Dengan adanya karya tulis ini sehingga diharapkan dapat memberikan masukan kepada semua kalangan agar bisa menerapkan ideology agama didalam kehidupan sehari – hari.Guna untuk menumbuhkan rasa kebersamaan diantara perbedaan yang terjadi di kehidupan beragama agar tidak terjadi lagi konflik antar agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penting! Minum 7 Suplemen Ini di Usia 20-an supaya tetap sehat di usia tua.

Umumnya, usia 20-an adalah usia di mana kita sedang sehat-sehatnya. Nge-gym selama 2 jam? Bisa. Naik gunung hingga berhari-hari? Hayuk. Bega...