I. Kerja Merupakan Unsur Hakikat Manusia
Kerja manusia mempunyai sifat yang khas karena menunjukkan
perbedaan yang sangat nyata dengan kerja binatang dan kerja mesin. Kerja
binatang berlaku menurut naluri, sedangkan kerja mesin berlaku tanpa kesadaran.
Sifat khas kerja manusia adalah merupakan penggunaan daya-daya rohani dan
badani secara sadar yang penggunaannya tertuju kepada maksud tertentu.
Sifat khas kerja manusia ini mendapat sorotan yang istimewa
dalam Alkitab. Alkitab menghubungkan kerja manusia dengan penciptaan manusia
menurut Gambar Allah. Karena Allah, adalah Allah yang bekerja, Alkitab penuh
dengan pekerjaan dan karya Allah. Manusia diciptakan oleh gambar Allah, yaitu
Allah yang bekerja. Dengan demikian, manusia memiliki karakteristik Allah,
yaitu bekerja.
Manusia tidak “menciptakan.” Manusia bekerja dengan bahan,
yang telah diciptakan Allah, kemudian membentuknya menjadi sebuah benda. Itulah
sebabnya. “Man is a worker by nature” – manusia adalah seorang pekerja pada
dasarnya. Tetapi pekerjaan manusia itu bukanlah pekerjaan Allah.
Sebagaimana kerja merupakan ungkapan hakikat Allah, demikian
pula kerja itu termasuk hakikat manusia. Kerja manusia bukanlah evolusi dari
kerja binatang ke tingkat kerja yang lebih tinggi. Kerja manusia bukan pula
kerja suatu mesin yang amat pelik susunannya, seperti menurut pendapat beberapa
orang.
Allah berkenan mengangkat manusia ke dalam persekutuan-Nya
bersama dengan Dia. Allah membuat manusia menjadi mandataris, yaitu penerima
tugas. Allah memberikan kepada manusia jabatan kepercayaan dalam alam
ciptaan-Nya, Ia membuat manusia menjadi partner dalam rencana-Nya.
II. Kerja Sebagai Perintah Allah
Oleh karena kerja adalah suatu unsur hakikat manusia yang
diciptakan menurut Gambar Allah, maka sudah sewajarnya pula, bahwa kerja itu
merupakan perintah Allah. Tugas yang sejak penciptaan diberikan kepada manusia
dalam Kitab Kejadian 1:28-29 adalah tugas bekerja. Dalam Pentateuch (kelima
kitab pertama yang disebut kitab-kitab Musa) perintah kerja itu dinyatakan
sembilan kali dengan berbagai cara (Kel. 16:23-30; 23:12; 31:15; 34:21; 35:2;
Im. 23:3; Ul. 10:8). Dalam Perjanjian Baru, perintah kerja ini tidak berkurang
kuatnya. Yesus benar-benar berkehendak membebaskan kita dari ketakutan,
kecemasan, ketamakan, mammonisme (kecintaan akan uang), yang menyertai kerja
manusia yang berdosa, akan tetapi Ia tidak menghendaki, supaya kita menjadi orang-orang
yang segan bekerja.
Juga dalam surat-surat Paulus, perintah kerja itu disampaikan
kepada kita dalam pelbagai perumusan. Kita diingatkan supaya kerajinan kita
jangan kendor, biarlah roh kita menyala-nyala dan baiklah kita melayani Tuhan
(Rom. 12:11). Dalam bentuk negatif, perintah kerja itu kita jumpai dalam
surat-surat Paulus, yaitu dalam larangan mencuri. Barang siapa tidak bekerja,
lambat laun akan menjadi benalu atau parasit, koruptor atau pencuri. Paulus
menghubungkan perintah kerja itu juga dengan kejahatan-kejahatan tersebut, dan
menganjurkan orang percaya untuk bekerja agar menghindarkan kejahatan.
Dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru jelaslah bahwa Allah
telah menyampaikan perintah kerja itu kepada manusia. Barang siapa tidak taat
kepada perintah itu, barang siapa tidak bekerja, padahal mampu bekerja, ia
melanggar perintah Allah dan berbuat dosa kepada Allah.
III. Arti, Nilai dan Tujuan Kerja
Dengan bermacam-macam cara, pelbagai pihak mencoba merumuskan
arti dan tujuan kerja. Kerja itu mempunyai tempat dalam rencana Allah. Dunia
dibuat dalam keadaan yang belum dikerjakan.
Kemungkinan-kemungkinan yang serba hebat ada tertimbun di
dalamnya. Tetapi, menurut rencana Allah, manusialah yang harus menggali,
mempergunakan, dan mengembangkan kemungkinan-kemungkinan itu. Sebab itu kerja
adalah termasuk rencana penciptaan Allah.
Arti dan tujuan kerja terletak dalam penggunaan secara sadar
kemungkinan-kemungkinan yang terkandung dalam alam yang diciptakan oleh Allah.
Kerja adalah termasuk dalam rencana Allah, bahwa manusia dengan kerjanya itu
akan memenuhi kebutuhannya, dan dengan hasil kerjanya itu akan melayani
sesamanya manusia. Manusia juga harus bekerja, agar dapat memenuhi keperluan-keperluan
hidupnya.
IV. Kerja Sebagai Berkat
Barang siapa percaya kepada Kristus dan melakukan
pekerjaan-Nya dari kepercayaan itu, ia akan mengalami kerja itu bukan lagi
sebagai kutuk, melainkan sebagai berkat. Sebagaimana maut bukan lagi kutuk, melainkan
adalah pintu ke hidup yang kekal, demikian pula kerja bukan lagi hukuman,
melainkan berkat, oleh karena susah payahnya diubah, disucikan oleh kasih
karunia luhur Kristus. Juga bagi roh kita, kerja itu adalah suatu berkat.
Allah, dalam kasih-Nya yang agung, mengunakan kerja sebagai alat untuk
mengajarkan kepada kita tata tertib dan pengekangan diri.
Kerja seakan-akan menjadi obat di tangan tabib Ilahi.
Kadang-kadang memang suatu obat yang pahit, akan tetapi syukur kita diberi-Nya
obat itu. Dalam Kitab Amsal, kita jumpai berpuluh-puluh amsal tentang akibat
yang menyedihkan yang timbul dari kemalasan. Kemalasan membuat orang menjadi
sakit dalam jiwanya. Kemalasan itu melumpuhkan jiwa.
Berkat terbesar kerja bukanlah kenyataan bahwa kerja itu
mempunyai fungsi obat bagi tubuh dan jiwa kita. Berkat terbesar adalah bahwa
dalam kerja kita diperkenankan melayani Allah dan sesama manusia. Itulah maksud
Allah dengan kemanusiaan kita. Tuhan Yesus telah datang untuk mewujudkan maksud
Allah itu bagi kita dan di dalam kita. Ia telah datang, supaya dalam hidup dan
kerja kita, kita kembali lagi menjadi menusia Allah, manusia yang berguna bagi
Kerajaan Allah.
Kerja itu tidak hanya dijadikan berkat oleh Tuhan Yesus.
Tetapi Ia juga memberkati hasil-hasil kerja itu. Akan tetapi Tuhan memberkati
pekerjaan anak-anak-Nya yang mengharapkan berkat-Nya dengan kepercayaan seperti
kepercayaan anak-anak. Berkat Tuhan Yesus atau kerja itu tidak sama dengan apa
yang lazim disebut di dunia ini “sukses.” Tuhan Yesus mengukur hasil kerja dengan
ukuran-ukuran yang lain dari pada ukuran-ukuran kita. Ia mencari apa yang
sungguh-sungguh berharga bagi Allah.
Pertimbangan Allah tentang hasil kerja adalah lain daripada
pertimbangan orang yang tak beriman. “Sukses” dapat berarti suatu kemenangan Iblis.
Sedangkan kekalahan mungkin berarti kemenangan Allah. Tetapi satu hal adalah
pasti, yaitu Kristus membuat kerja bagi mereka yang percaya kepada-Nya menjadi
suatu berkat. Dan ini pun adalah pasti pula, yaitu Kristus memberkati kerja
dalam hasil-hasilnya. Kerja itu tidak sia-sia dalam Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar